bc

CATATAN HATI BUJANG LAPUK

book_age18+
11.6K
FOLLOW
160.5K
READ
possessive
love after marriage
inspirational
drama
sweet
bxg
male lead
office/work place
love at the first sight
seductive
like
intro-logo
Blurb

CATATAN HATI BUJANG LAPUK.

.

Karir bagus, tampang cukup oke, uang di dompet paling sedikit lima ratus ribu, ATM bertumpuk digit nolnya, tapi nasib baik itu berbanding terbalik dengan masalah pasangang.

.

Entah sudah berapa kali Putra Bujang Anom merasa patah hati terutama karena Ida. Gadis yang ia kencani hampir lima tahun lamanya, malah menikah dengan pria pilihan orang tuanya hanya karena pria itu berseragam PNS. Berbeda dengannya yang mengenakan kemeja biasa.

.

Dulu, Bujang hanya staff keuangan salah satu perbankan di desa. Sekarang, jabatan Kepala Cabang Bank Swasta cabang Senayan sudah ada di hidupnya

.

Tapi Bujang sudah terlanjur kecewa masalah percintaan. Buatnya perempuan itu sama saja. Didekati tapi dirinya kembali didorong sendirian. padahal sudah banyak yang ia keluarkan.

.

Akhirnya Bujang sampai pada titik, ia menyerah saja akan cinta.

.

Sampai Rindu datang. Mengobrak abrik dirinya yang kering belaian cinta. Menawarkan banyak rasa yang belum pernah Ida berikan sepuluh tahun lalu. Tapi … Bujang meragu, apalagi kalau dirinya harus bersaing dengan banyak pemuda yang mendekati Rindu Anjani Sari. Nama gadis manis itu.

.

“Abang Bujang ini nggak peka atau bagaimana, sih? Yang Rindu mau itu, Abang! Bukan Dio! Apalagi Niko! Salah mulu aja sama Abang!”

.

Bujang mengedipkan mata berulang kali. Ini … Rindu sungguhan? “Benar?”

.

“Iya, lah! Kalau nggak percaya, ayo, kawin sekarang!”

***

Cover by RainyGraphic

chap-preview
Free preview
PROLOG
Pisang goreng bertemu kopi, rasanya paling seru dinikmati berdua. Sembari bicara mengenai masa depan yang sebentar lagi ada di depan mata. Duduk di antara keramaian pasar yang cukup sibuk di pusat kota. Aduhai, hati, siapa yang tahan. apalagi saat mata melirik, gadis pujaan yang duduk anggun di sampingnya sudah membuat jantung kerja dua kali lipat. “Abang,” kata si perempuan manis yang mengenakan kemeja lengan panjang berwarna merah muda. Rambutnya yang hitam legam, dikuncir rapi. Wajahnya dipulas make up tipis sekali tadi sudah bisa membuat sang pria semakin jatuh hati. Begini, ya, rasanya jatuh cinta terus menerus? Segalanya indah. Sampai lupa, siapa tau bom jatuh dan memporak porandakan hati. “Ya, Neng,” jawab sang pria dengan cepatnya. Kopi yang tadi ia nikmati masih terasa panas. Ia hanya menyesap sedikit, lalu memilih mengambil satu pisang goreng. Lagi. Mungkin ini sudah potongan ketiga yang masuk ke dalam mulutnya. Sembari ia menunggu, apa yang mau dikatakan sang wanita. Tapi gadis di sampingnya ini tak jua bicara. Apa dia sakit? “Neng kenapa?” Sebenarnya ada ragu mau meneruskan ucapannya, tapi kalau tidak bicara sekarang? Kapan lagi? Gadis itu masih ingat mengenai pembicaraan dengan kedua orang tuanya. “Kamu sudah mikir baik-baik mau nikah sama Bujang?” Tadinya si gadis, Ida, menyuguhkan teh hangat untuk bapak dan ibunya dengan senyum. Ditanya seperti itu, senyumnya jadi hilang. “Lho? Bapak ini tanyanya aneh. Ida yakin, lah. Kalau enggak yakin kenapa aku berhubungan dan mengarah pada jenjang serius sama Bang Bujang?” Si pria paruh baya yang dipanggil Bapak mendesah pelan. “Gini, lho, Da. Kamu harusnya berpikir, Bujang itu kerjaannya apa. Masih jadi pegawai biasa. Kontrak pula. Sementara kamu PNS, lho. Sudah mapan. Beda jauh.” “Dengarkan bapakmu,” tukas ibunya. Ida terperangah. “Tapi Bapak dan Ibu merestui Ida. Menerima aku berpacaran Mas Bujang. Gimana, sih, Pak? Bu? Ida enggak mungkin berhubungan sama pria kalau arahnya enggak serius. Lagi pula Bang Bujang baik dan ulet bekerja." Bapaknya kembali berdecak. “Sebenarnya Bapak enggak setuju. Sampai kapan juga enggak setuju. Kamu aja yang terlalu girang mau dilamar pria itu. Apa, sih, hebatnya?” “Tapi, Pak,” Ida kembali menyela. “Semuanya sudah mulai Ida siapin bersama Bang Bujang. Bulan depan Bang Bujang datang melamar. Bapak tau, kan?” Andi dan Rieka saling melirik. “Batalkan kalau begitu.” “Ada apa sebenarnya?” Ida masih belum percaya dengan ucapan orang tuanya ini. “Kenapa Bapak dan Ibu seperti ini?” “Bapak lebih suka kalau kamu menikah dengan Adam.” Rieka kali ini yang bicara. “Lihat lah pekerjaannya sudah mapan. Punya rumah juga. Bujang? Apa yang kamu harapkan dari dia?” Berulang kali sanggahan Ida beri tapi mereka berdua, orang tua yang ia kasihi tetap bersikukuh dengan keputusannya. Seolah mereka tak peduli dengan perasaan dan hubungan yang Ida dan Bujang jalani. “Neng?” panggil Bujang pelan. Sejak tadi pria itu menunggu kekasihnya bicara. “Kenapa? Dari tadi melamun.” Ida menelan ludahnya gugup. Matanya lalu tertunduk dalam. tangannya saling terkait satu sama lain. Duduknya mulai gelisah. “Neng minta maaf,” katanya dengan lirih. Itu juga setelah memberanikan diri dan mneguatkan hati. Bagi Ida, Bujang adalah pemuda yang baik dan santun. Pekerja keras juga ia cintai segenap hati. Tapi orang tuanya? Ida semakin pening jadinya. “Minta maaf untuk apa, Neng?” Pria yang sejak tadi setia di samping sang gadis, Putra Bujang Anom, berkerut dalam. kebingungan. “Apa Abang bikin salah?” “Enggak, Bang. Enggak.” Ida langsung menggeleng cepat. “Abang enggak salah. Neng yang salah.” Makin bingung lah Bujang jadinya. “Neng … “ Ida meremas tangannya. Tak sanggup kembali berkata-kata. Matanya juga sudah buram karena air mata. “Bicara yang jelas, Neng,” tegas Bujang. “Ada apa?” Mata mereka bersirobok di udara. Bujang jelas melihat kalau mata kekasihnya berkaca-kaca. Tangannya bergerak lambat untuk menyentuh pipi sang kekasih. Setidaknya menghapus jejak air mata yang keburu turun siapa tau bisa meredakan sedih yang kekasihnya alami. Entah karena apa. “Neng dilamar, Bang.”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
186.6K
bc

Siap, Mas Bos!

read
9.4K
bc

My Secret Little Wife

read
85.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
201.2K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.0K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
12.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook