bc

Pengantin Cadangan

book_age18+
90
FOLLOW
1K
READ
contract marriage
scandal
drama
comedy
sweet
like
intro-logo
Blurb

Menikah secepatnya adalah target Weni saat ini, ia sudah bosan menjadi pengiring pengantin disetiap pernikahan para sahabatnya.

Weni juga ingin tahu, bagaimana rasanya menjadi ratu sehari semalam. Memakai gaun penganti yang indah, ditatap kagum semua tamu yang datang.

Namun, sepetinya mimpi itu masih jauh, karena diusinya yang sudah mencapai angka 27. Ia belum juga mendapat gandengan baru.

"Weni, Ayah mohon, menikahlah dengan Gani, Nak."

"Mama tahu Gani lelaki yang baik dan sopan, tapi lelaki baik dan sopan juga bisa melakukan tindakan tak terpuji jika diliputi kemarahan."

"Pergi lah nak, Mama yang akan menanggung semuanya. Mama nggak akan sanggup lihat kamu menderita. Pernikahan ini bukan milikmu, ini milik Kiara. Kamu tidak harus mengantikannya."

chap-preview
Free preview
Feeling
"Weni!!" Teriakan Mama dari luar membuat Weni tersentak kaget. Ia bangun terduduk dengan jantung berdebar "Iya Mah!" sahutnya dengan suara serak. “Apa kamu belum bangun? Hari ini Kiara menikah, kenapa kamu masih mengurung diri dalam kamar?” "Weni sudah bangun, kok," ucapnya sembari menggaruk rambut. Ia menguap menahan kantuk. "Kalau begitu cepat, kamu enggak mau ketinggalan lihat akad nikah Kiara, kan?” "Iya Mah, Weni mau siap-siap dulu," kata Weni dengan malas-malasan. Tidak mendengar sepata kata pun lagi dari Mama, Weni memutuskan kembali merebahkan diri. Langit masih gelap, ia yakin ini belum sampai pukul lima pagi. Masih sangat banyak waktu untuk bersantai. Weni juga masih sangat mengantuk, semalam ia tak bisa tidur. Terlalu gelisah dan banyak pikiran. Menghela, Weni menyentuh jantung yang berdebar kencang. "Ada apa ini, kenapa perasaanku tidak enak?” Sudah dua hari ini perasaannya tidak enak, dan hari ini menjadi semakin tak menentu. Weni juga gelisah, sudah tiga kali ia bermimpi buruk. Menangis dan meraung, menatap seseorang lelaki yang meninggalkannya sendiri. Lelaki yang entah siapa, karena ia tidak pernah berhasil melihat wajahnya dengan jelas. Padahal Weni sangat penasaran karena mimpi itu terus terulang. "Apa karena aku belum bisa melupakan Mas Gani ya?" gumam Weni. "Tapi kan aku sudah ikhlas melihat mereka bahagia." Menyentuh kening dengan tapak tangan, Weni memejamkan mata. Dulu sekali ia pernah menyukai Gani, calon suami sahabatnya itu memiliki tubuh tinggi, kulitnya cokelat, hidung mancung dan dagunya ditumbuhi berewok membuat ketampanan lelaki itu meningkat drastis. Sebelum bersama Kiara sahabatnya, banyak sekali wanita yang tertarik pada Gani. Pekerja keras dan rajin beribadah membuat lelaki itu menjadi pusat perhatian banyak orang. Pertama kali ia mengenal Gani sembilan tahun lalu, saat itu dia senior di kampusnya. Lelaki itu sangat baik, ramah dan suka membantu para junior jika kesulitan. Belum sempat mengutarakan perasaan, Gani sudah keburu lulus dan Weni tak pernah lagi bertemu. Dua tahu lalu mereka kembali dipertemukan di tempatnya kerja, Gani kembali menjadi seniornya. Sayang lelaki itu tidak mengingatnya lagi. Meski begitu Gani tetap yang membantunya beradaptasi di lingkungan kerja. Harapannya timbul kembali, ia begitu menyukai Gani hingga suatu hari Kiara ingin memperkenalkannya pada pacar gadis itu. Pacar yang ternyata Gani. Sungguh saat itu ia merasa sangat hancur, apalagi melihat ke cocokkan mereka berdua. Namun, ternyata Kehancuran hati Weni belum usai, karna perasaannya kembali terluka saat Kiara mengumumkan pertunangan seminggu kemudian. Dulu ia sampai tak berselera makan dan melakukan apa pun meratapi hatinya yang terluka. Bahkan ia memotong pendek rambut untuk membuang sial, membuat keluarga serta kenalannya kaget setengah mati. Kala itu yang bisa Weni lakukan hanya bertabah, beruntung lambat laun akhirnya ia merelakan dan mencoba melupakan Gani. Sampai sekarang Weni sedang belajar mengikhlaskan Gani untuk selamanya. Bagaimanapun juga, jodoh tidak ada yang tahu. Meski Weni berusaha merebut Gani dan membuat persahabatannya bersama Kiara hancur. Namun, jika jodohnya bukan Gani, ia bisa apa? Itulah sebabnya, dari pada menjadi penghancur, ia lebih memilih menyembuhkan luka. Melupakan Gani dan mencari cinta yang lain. Meski sampai sekarang Weni akui ia belum sepenuhnya lepas dari rasa suka pada lelaki itu, tapi Weni terus berusaha dan tidak pernah menyerah. Ia tidak mau menjadi seperti ayahnya. “Weni!!" Gedoran dan jeritan Mama kembali membuat Weni terlonjak. Ia bangun terduduk dan cepat-cepat turun dari ranjang saat Mama semakin kuat mengedor pintu kamarnya. “Kamu belum siap juga?” tanya Mama begitu Weni membuka pintu. Mengeleng pelan, Weni mundur sembari mengaruk belakang telinga. “Ya ampun! Jadi dari tadi kamu ngapain aja? Bayu sudah datang. Kamu senang membuat lelaki itu menunggu lama ya?” Melotot, Weni langsung berlari ke ruang tamu. Membiarkan Mama mengomel di belakangnya. “Mas Bayu,” ucap Weni shock melihat Bayu sudah rapi dengan baju batiknya. “Kamu belum selesai?” Weni mengeleng, ia menatap Bayu malu. Ingin mendekat, tapi takut napasnya bau. “Tunggu ya, Mas. Aku siap-siap dulu. Enggak akan lama, kok, janji deh.” Melihat anggukan Bayu, Weni tersenyum cerah. “Terima kasih, Mas.” Berbalik, ia langsung kembali ke kamar dengan cepat. “Eh, Mama. Masih di sini?” kata Weni melihat sang Ibu masih di kamarnya. “Kamu ini ya, suka sekali sih membuat orang menunggu lama," ujar Mamanya gemas melihat tingkah Weni. Weni tidak bisa melakukan apa pun, ia hanya meringis sembari melangkah pelan-pelan memasuki kamar. "Sebaiknya kamu cepat nikah deh, supaya enggak semakin pikun. Mama gemas sendiri lihat kamu.” Weni cemberut, Mama senang sekali membahas masalah pribadinya. "Ish ... Mama. Weni mau mandi nih, jangan mengomel terus dong,” ujar Weni langsung meninggalkan Mama yang masih mengomelinya. Jika tidak cepat bergerak, ia pasti akan membuat Bayu menunggunya semakin lama. Mandi dengan amat sangat cepat, Weni keluar dan memekik melihat Mamanya duduk di atas ranjang. “Mama ngageti, ih.” Mamanya tidak mengatakan apa pun, wanita setengah baya itu hanya melirik putrinya sekilas. "Kenapa, Mah?" tanya Weni. Ia bergerak ke arah lemari, mengambil kebaya baju miliknya dan kembali melirik sang Mama saat tidak mendapati jawaban. Menyengit, Weni hendak kembali mengulang pertanyaannya saat celetukan sang Mama mengagetkannya. “Apa, Ma?” "Itu Bayu belum punya pacar, ya? Mama perhatikan kalian sering jalan bareng akhir-akhir ini," ucap Mama, "atau kalian memang memiliki hubungan spesial?" Tebak Mama yang salah besar. Weni mengeleng, ia menggerutu, belum sempat mengeluarkan suara. Mamanya sudah kembali berbicara. "Kalau memang kalian pacaran, bilang sama Bayu jangan lama-lama pacarannya. Usia kamu sama dia udah dewasa, sudah sepantasnya kalian menikah." Cerocos Mamanya panjang lembar. "Mamah apa-apaan sih." Protes Weni kesal. "Mama kan benar Weni! buat apa kamu sama Bayu lama-lama pacarannya. Pacaran itu tidak baik dan gak kekal. Lebih baik menikah, selain dapat pahala, kamu juga dapat kebahagiaan, dan yang pasti lebih abadi dari pada status pacaran." "Mama," panggil Weni memohon agar Mamanya berhenti berbicara dan mendengarkan penjelasannya. "Mama sudah tua, Wen. Sudah gak sabar pingin gendong cucu. Kamu gak tahu, kan? Mama suka cemburu lihat teman-teman arisan pada ngomongin cucu mereka. Mama juga sedih lihat kamu harus pulang malam kalau lagi lembur, gak ada yang jemput. Sedih Mama Wen lihatnya." Weni menggigit bibir mendengar curahan hati sang Mama. Namun, dengan berat hati ia harus mengatakan kejujuran dan membuat semangat Mama patah. "Tapi Weni sama Mas Bayu gak pacaran, Ma.” Weni menunduk, tidak kuasa menyaksikan Mamanya yang terdiam selama beberapa detik. "Ya sudah kalau tidak pacaran tidak apa-apa." Weni bernapas lega tak mendengar nada kecewa dari orang yang paling disayanginya. Ia mendongak dan tersenyum. "Tapi Bayu belum punya pacar, kan? Kamu bisa tuh dekati dia. Bayu itu orangnya baik, ramah, kerjaannya bagus, sudah dewasa dan tanggung jawab lagi, sayang kalau dilewati calon potensial seperti itu. Lelaki kayak Bayu sekarang ini langka Wen, kamu jangan sampai kelewatan yang udah ada di depan mata.” Weni menepuk dahi, menyerah ia meminta Mama keluar agar bisa bersiap-siap dengan cepat.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.7K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.6K
bc

My Secret Little Wife

read
93.7K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook