Bab 1 Ramalan Bintang
Cerry kecil gadis berumur 13 tahun itu menatap Bao-nya – sebutan untuk nenek dari kakeknya – dengan penuh kagum. Bagaimana tidak, Baonya sudah berusia 104 tahun namun tetep sehat dan ceria meskipun kini tulangnya hanya berbalut kulit yang sudah mengendur.
Bao nya masih ingat dengan jelas kenangan-kenakan masa kecilnya hingga mengapa ia jatuh cinta dengan suaminya. Dan hal yang paling Cerry suka adalah cerita-cerita tentang bintang. Neneknya bisa meramal, ia bisa membaca bintang seseorang.
Kakek dan Neneknya, Ayah dan Ibunya dan semua om dan tante nya menikah karena Bao, karena Bao yang melihat garis jodoh mereka. Jika Bao berkata tidak maka mereka tidak berjodoh. Ada Adik dari Kakeknya yang tidak mendengarkan Bao dan akhirnya malah meninggal Dunia sehari setelah ia menikah.
“Bao jangan dulu meninggal ya, tunggu Cerry Nikah dulu sama pangeran.” Kekeh Cerry Kecil.
Bao tersenyum, ia menatap langit-langit. Pandangannya sudah memudar sejak puluhan tahun yang lalu. Tapi ia masih bisa melihat Aura orang lain, ia masih bisa merasakan kehadiran orang lain, “Aku akan pergi. Jauh.”
“Kemana? Kerumah Oma Wijaya?” Cerry menyebutkan salah satu Kerabat Kakeknya yang suka menjaga Bao. Keluarga Cerry memang keluarga besar. Bao nya yang masih hidup membuat kerabat sering berkunjung saat hari raya, meskipun demikian Cerry tidak mengenal semuanya kecuali keluarga inti ayah dan ibunya.
Bao menggeleng, “Aku sudah lama disini, aku harus pergi,” Bao memandang Cerry dan tersenyum. Ia menangkupkan tanggannya di kedua pipi Cerry, “tapi nanti aku akan kembali.”
“Cerry…” Ibunya memanggilnya masuk kedalam kamar
Tak lama berselang, kediaman Jayanata itu mendadak penuh oleh orang-orang. Satu persatu dari mereka menyalami Bao dan Bao menangkupkan tangannya di pipi mereka. Kadang tersenyum dan kadang mengomel.
“Cerry…” suara ayahnya membuat fokus Cerry pada tamu-tamu beralih, “Hari ini kamu ikut ke acara keluarga. Nanti Bao akan nanya sama kamu, klo kamu ga suka, nanti bilang enggak aja, jangan pikirin hal lainnya ya sayang.”
Cerry tidak mengerti, ia hanya mengagguk.
Setelahnya, seorang perias datang dan memberikan sebuah gaun berwarna putih dan merias wajahnya. Wajahnya yang biasa-biasa saja berubah menjadi cantik seketika. Ia melihat seorang putri yang cantik di dalam cermin.
Ibunya membawa Cerry setelah selesai didandani. Semua orang memuji dirinya cantik membuat dia senang bukan kepalang. Dan pandangan seseorang menghentikan senyum manis Cerry.
Anak laki laki mungkin semuran dengan Cakra Kakak pertamanya, itu memandang Cerry dengan tatapan penuh tanya. Wajahnya tidak familier dimata Cerry tapi ia memiliki garis wajah tegas dan menyenangkan. Ganteng. Mungkin teman Cakra batinnya.
Mungkin setelah ini ia akan bertanya pada Cakra siapa tahu anak itu bisa di bawa ke acara sekolah dan dipamerkan di hadapan teman-temannya. Pasti Kikan dan Pinkan akan iri pada dirinya.
Cerry duduk di antara ibu dan ayahnya. Dihadapannya terdapat meja panjang dimana Bao duduk di ujungnya dan melihat Cerry dengan penuh senyuman. Sementara di sebrang Cerry ada seorang anak remaja laki-laki memandang Cerry dengan tatapan penuh penasaran.
“Cerry baru 13 tahun belum mengerti apa-apa Nek.” Ucap Candra Jayanata, ayah Cerry.
“Hari ini, hari yang bagus. Bintang Orion berpendar cantik menujukan jalan agar tidak tersesat. Dia anak dari barat cocok sekali untuk Cerry hari ini.” Ucap Bao tidak di mengerti oleh Cerry. Yang ia tahu rasi bintang orion sebagai petunjuk arah untuk nelayan.
“tunggu sampai cerry dewasa atau minimal usianya 17 tahun. Ini pernikahan anak-anak dan kita bisa di penjara semua.” Ucap Amelda, ibu Cerry.
“Hari ini atau tidak sama sekali, Aries akan muncul setelah jam 4 sore. Jika tidak sekarang makan tidak akan ada lagi hari seperti ini. Apakah kamu rela melihat Cahaya anak itu padam atau rusak. Setelah empat ribu hari lagi pun tidak akan sama. Yang berlalu tidak bisa kembali” Bao kini menatap anak remaja di hadapan Cerry, “Bagaimana Amar?”
Pemuda dihadapan Cerry terdiam malah menatap Cerry. Deg… Cerry hampir terbang. Dia benar-benar tampan. Lebih tampan dari Cakra dan dan Calvin. Bibir pemuda itu merekah membentuk dalam lesung di pipinya. Sempurna. Ia akan memamerkan foto anak itu kepada Pingkan dan Kikan.
Bao kemudian menatap Cerry kembali, “Bagaimana Cerry, Apa kamu percaya?”
Cerry menggaguk dengan senang. Ia menyukainya. Ia menyukai ramalan bintang Bao-nya. Cerry menunggu Bao nya kembali menceritakan tentang Rasi rasi bintang itu dengan antuias. Suatu hari ia ingin berkerja dengan nasa dan terbang bersama bintang-bintangnya.
“Kamu memang Cerdas, cahaya keluarga ini,” Bao kembali melirik anak remaja di hadapan Cerry, “pintar memilih Nahkoda.”
Mendengar jawaban Cerry, Ayah dan ibunya menunduk lesu.
“Jadi bagaimana?” Kakek Wijaya menengahi, Candra Pasrah tanpa mengucapkan apa-apa lagi, dia langsung menguluran tanggannya ke atas meja. Kakek Wijaya lalu menari tangan pemuda tampan itu dan menyuruhnya untuk menjabat tangan Candra. Cerry melihat pemuda itu sedikit meringis saat ia menjabat tangan ayahnya.
Pemuda tampan itu memakai baju seba putih sama seperti Cerry. Di kepalanya di sampirkan Peci hitam dengan bunga melati yang harum. Ah tidak, bunga melati yang harum itu dari hiasan kepala Cerry sendiri.
“Amaranggana Arrayan Nursalim putra dari Budi Santosa Nursalim.” Ucap Ayah Cerry dengan suara bergetar.
“Iya Saya.” Anak laki-laki bernama Amar itu merasakan gengaman erat ayah Cerry.
“Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan putri Kandung saya…,” Candra Jayanata menghentikan ucapannya sesaat, “… Celery Apium Graveolens dengan mas kawin emas seberat 5 gram di bayar tunai.”
Kakek Wijaya menepuk tangan Amar pelan lalu dengan lantang Amar berucap janjinya, “Saya terima nikah dan kawinnya Celery Apium Graveolens dengan mas kawin tersebut tunai.”
Hening
Kakek Wijaya menatap ke kanan dan kirinya lalu semua oraang berkata sah. Alhamdulillah
Eh?
Cerry Menyadari sesuatu. Ia tahu kata-kata itu kata-kata yang sama saat tantenya menikah. Itu adalah ucapan janji pernikahan dan yang ayahnya didalamnya ada namanya. Bersama pemuda itu, pemuda yang ia sebut tampan didalam hati.
“Yah, aku baru 13 tahun?” Cerry memandang ibu dan Ayahnya bingung
“Sekarang kamu sudah jadi istri, Nak Amar sayang.” Ibunya memeluknya dengan penuh haru.
Cerry kembali terdiam, di dekapan ibunya ia melihat pria itu sekali lagi. Pria itu juga sama terdiam dengan dirinya. Lalu kedua matanya bertemu.
Apa ini? Cerry masih tidak mengerti namun orang-orang sudah menariknya mendekatkan diri pada pemuda itu, menarik tangannya dan membuat Pose seoralah2 Cerry sedang mencium punggung tangan pemuda itu. Dan creek, berkali-kali ia difoto
Kemudian tubuhnya ditarik lagi berhadapan lebih dekat dengan pemuda itu. Seolah-olah pemuda itu mencium keningnya. Cerry bisa mencium aroma parfum itu. Hangat dan menyegarkan. Dan creek, semua orang mengambil fotonya.
Belum puas, pose selanjutnya adalah, melingkarkan cincin nikah di jemari kecil Cerry dan creek, creek… cekreek..
Cerry menghela nafas, bagaimana ini, Ia baru 13 belas tahun.