bc

Baby Love (Indonesia)

book_age16+
7.2K
FOLLOW
46.8K
READ
love-triangle
possessive
love after marriage
arranged marriage
CEO
sweet
bxg
genius
icy
first love
like
intro-logo
Blurb

Kimi tidak mengira, dirinya harus tinggal serumah dengan seorang pria dewasa. Wajahnya yang tampan membuat Kimi lupa untuk bernafas saat pertama kali bertatap muka. Tanpa disadarinya ada percikan cinta yang mulai tumbuh di hati Kimi.

Namun, mencintai pria itu sangat tidak mungkin untuk dilakukan. Apalagi dia masih memiliki hubungan saudara dengan pria yang seharusnya dipanggilanya Om alih-alih Kakak.

Mampukah Kimi menahan rasa sukanya terhadap Om nya? Apalagi sikap Kalva yang dingin dan acuh.

Bagaimana jadinya bila selembar surat wasiat mengharuskan keduanya menikah?

What?? Menikah dengan Om sendiri?!

chap-preview
Free preview
1. The Handsome Uncle
Dengan perlahan gadis itu memasukan satu- persatu barang-barang yang akan dibawanya ke dalam koper yang sebelumnya sudah dia persiapkan. Mulai dari bingkai foto keluarga sampai boneka semasa kecilnya pun gadis itu masukkan ke dalam koper. Koper berwarna pink itu hanya berisi barang-barang pemberian kedua orang tuanya. Dia tidak ingin meninggalkan barang-barang berharganya itu di rumah lamanya. Karena gadis itu tidak tau kapan dia akan kembali lagi ke rumah yang dipenuhi dengan kenangan masa kecilnya itu, juga kenangan tentang kedua orang tuanya. Rasanya sangat berat untuk meninggalkan tempat ini. Semua kebahagiannya tercipta di sini. Gadis itu mengamati setiap sudut kamar tidurnya. Dia masih ingat siapa yang mendesain kamarnya. Karena kecintaanya pada warna-warna pastel, mamanya mendesain seapik mungkin agar kamar tidur Kimi dipenuh warna-warna pastel kesukaan putrinya itu. Dimulai dari cat dinding, sampai ke pernak-pernik kecil tak luput dari tangan ajaib sang mama. Tanpa disadari, buliran bening itu kembali jatuh membasahi wajahnya. Rasa sesak itu masih setia menempati hati dan pikirannya. Dan entah sampai kapan rasa itu akan menghilang. Langkah gontainya kini membawanya ke sebuah ruangan yang cukup luas dengan sofa beludru bewarna abu-abu di tengahnya. Sementara di sampingnya terdapat dinding kaca yang memperlihatkan pemandangan kebun mawar yang selalu dirawat mamanya. Pemandangan yang menjadi favorit keluarganya. Kimi dan kedua orang tuanya sering menghabiskan waktu disana. Tempat ketiganya bercengkrama setelah seharian sibuk dengan urusan masing-masing. Dia akan mengingat setiap sudut ruangan di rumah ini untuk terakhir kalinya. Dan sebelum dia meninggalkan negara ini, ada satu tempat yang ingin Kimi kunjungi karena tempat itu merupakan salah satu tempat bersejarah bagi Kimi dan keluarganya. “Sayang?!” panggil Gina, sahabat mamanya yang sementara merawat Kimi setelah kedua orang tuanya meninggal dunia. “Iya, tante? Apa sudah waktunya kita berangkat?” tanyanya memastikan. Gina mengangguk.”Yuk, soalnya kita mau mampir sebentar di East Coast Park , kan? Takutnya nanti kita ketinggalan pesawat,” ajak Gina menggandeng lengan mungil Kimi menuju ke lantai bawah. Sebelumnya pembantu Kimi sudah memasukan koper-koper milik Kimi ke dalam bagasi mobil. ******* Kimi tersenyum sedih, menatap nanar pantai East Coast Park untuk yang terakhir kalinya. Taman pantai ini adalah salah satu tempat favoritnya bersama kedua orang tuanya. Dimana ketiganya sering menghabiskan akhir pekan di sini. Mungkin para pengunjung lain akan memilih Merlion Park untuk tujuan wisatanya, tapi tidak bagi gadis mungil itu. Kebahagian keluarganya pertama kali tercipta di pantai ini. Ada kisah di sana, dimana kedua orang tua Kimi pertama kali bertemu. Langkah Kimi membawanya duduk di bangku kayu yang tak jauh dari tempatnya berdiri tadi, di situ adalah salah satu tempat favoritnya duduk bersama kedua orang tuanya. Menatap sunset di East Coast Park adalah hal yang selalu ditunggu-tunggu Kimi dan kedua orang tuanya. Tapi sekarang, semua itu tidak akan terjadi lagi. Semua itu hanya akan menjadi kenangan indah dalam hidupnya. Andai saja...andai saja kecelakaan maut itu tidak merenggut nyawa kedua orang tuanya. Pasti hidupnya tidak akan menderita seperti ini. Hidupnya tidak akan merasa sehancur ini. Perlahan air mata gadis itu mengalir, membasahi pipi mulusnya. Setiap kenangan yang tercipta di tempat ini selalu membuatnya sakit. Dia rindu kedua orang tuanya. Sangat- sangat rindu. Rasanya sesak, hingga sulit untuk bernafas. “Ma..Pa...Kimi kangen kalian,” gumam gadis itu serak. Pandangan aneh orang-orang yang lalu lalang di tempat tersebut tak dihiraukannya. Terserah orang-orang itu berfikir dirinya gila atau apa. Yang jelas dia masih ingin berlama-lama di tempat ini. Mengingat setiap kenangan tentang kedua orang tuanya di sini. Mematrinya kuat-kuat dalam hati. Tepukan halus di bahu kiri mengalihkan perhatiannya. Secepat kilat Kimi mengelap sisa air mata yang masih membasahi pipinya. “Nggak usah ditutupin sayang, tante tau kamu pasti sedih karena kamu harus meninggalkan negara ini,” ucap suara lembut yang sangat Kimi kenal. Wanita paruh baya itu menatap matanya lembut. Kemudian menghela gadis itu ke dalam pelukannya. Sedetik kemudian pecahlah tangis gadis itu. Isak tangisnya terdengar sangat pilu. Bahkan wanita itu ikut meneteskan air mata. Dia tau penderitaan yang dialami oleh gadis remaja ini. Karena dia juga dulu pernah mengalaminya. Untuk itu dirinya datang kemari, demi menepati janji pada mendiang sahabat terbaiknya. Andai saja dirinya yang diberi amanat untuk menjaga Kimi, pasti dengan senang hati dirinya akan merawat gadis itu seperti anaknya. Namun wasiat yang ditulis oleh Helena bukan seperti yang dia harapkan. Sahabatnya itu ingin Kimi tinggal bersama adiknya di Jakarta. Wanita itu tidak bisa berbuat apa-apa. Sebagai pengacara sekaligus sahabat baiknya, Gina hanya bisa melakukan semuanya seperti wasiat yang ditulis oleh Helena-sahabatnya. “Kita berangkat sekarang yah? Sebentar lagi waktunya keberangkatan kita,” bujuk wanita itu lembut sambil menyeka air mata Kimi. Gadis itu mengangguk pelan, keduanya lalu menuju jalan, tempat dimana mobil wanita tersebut terparkir. Sepanjang perjalanan menuju Changi Airport, Kimi hanya diam saja. Matanya menatap pemandangan jalan dari jendela kaca mobil. Sesekali gadis itu menghela nafas. Tak percaya bahwa kehidupannya berubah hanya dalam sehari. Mulai hari ini, dia akan tinggal di Jakarta. Tempat ibunya dilahirkan. Dan meninggalkan kenangan indah di sini, tidak! Kimi tidak akan meninggalkan kenangan indah bersama kedua orang tuanya. Dia akan selalu membawa kenangan tersebut dan menyimpannya rapat di hatinya. ******* Kimi menatap rumah megah bergaya mediterania di hadapannya saat ini. Rumah dua lantai itu terlihat sangat mewah. Bahkan saat dirinya pertama kali menginjakan kaki di rumah ini yang menyambut dirinya pertama kali adalah pintu gerbang terbuat dari besi yang menjulang tinggi. Garasi besar yang bisa memuat banyak mobil itu berdiri tegak di sebelah kanan rumah utama. Bahkan jarak antara rumah dengan gerbang utama cukup jauh. Ada sebuah patung air mancur berbentuk duyung yang terletak di tengah-tengah taman , menambah keindahan rumah megah tersebut. Inikah rumah yang akan dirinya tempati sekarang? Andai saja dirinya bisa memilih akan tinggal dengan siapa. Pasti Kimi akan memilih tinggal bersama tante Gina. Dia merasa lebih nyaman tinggal bersama wanita itu. Apalagi Kimi sudah sangat akrab dengan tante Gina. “Ayo masuk sayang, mungkin adik mama kamu sudah di dalam,” ajak Gina menggandeng tangan Kimi masuk ke dalam rumah besar itu. Keduanya disambut oleh wanita paruh baya yang sepertinya adalah pembantu di rumah itu. “Silahkan duduk sebentar, Nyonya. Den Kalva sebentar lagi akan turun,” ucap pembantu tersebut kemudian pamit kebelakang. Pandangan Kimi mulai mengitari interior rumah itu. Dia bisa memperkirakan berapa harga rata-rata perabotan dalam rumah tersebut. Bahkan bisa mencapai dua belas digit. Ternyata adik mamanya itu sangat kaya. Jujur Kimi belum pernah sama sekali bertemu langsung dengan adik mamanya tersebut saat dirinya dewasa. Dia pernah bertemu beberapa kali, itupun waktu dirinya masih berusia sembilan tahun. Tentu saja dia sudah lupa dengan wajah walinya itu. Yang Kimi tau adalah adik mamanya itu baru pulang menyelesaikan studi S2 nya di Universitas Columbia. Salah satu universitas yang sangat ingin Kimi masuki. Sayang , semua hanya rencana. Sepertinya keinginannya itu tidak akan terwujud. Gadis itu menghela nafas pelan. Apa dia akan betah tinggal di rumah besar ini ? membayangkannya saja sudah membuat dirinya ingin segera melarikan diri. Dia rindu akan rumahnya yang dulu. Walau tak terlalu besar, namun rumah itu penuh kehangatan dan kasih sayang. Tidak seperti rumah ini yang terasa hampa dan dingin. Membuat Kimi merinding. “Maaf membuat mbk menunggu lama,” terdengar suara berat menyapa Gina, membuat Kimi tersadar dalam lamunannya. Dia menoleh kearah datangnya suara. Tiba-tiba tubuhnya menegang. Sekarang, di hadapannya berdiri seorang laki-laki sangat tampan yang baru pertama kali ditemuinya. Walaupun tatapannya tajam dan dingin, namun semua itu tidak mengurangi ketampanan laki-laki itu. Dengan rahang yang tegas, alis yang tebal, bola mata berwarna coklat serta hidung mancung. Seolah semua yang dia miliki memang tercipta khusus untuknya. Tubuhnya yang tegap dan tinggi menjadi daya tarik laki-laki yang ada di hadapannya saat ini. Apalagi kaos Polo Sport yang dikenakannya, membuat otot-otot tubuhnya tercetak jelas. Menjelaskan bahwa dirinya senang berolah raga. Kimi tidak percaya bahwa walinya masih sangat muda. Dia pikir walinya itu sudah tua dan berbadan pendek. Tapi dihadapannya sekarang berdiri seorang laki-laki tampan blasteran , yang Kimi sendiri bingung. Kenapa adik laki-laki mamanya ini sangat tidak mirip mamanya? Yah walaupun almarhum nenek Kimi ada keturunan orang Jerman, tetapi mamanya tidak terlalu indo wajahnya. Ya Tuhan! Kenapa dadaku berdetak hebat? Apa yang terjadi padaku? Tanya Kimi dalam hati saat pandangan keduanya bertemu. Wajah tampan laki-laki seakan telah membiusnya.Kimi sadarlah, dia adalah Om-mu! “ Saya Kalvari Airlangga, anda adalah Pengacara mbk Helena yang menelpon saya semalam?” tanya Kalva memastikan. Walau dia tentu saja sudah tau, dilihat dari cara berpakaian serta pembawaan wanita itu. Laki-laki itu hanya berbasa basi sedikit untuk mencairkan suasana. Gina tersenyum lembut lalu mengangguk. Dia menyerahkan selembar map biru kepada Kalva.”Ini surat wasiat yang dibuat oleh Helena sebulan yang lalu. Sebenarnya saya sudah lama membuatnya saat Kimi berumur dua belas tahun, namun sebulan yang lalu almarhumah Helena meminta saya merevisi surat wasiat tersebut. Yaitu menyatakan anda sebagai wali sekaligus salah satu ahli waris perusahaan keluarga Pratama, suami Helena. Dan ada sebuah surat pribadi yang Helena tulis sendiri sebelum dia meninggal, saat Kimi berumur delapan belas tahun nanti, surat itu akan saya berikan pada anda “ jelas Gina saat Kalva membaca surat wasiat tersebut dengan teliti. Dahinya sedikit berkerut saat membaca isi surat wasiat tersebut. “Dan saat Kimi berumur dua puluh nanti, dia akan menerima semua warisan tersebut. Begitu juga dengan anda, Pak Kalva dengan syarat yang ditentukan dalam surat tersebut” timpal Gina lagi. Sementara Kimi hanya dia memerhatikan kedua orang dewasa itu berbicara, dia tidak terlalu mengerti tentang wasiat tersebut. Yang dia tau adalah dirinya akan tinggal dengan laki-laki tampan ini. Apalagi waktunya masih lama, saat dirinya menerima warisan tersebut. Gadis itu harus menunggu tiga tahun lagi. Kalva mengangguk mengerti, dia melirik Kimi yang duduk di sebelah Gina, memerhatikan keponakannya yang kini tumbuh dewasa. Ternyata wajah gadis itu tidak berbeda jauh dengan kakaknya. Cantik dan mungil. Tapi ada yang berbeda, kesan manja lebih sangat terlihat dibandingkan Helena yang mandiri. Mungkinkah kakaknya terlalu memanjakan gadis remaja itu sehingga menjadi gadis yang manja dan cengeng? tentu saja waktu yang akan menjawabnya. Wajah Kimi yang natural tanpa make up sama sekali memperlihatkan jelas kepolosan dirinya. Rambutnya yang panjang dan lurus dibiarkan tergerai, menambah kecantikan gadis itu. “Baiklah, terima kasih mbak Gina mau mengantarkan Kimi kemari, saya tadi pagi baru saja sampai di Jakarta. Jadi belum sempat menjemput Kimi,” Kalva menjabat tangan Gina tersenyum singkat. “Sama-sama, Pak Kalva. Kalau masih ada yang belum jelas, silahkan anda hubungi saya,” sahut Gina tersenyum hangat. “Baik , Mbak. Sekali lagi terima kasih,” Gina tersenyum lalu mengangguk. Perempuan itu menoleh kearah Kimi, gadis itu masih diam tak bersuara sama sekali,”Kimi, mulai sekarang kamu tinggal di sini. Jaga diri kamu baik-baik yah,” Gina memeluk tubuh mungil Kimi , mengecup pipinya singkat. Kimi mengangguk pelan. "Tante...Kimi masih boleh ketemu tante Gina kan?" Gina tertawa pelan mendengar pertanyaan polos Kimi. "Tentu saja, sayang. Anytime, rumah tante selalu terbuka lebar untuk kamu." “Baiklah, kalau gitu saya permisi , Pak Kalva. Kimi pasti butuh istirahat.” Gina bangkit dari duduknya, “Take care yah, sayang. Kalau kamu kangen tante, telpon saja,” “Iya, tante. Terima kasih.” Sahut Kimi tersenyum lembut. Kemudian Kalva mengantar kepergian Gina sampai di depan pintu, setelah mobil Gina pergi, dia memutar tubuhnya menghampiri Kimi yang masih duduk di tempatnya semula. Gadis itu terlihat sangat kaku dan tak nyaman. Mungkin karena mereka sudah lama tak bertemu. Bahkan Kalva bisa menghitung dengan jari berapa kali dirinya bertemu dengan keponakannya itu. Namun yang membuat dirinya bingung adalah kenapa kakaknya memilih dirinya sebagai wali Kimi? Padahal masih banyak saudara –saudara lainnya yang bahkan sudah memiliki anak seumuran Kimi, yang lebih berpengalaman dalam membesarkan seorang remaja dibandingkan dirinya. Sedangkan dirinya masih lajang dan tak berpengalaman dalam mengurus seorang remaja. Jangankan remaja, bayi saja belum pernah dia urus. “Kimi!” Gadis itu terlonjak kaget saat Kalva memanggil namanya, rupanya pikiran gadis itu sedang tidak ada di tempatnya.”I...iya, Kak..eh Om..” Kimi menggaruk tengkuknya yang tak gatal, bingung harus memanggil dengan sebutan apa walinya itu. Ingin memanggil Om tetapi masih muda, Kimi menerka umur walinya itu sekitar dua puluh limaan. Tapi kalau memanggil kakak sepertinya sangat aneh. “Kalva, panggil saja saya Kalva,” sahutnya kemudian. Kimi mengernyit bingung, kemudian menggeleng kuat. “Nggak mau!” tolaknya pelan. Alis Kalva naik sebelah, “Kenapa?” “Itu namanya nggak sopan, kata Mama kita harus menghormati orang yang lebih tua dari kita,” jelas Kimi pelan. Tangannya sibuk memilin-milin ujung short dress bunga-bunga yang dia kenakan sekarang. Kebiasaan gadis itu bila sedang gugup. “Nggak masalah buat saya, toh saya yang suruh kamu, kan?” sahutnya cuek.”Ayo bangun, saya akan antar kamu ke kamar kamu,” ajak Kalva kemudian melangkah menuju tangga yang menghubungkan ke lantai dua, dimana kamar Kimi berada. Gadis itu mengekori Kalva di belakang. Sampai di sebuah kamar dengan pintu berwarna coklat muda langkahnya terhenti, Kalva memutar knob pintu tersebut kemudian mendorongnya.”Ini kamar kamu sekarang,” jelasnya. Pelan-pelan Kimi masuk ke dalam kamar tersebut, memerhatikan setiap sudutnya. Kamar berukuran besar tersebut sengaja di desain untuk kamar perempuan sepertinya. Dengan warna lilac yang lembut mendominasi seluruh ruangan ini. Sebuah tempat tidur berukuran queen berada di tengah. Dengan nakas di kedua belah sisinya serta seprai motif bunga dengan warna lilac tentunya, membuatnya tampak nyaman. Di sebelah kanannya terdapat lemari besar dengan empat pintu. LED Tv yang menempel di dinding tepat di hadapan tempat tidurnya, juga sebuah meja rias di samping lemari bajunya. Di sudut ruangan ada sebuah pintu,yang Kimi duga adalah kamar mandi. “Kamu bisa beristirahat dulu, nanti kalau makan malam sudah siap, Bik Asih akan memanggil kamu,” ucap Kalva tiba-tiba mengalihkan perhatian gadis itu. Kimi mengangguk mengerti. Kalva hendak menutup pintu kamar tersebut, namun sebuah suara lembut menghentikannya. “Emm...Om...Kalva!” “Ya?” Kimi menunduk malu, dia berusaha mengatur nafasnya. Padahal gadis itu hanya ingin berterima kasih pada laki-laki itu. Tetapi kenapa susah sekali yah mengucapkannya? “Ya? Ada apa?” ulang Kalva dengan wajah datar. “Ma..makasih,” sahut Kimi lirih, namun laki-laki itu masih sangat jelas mendengarnya. Kalva mengangguk sekilas, lalu menjawab.”Sama-sama.” Lalu menutup pelan pintu kamar Kimi. Kimi menghela nafas pelan setelah mendengar langkah kaki Kalva yang semakin menjauh. Mulai saat ini dia harus menjadi gadis mandiri. Tidak boleh tergantung dengan orang lain. Apalagi menyusahkan Kalva. Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah apakah gadis itu sanggup? Dia masih belum terbiasa hidup tanpa kedua orangtuanya. -TBC-

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Mafia and Me

read
2.1M
bc

Sweetest Diandra

read
70.5K
bc

LEO'S EX-SECRETARY

read
121.1K
bc

RAHIM KONTRAK

read
418.2K
bc

Undesirable Baby (Tamat)

read
1.1M
bc

T E A R S

read
312.7K
bc

Turun Ranjang

read
578.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook