bc

AVOID MALE LEADS

book_age16+
2.2K
FOLLOW
8.3K
READ
billionaire
reincarnation/transmigration
CEO
billionairess
drama
bxg
humorous
female lead
highschool
office/work place
like
intro-logo
Blurb

Dalam hidup aku berharap setidaknya, SETIDAKNYA LHO INI, menikmati indahnya romansa manis dan hidup makmur. Namun, dunia tidak seindah gambaran novel romansa. Keluargaku biasa saja, setiap cowok yang aku taksir menyukai sahabatku, dan aku menghabiskan masa muda dalam kesia-siaan.

"Bila ada kehidupan selanjutnya, maka aku akan hidup sesuai dengan kehendakku!"

Dan begitulah, kehidupan pertamaku berakhir. TAMAT.

***

Iya sih aku berharap hidup kaya-makmur-luar-biasa, tetapi bukan sebagai tokoh antagonis novel dewasa! HELP!

Alih-alih mendapat kesempatan sebagai tokoh sampingan kaya raya, aku justru menjadi antagonis bernama Adel yang mati sengsara di tangan Big Villain, yakni Morgan, karena telah melakukan perundungan kepada saudari kembarnya, Flora, semasa di bangku SMA.

Hei enak saja, aku tidak rela melepas kesempatan hidup makmur begitu saja! Harus ada perubahan! Aku harus bertahan hidup. Oke, maka aku akan menyusun rencana penyelamatan masa depan, disingkat RPMD!

Satu, jauhi ketua osis yang naksir Flora. Aku tidak butuh mengejar lelaki yang tidak mungkin diraih. Hiks. Cukup sekali saja cinta bertepuk sebelah tangan.

Dua, minta maaf kepada Flora. Sebisa mungkin tinggalkan kesan baik agar Morgan menjauhi keluarga besar Adel.

Tiga, menjalani hidup sehat sampai dewasa dan tua.

BUT, kenapa Big Villain masih mengincarku? Apa yang salah dari RPMD buatanku? Lalu, kenapa semua orang yang ingin aku jauhi justru memilih merapat kepadaku?

Hei, biarkan aku hidup damai dengan pekerjaanku. Tinggalkan aku. Oke?

chap-preview
Free preview
1
Hal paling menyebalkan dalam perkumpulan keluarga, terutama keluarga besar, adalah momen ketika para ibu mulai menyombongkan anak mereka. Tahu, ‘kan? Lihat anakku, berprestasi. Ada yang pilot dan ada yang polwan. Setiap hari mereka mengirimiku hadiah. Nah, bayangkan saja lagu Lihat Kebunku. Kemudian ganti beberapa kosakata dengan frasa baru. Tada, nyanyikan sesuai dengan kondisi hati kalian. Orang bilang memiliki keluarga besar bisa menjadi sebuah keuntungan. Iya, itu benar. Benar sekali. Benar andai keluarga mereka sehat dan saling dukung. Benar andai keluarga itu bukan keluargaku. Ya, semisal saat ini. Detik ini. Masa kini. Ima. Now. Ije! Setiap beberapa bulan, keluarga besar dari pihak ayahku akan mengadakan pertemuan. Masak bersama, makan bersama, dan yeah hal normal semacam itu. Hanya saja pertemuan semacam itu jadi tidak menyenangkan ketika tengah menyantap opor ayam, mencoba menikmati betapa lezat kuah santan berbumbu dipadu sambal terasi dan nasi hangat, salah satu tante berkata, “Eh tahu enggak. Putriku, yang bungsu, dilamar PNS.” Lalu, tante yang lain akan menyahut dengan nada melengking melebihi tawa kunti; “Eh serius? Nah anakku baru saja ngenalin pacarnya. Uh mobilnya mewah. Putih. Mentereng.” Kemudian tante yang lain akan mempromosikan putra dan putri mereka. Lalu, yang TERBURUK, promosi berakhir dengan acara semua mata memandangku dan bertanya, “Kamu kerjanya masih di kantor percetakan?” Mendadak nasi dan ayam seperti menolak turun ke perut dan tersangkut di tenggorokkan. Oke, tentu saja aku tidak keselek. Hanya merasa “tertekan”. Aku pun hanya mengedikkan bahu, pura-pura menikmati pemandangan di luar jendela, dan mendadak ingin terbang ke angkasa. Syalala! “Dia sih emang malas,” kata salah satu tante entah siapa yang mulai mengomentari gaya hidupku. “Bukannya ikut ujian CPNS, malah ngejar pekerjaan yang gajinya nggak seberapa. Kalian tahu, kan, sekarang zamannya cewek ... hmm amit-amit ini ya kalau jadi perawan tua.” OUCH! Itu, satu kata itu, itu, sungguh membuatku seperti ditusuk belati. JLEB. Apa ada sepupu yang peduli? Hahaha, tentu saja tidak. Mereka hanya tersenyum, menganggap ucapan tante entah siapa ini, wajar. Kemungkinan besar mereka bersyukur tidak berada pada posisiku. Posisi seorang diva alias kambing hitam di keluarga. Posisi kehormatan yang dengan senang hati aku berikan kepada siapa pun yang berkenan. Ada hukum tidak tertulis di masyarakat: Tidak boleh membangkang omongan orang tua, bahkan sekalipun perbincangan itu bersikap letal dan memberi dampak trauma berkepanjangan. Salah omong, maka aku akan berubah menjadi batu. Barangkali inilah alasan orangtuaku menolak hadir dan melemparkan tanggung jawab bertemu kepada diriku. HAHAHA. Padahal aku hanya ingin makan. Makan lho ini. Namun, ada saja manusia kejam yang senang meracuni kebahagiaan orang lain. Contoh: Para tante di keluargaku. “Amit-amit perawan tua,” salah satu tante yang mengenakan paket gelang emas di kedua pergelangan tangannya mulai mengutarakan kecemasan. “Cowok zaman sekarang, kan, pemilih. Kita sebagai perempuan jangan sampai kalah saing.” Hadew.... Begini, ya, Pemirsa. Pernikahan itu bukan olimpiade dan jangan samakan pernikahan dengan lomba lari. Ini bukan perkara yang menikah pertama adalah sang pemenang, melainkan masalah komitmen. Mudah saja bagi mereka bicara mengenai pernikahan ngiiing, nguuung, ngiiiiing seperti nyamuk disko. Mereka, kan, tidak berada di posisiku! Aduh! Hilang sudah kelezatan opor! Entah berapa lama acara kumpul keluarga terjadi. Sepanjang obrolan berlangsung, aku hanya mengangguk, menggeleng, pasang senyum profesional. Benar-benar tidak ada bedanya dengan wayang! Lantas ketika acara selesai, aku membantu cuci piring dan bersih-bersih! Setelahnya aku langsung kabur mencari taksi dan mencoba menahan diri agar tidak menangis! “Mbak, pakai ini aja.” Sopir taksi mengulurkan kotak tisu yang langsung aku sambar. Tangis ingus dan bermacam tragedi ratapan aku tumpahkan dalam secarik tisu putih yang kini lecek dan bernoda ingus. Begitu taksi berhasil mengantarku selamat sampai tujuan, aku pun memutuskan untuk langsung keluar tanpa melihat jalanan. Lalu, BUUUUM, aku merasa sesuatu menghantam bagian sisi tubuhku, membuatku terpelanting, menghantam aspal. Aku bisa mendengar teriakan dan kepanikan dalam suara setiap orang. Hanya saja aku tidak bisa membuka mata. Kedua mataku terlalu lengket dan terasa berat. Lantas kemudian aku merasa ngantuk dan memutuskan untuk mengabaikan semuanya. Sungguh hari yang berat. * “Adel! Del, bangun!” “Ngeeeh,” gumamku sembari berusaha membuka mata. “Adel? Del, nggak sakit, ‘kan?” ‘Heh, sakit apanya? Siapa Adel?’ Wait! Kenapa mereka mengerubungiku? Tunggu! Sekelompok remaja yang mengenakan seragam olahraga mencoba membantuku duduk. Aku menggeleng, menyentuh pelipis yang terasa sakit, lantas cewek yang sedari tadi memanggilku sebagai Adel tampak lega. “Adel, ke UKS yuk?” Aku butuh ke rumah sakit, bukan UKS. Aku yakin ada motor yang menabrakku! Tanpa menunggu persetujuanku, cewek “yang terus saja memanggilku Adel” membawaku pergi meninggalkan ruangan yang ternyata adalah tempat untuk berolahraga. Sekelompok remaja memberi kami jalan, alias langsung menyingkir sembari meringis. Sebagian dari mereka bahkan terlihat ketakutan ketika aku melewati mereka. ‘Kurang ajar, aku bukan Mak Lampir!’ “Adel, aku, kan, udah bilang jangan ngincar Flora!” Flora? “Emmm.” Kami menyusuri koridor dan beberapa kali bersimpangan dengan cewek maupun cowok yang mengenakan seragam sekolah. Mereka tampak pongah begitu melihatku. Aku memilih menyentuh pelipis dan menurut saja begitu dibawa masuk ke UKS. Bahkan petugas yang membantu mengoleskan salep di pelipisku tampak berhati-hati seolah takut membangunkan kemarahanku. Usai menempelkan plester. Petugas itu langsung kabur. Wuuus! Sekarang aku duduk di ranjang, mencoba membayangkan alasan cewek ini ngotot memanggilku Adel. “Adel, lain kali jangan sengaja melempar bola ke Flora. Sekarang kamu sendiri, kan, yang kena batunya.” “Oke,” kataku. “Gini ... emmm. Kenapa kamu, oke, kamu salah orang, aku bukan Adel!” Sontak cewek “yang ngotot menganggapku sebagai Adel” langsung terbahak seakan aku tengah melontarkan lelucon Scoobiiiidoooo. Lalu, karena aku tetap memandangnya dengan tampang serius, maka perlahan tawa pun luntur dan dia mendadak pucat pasi. Otomatis dia meraih ponsel dari saku celana dan menghubungi seseorang. “Kak,” katanya. “Ya. Jasmine pengin bilang kalau Adel sakit. Iya, dia nggak berulah kok. Cuma itu ... emmm dia aneh. Kak, mending Kakak sendiri deh yang nengok-lah Adel, kan, adik kesayangan Kakak! Jasmine, kan, cuma teman! Oke. Oke.” Jadi, cewek ini namanya Jasmine dan dia sedang menghubungi kakak Adel. Wait, kenapa sepertinya ketiga nama ini tampak begitu akrab di telingaku? Adel, Flora, dan Jasmine. Hehehe, tidak mungkin. Astaga hebat sekali bila aku terpilih menjadi kandidat penerima kesaktian transmigrasi ke dunia lain. Hahaha, lawak. Itu hanya terjadi kepada tokoh yang ditakdirkan menjadi pemilik harem! Bagaimana mungkin orang pecundang sepertiku mendapat tiket emas! Hehe, konyol, ‘kan? Eh, Adel? KENAPA AKU JADI ADEL?

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Time Travel Wedding

read
5.2K
bc

Romantic Ghost

read
162.3K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.1K
bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
8.8K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.2K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
3.1K
bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook