bc

(Indonesia) The Man Next Door

book_age0+
4.0K
FOLLOW
85.7K
READ
family
goodgirl
drama
sweet
like
intro-logo
Blurb

Laura Smith adalah janda muda dengan dua anak yang sehat dan pintar. Hidupnya selalu mengikuti aturan masyarakat mengingat dirinya adalah janda dari seorang pria baik yang meninggal 4 tahun lalu akibat kecelakaan. Dia dan dua anaknya menetap di Washington Square West, Philadelphia, Pennsylvania. Laura membuka toko roti kecil di Broad Street dari uang yang ditinggalkan mendiang suaminya. Ava dan Patrick adalah malaikat-malaikat dalam hidup Laura. Hidup Laura yang lurus baik-baik saja sebelum kemunculan pria yang tinggal di rumah sebelah. Pria seksi yang semakin hari tak bisa dihindari Laura. Pria seksi yang biasanya menjadi masalah bagi wanita alim seperti Laura.

Benjamin Cavanaugh pindah ke Washington Square West,di salah satu pemukiman menyenangkan di Philadelphia. Dia menempati rumah satu lantai yang memiliki kebun belakang yang asri dengan tetangga manis bersama dua anak yang menarik. Sebagai pemilik perusahaan properti terkenal di New York, Ben bermaksud membuka usaha di Philly. Langkah pertama adalah mempelajari situasi dan lingkungan terlebih dahulu. Seorang anak laki-laki nakal melempar tulang pada anjingnya di sore hari kepindahan Ben, membawa Ben bertemu mahluk cantik bagai malaikat, Laura Smith. Janda alim yang tanpa pakaian seksi sekalipun telah membuat Ben menginginkannya. Masalahnya adalah, Laura amat mencintai almarhum suaminya. Dan Ben tahu bahwa Laura menginginkannya.

chap-preview
Free preview
BAB 1
Hal pertama yang dilakukan Laura Smith setiap bangun tidur di pagi hari adalah menyiapkan sarapan bagi kedua anaknya, membuat bekal makan siang, mengeluarkan pakaian untuk ke sekolah serta mendorong mereka ke kamar mandi secara bergiliran. Perjuangan terberat adalah menyeret Patrick turun dari ranjang nyamannya dengan usaha membuang selimut yang membungkus anak laki-laki itu ke sudut kamar. “Patrick! Bangun! Kau akan terlambat, sayang.” Laura mencium pipi Patrick dan mengernyitkan keningnya ketika mencium aroma air liur di pipi anak berusia 7 tahun itu. Patrick menarik tinggi selimutnya hingga membenamkan kepalanya di sana seraya bergumam malas. “Sebentar lagi, mommy.” Dia meringkuk seperti ulat. “Dia bermain game di ponselnya.” Ava melompat dari ranjang, berkata lantang agar Patrick mendengar aduannya. “Aku tidak bermain game!” Patrick mengeluarkan wajahnya dari balik selimut dan berteriak pada kakaknya yang berlari keluar dari kamar mereka sambil tertawa keras. “Mommy! Aku tidak mau lagi berbagi kamar dengan Ava!” Patrick membuang selimutnya ke lantai, melompat dari ranjang dan berlari mengejar sang kakak yang masih tertawa sepanjang rumah. “Patrick! Ava! Kamar mandinya hanya ada satu!” Laura juga berteriak mengimbangi suara anak-anaknya yang membahana sepenjuru rumah, langkah-langkah kaki mereka yang berlarian saling berebut kamar mandi dapat didengarnya dengan jelas. Laura menghela napas dan memunguti selimut Patrick, merapikan ranjang anak laki-laki itu dan melipat selimut dengan rapi. Dia melakukan hal yang sama pada ranjang Ava yang berada di seberang ranjang Patrick. Beberapa mainan yang berserakan di lantai, dibenahinya sebelum dia membuka jendela kamar. Udara pagi yang segar segera menyapanya dan Laura memerhatikan pemukiman nyaman yang ditinggalinya. Berada di Washington Square West, Philadelphia, adalah pilihan Laura bersama anak-anaknya sejak suaminya meninggal 4 tahun lalu, Anthony Martin, akibat kecelakaan di New York. Setahun tetap berada di New York usai meninggal Anthony, Laura tak sanggup berada di kota yang menyimpan banyak kenangannya bersama Anthony. Setelah menerima seluruh tabungan peninggalan mendiang melalui pengacara yang mengurus perkara kecelakaan tersebut, Laura dan anak-anaknya meninggalkan New York. Ia bahkan menolak kenyataan bahwa Anthony sengaja melempar dirinya sendiri tepat di depan sebuah mobil yang sedang berjalan di jalur yang benar, banyak saksi pejalan kaki yang membenarkan pernyataan itu hingga pemilik mobil tidak disidang sebagai tersangka, bahkan Laura menerima uang duka dari si pemilik mobil yang amat cukup baginya memulai hidup baru. Tentu saja tidak mudah memulai semuanya dari awal tanpa suaminya. Saat kejadian itu terjadi, bahkan Ava masih berusia 5 tahun dan Patrick 3 tahun. Laura menolak kembali ke Texas, di mana orangtuanya tinggal demikian juga ke D.C, tempat berkumpulnya keluarga Smith. Lebih baik bagi Laura pergi jauh dari New York dan merepotkan semua pihak. Maka dengan bantuan Angela, sahabat baiknya saat High School, yang bekerja di salah satu bank di Philadelphia, Laura mendapatkan sebuah rumah kosong di salah satu pemukiman nyaman di Washington Square West. Laura dan anak-anaknya pindah ke Philadelphia, rumah baru dan lingkungan baru, membutuhkan begitu banyak penyesuian apalagi ketika Laura menyadari  bahwa Washington Square West adalah kawasan ramah LGBT. Kau bisa melihat beberapa bar khusus gay di sana dan bagi Laura yang alim sempat syok pada saat pertama kali pasangan gay yang tinggal berdekatan dengannya menyapa di hari pertama kepindahannya. Laura akan tersenyum ketika mengingat pertemuan pertamanya bersama Joey dan Nick. Orang yang melihat mereka takkan pernah menyangka bahwa dua pria tampan yang gagah itu adalah pasangan gay. Sumpah, mereka terlihat normal kecuali ketika Joey mencium Nick tepat di depan Laura yang meringis. Gelak tawa Angela terdengar ketika ia sibuk mendorong Ava memasuki rumah dan menutup mata Patrick. Laura menggelengkan kepalanya dan bersandar di kusen jendela, masih menikmati pemandangan pagi di luar jendela kamar anak-anaknya. Perhatiannya tertuju pada sebuah mobil box yang terparkir di depan jalan masuk rumah yang berada tepat di sebelah rumahnya, yang hanya dibatasi pagar tanaman rimbun pendek. Setahu Laura, rumah lantai satu itu memang kosong selama setahun ini, keluarga Foreman pindah ke Maryland dan menjual rumah yang memiliki kebun belakang yang asri, bahkan halaman depannya saja begitu hijau dan cocok bagi keluarga kecil dengan anak-anak yang manis. Seorang pria yang memakai seragam jasa pindah rumah tampak membawa sebuah kotak dan melihat langsung pada Laura yang segera tersenyum. Ia melambaikan topinya dengan sebelah tangan. “Selamat pagi Mrs. Smith. Semoga harimu menyenangkan.” “Selamat pagi, Pablo.” Laura membalas sapaan Pablo dengan riang, sengaja memajukan wajahnya. “Pemilik baru?” dia menunjuk rumah sebelahnya. “Ya. Dari New York. Kudengar dia akan tiba saat makan siang.” Pablo tertawa dan memberi isyarat akan memasuki rumah. Laura kembali tersenyum dan berharap tetangga barunya memiliki anak-anak yang berteman dengan Ava dan Patrick. “Mommy...” Laura membalikkan tubuhnya dan mendapati Ava sudah selesai mandi, tubuhnya dibalut handuk dan wajahnya tampak bersih bersama aroma sabun di seluruh tubuh mungilnya. Laura meninggalkan jendelanya dan tersenyum. Ia mengeringkan rambut panjang Ava dan menunjukkan seragam sekolah anak perempuan itu yang telah disiapkannya di kamar pakaian. “Mommy akan menyisir rambutmu ketika kau selesai berpakaian.” “Pattie menjatuhkan botol sabun dan menumpahkan isinya.” Ava melaporkan tingkah adiknya sebelum membuka pintu kamar pakaian yang berada di sisi kanan kamarnya. Laura berjalan keluar kamar dan berkata halus. “Adikmu tak suka dipanggil Pattie, sayang.” ia tersenyum saat mendengar gerutuan Ava dari balik kamar. Laura harus memeriksa meja makan untuk menghitung berapa kentang goreng yang tersisa di piring Patrick untuk sarapan nanti. Dan seperti dugaannya, benda itu berkurang separuh. “Brrr...dingiin...” Patrick terlihat berlarian dari kamar mandi dengan handuk, tubuh mungilnya tampak lucu seperti tokoh dalam kartun hingga dengan gemas Laura menjewer telinga anak laki-laki itu. “Kau memakan kentangmu sebelum mandi.” Laura melotot dan mendapatkan cengiran nakal Patrick. “Baunya mengundang air liurku, mommy.” Dan dia kembali berlarian menuju kamarnya, tergelincir di lantai dan bangun dari jatuhnya dengan cengengesan. Tak lama terdengar dia menggangu Ava yang terdengar berteriak soal rambut. Laura memutar bola matanya, menambah kembali kentang di piring Patrick. Ya, inilah hidupnya kini. Bersama anak-anak yang sehat dan energik. Nakal seperti setan tetapi merekalah malaikat-malaikat Laura. Tanpa Anthony. Tatapan Laura terpaku pada potret dirinya bersama Anthony yang diletakkannya hampir di seluruh tempat di rumahnya bahkan di dapur. “Selamat pagi, sayang.” Laura mengusap wajah tampan suaminya dan menahan linangan airmatanya ketika mendengar suara riang Ava. “Mommy. Aku sudah siap.” Laura mengembuskan napasnya, berbalik dan menyunggingkan senyum lebarnya. “Mau mommy sisir seperti apa rambutmu?” “Kepang.” Ava tersenyum dan menyerahkan sebatang sisir pada Laura yang membungkuk, memulai kegiatan rutinnya, menyisir rambut panjang Ava dan menanti munculnya Patrick yang selalu berlari dan bertanya seperti alarm bangun tidur. “Mom akan membawa croissant pulang?” Senyum Patrick selebar wajah dan matanya berbinar-binar ceria. “Mommy punya banyak roti untuk dijual kan? aku hanya minta sekeranjang croissant saja.” “Tapi setiap hari! mommy bisa bangkrut.” Ava melotot pada adiknya. Laura tertawa dan mencium pipi Patrick. “Tentu saja. Sekeranjang croissant.” Lalu ia menatap Ava, “dan kau?” Dengan tersipu, Ava menjawab. “Aku ingin crumpet untuk sore.” Laura membuka toko roti di Broad Street segera setelah pindah di Washington Square West dari uang duka yang diterimanya. Bagi wanita yang selama ini tak pernah bekerja dan memilih menjadi ibu rumah tangga, Laura harus memiliki penghasilan untuk menghidupi dua anaknya. Asuransi yang dimiliki Anthony takkan cukup untuk hidup mereka. Hobi memasak dan membuat kue membuat Laura nekat membuka toko roti, tentu dengan bantuan Angela yang mencari toko kosong di Broad Street. Kini setelah 3 tahun di Washington Square West, toko roti Laura berkembang amat baik dan dikenal daerah setempat. Tentu saja, Ava dan Patrick merupakan penikmat utama semua roti secara gratis. “Mommy akan menyiapkan semuanya. Sekarang, ayo sarapan sebelum berangkat.” Laura menggiring dua anaknya ke meja sarapan. Sebelum duduk, Ava menatap potret sang ayah. “Selamat pagi, daddy.”   **** Benjamin Cavanaugh tiba di Philly –sebutan Philadelphia- tepat pada saat makan siang. Langsung dari bandara, Ben meminta supir taksi untuk membawanya ke pusat kota untuk melihat Philadelphia sesegera mungkin. Telepon dari jasa pindah rumah sudah diterimanya sejak menunggu pesawat yang membawanya ke Pennsylvania beberapa saat lalu. Sang pemilik jasa mengatakan bahwa Ben tinggal masuk ke rumah dan mengatur barang-barang milik pria itu sesuai kehendak hati. Ben memerhatikan beberapa foto rumah yang dikirim sang pemilik sebelumnya dan membayangkan akan membuat rumah anjing bagi Milo, anjingnya yang akan dikirim dari New York, menurut perhitungannya sedikit terlambat dari sang tuan. Lebih dari pada itu, Ben memikirkan untuk mencari kendaraan di Philadelphia sebelum dia menuju rumah barunya di Washington Square West. Melalui pandang matanya, Philly adalah tempat yang menjanjikan untuk membuka perusahaan propertinya yang lain. tapi hal utama adalah mencari mobil. “Anda ingin dibawa ke mana, sir?” supir taksi menatap Ben dari balik kaca spion. Ben memakai kembali kacamata hitamnya dan tersenyum. “Showroom mobil.” “Anda akan mencari mobil? Apakah anda orang baru?” Senyum Ben tersungging. “Ya. Orang baru butuh mobil.” “Jika anda ingin mobil bekas...” “Mobil baru.” Ben menurunkan sedikit kacamatanya. “Aku butuh mobil baru. Yang keren.” **** Ketinggalan dompet itu bencana. Itulah yang ada di pikiran Laura ketika dia terburu-buru kembali ke rumahnya siang hari itu. Dia baru menyadari hal itu saat akan makan siang dan menitipkan toko rotinya pada Susan dan Megan, pegawai di tokonya. Mengingat kebiasaan Patrick yang gemar singgah di mini market sebelum ke toko roti, entah itu hanya untuk membeli cokelat –bagaimana bisa Patrick lebih gemar berbelanja dari pada sang kakak- maka dompet dan isinya adalah penyelamat besar bagi Laura. Sebenarnya itu sudah sedikit lewat dari jam makan siang saat Laura mendapatkan dompetnya di meja dapur. Memeriksa isi kulkas membuat Laura menambahkan beberapa daftar belanjaan nanti setelah mengantar anak-anaknya pulang. Dia tahu dari mana datangnya sifat belanja di diri Patrick. Laura suka belanja. Sambil melirik arlojinya, Laura mengunci pintu depan dan melihat sebuah mobil sport terbaru terparkir tepat di depan jalan masuk rumah sebelah. Walaupun Laura tak tahu menahu tentang merk mobil, tetapia tahu bahwa mobil besar yang terparkir di depannya adalah salah satu dari deretan mobil mewah. Benda itu berwarna hitam mengilat bahkan dari jarak sejauh dia berdiri, dia tahu itu benda baru. Dia mendengar suara-suara di rumah sebelah melalui jendela rumah yang terbuka. Suara seseorang seperti sedang bertukang terdengar jelas dari dalam hingga membuat Laura mendekati batas tanaman tanah mereka. Sepertinya pemiliknya sudah datang. Apa yang membuatnya tidak puas dengan rumah keluarga Foreman? Jelas sekali bahwa siapapun yang ada di rumah itu sedang bekerja keras membuat sesuatu berdasarkan besarnya keributan yang didengar Laura. Suara bor terdengar keras menambah rasa ingin tahu Laura hingga kini dia memasuki halaman rumah itu. Dia memiringkan kepalanya, berusaha melihat bayangan apapun dari balik jendela terbuka itu. lagi, didengarnya suara yang kali ini seperti barang berat jatuh ke lantai berikut suara berat mengumpat. “s**t!” Bola mata Laura membesar, melebar dengan terkejut ketika dia melihat jelas apa atau tepatnya siapa yang berdiri di depan jendela terbuka, berkacak pinggang sambil menunduk. Hanya dengan bertelanjang d**a, Laura bisa melihat otot-otot d**a dan perut yang tercetak sempurna di sana, berpeluh dan kecokelatan. Pinggang ramping dan menyempit hanya dengan celana jeans yang sedikit melorot terpaksa dihindari Laura. Pria itu sedang menunduk dan sepertinya belum menyadari keberadaan Laura yang memasuki batas rumah mereka. Sebelum pria itu memergoki Laura yang telah berada di halamannya, berdiri melongo menatapnya, Laura segera memutar tubuhnya dan berlari menerobos batas halaman mereka, terburu-buru memasuki mobilnya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Perfect Marriage Partner

read
809.9K
bc

LEO'S EX-SECRETARY

read
121.1K
bc

Playboy Tanggung Dan Cewek Gesrek

read
462.4K
bc

The Prince Meet The Princess

read
181.7K
bc

HOT NIGHT

read
605.8K
bc

Rewind Our Time

read
161.2K
bc

Turun Ranjang

read
578.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook