bc

Pernikahan Sementara

book_age16+
23.8K
FOLLOW
214.5K
READ
love-triangle
contract marriage
escape while being pregnant
second chance
goodgirl
independent
drama
bxg
female lead
betrayal
like
intro-logo
Blurb

Valdo tidak mengira jika pertemuannya lagi dengan mantan istrinya akan membawa banyak pengaruh kepada dirinya. Wajah Qiana terus muncul dalam kepala Valdo. Melihat jika sekarang mantan istrinya lebih cantik atau memang sudah cantik sejak dulu tapi dia yang buta? Rasanya seperti dia sedang mendapatkan karma atas apa yang telah dia lakukan kepada Qiana. Qiana benar-benar berhasil memenuhi setiap sudut otak dan hatinya.

Selain penampilan, satu hal paling besar yang mengganggu pikirannya, yaitu anak laki-laki yang bersama dengan Qiana. Anak siapa itu? Apakah anak Qiana? Tapi dengan siapa? Apakah Qiana sudah menikah lagi? Atau jangan-jangan…?

Cover by Canva

chap-preview
Free preview
Satu: Qiana dan Valdo
Qiana menghela napas kasar, rasa lelah sudah tidak bisa dia hiraukan lagi. Kalau tidak ingat sang ibu di kampung, mungkin dia akan sering membolos. Tapi mengingat ada beban yang harus dia tanggung, rasanya itu hanya sebuah mimpi yang tidak akan pernah menjadi nyata. Audio di busway terdengar, memberitahu pemberhentian selanjutnya. Qiana segera bersiap, mendekat ke arah pintu busway. "kakak mau turun?" tanya petugas busway. Qiana mengangguk "iya" jawabnya. Busway berhenti, pintu terbuka dan Qiana turun, beberapa orang di belakangnya juga ikut turun. Langkahnya terus melaju meninggalkan halte busway menuju kosan. Setiap hari, dia harus menempuh waktu satu jam menggunakan busway untuk bekerja atau pulang. Bukan karena dia terlalu memiliki banyak waktu, tapi harga kosan jauh lebih murah. Tidak apa jauh dan capek, yang penting lebih murah. Ongkos juga tidak mahal, karena Qiana menggunakan busway.  Melewati gang yang cukup sepi, Qiana terus berdoa, meminta keselamatan. Hingga akhirnya dia bisa menghela napas lega saat sudah melewati keramaian.  "baru pulang?" tanya Ibu Susi, salah satu tetangga kos Qiana.  "iya bu" jawab Qiana.  Qiana merogoh tasnya, mengambil kunci lalu membuka kuncinya. "masuk dulu bu" sapa Qiana. "iya neng, selamat istirahat" sahut Bu Susi. Qiana mengangguk sambil tersenyum. Dia masuk kedalam kosan. Tidak ada kamar mewah dengan berbagai fasilitas. Hanya sebuah kamar dengan kasur busa di lantai. Lemari berukuran sedang dan meja kecil juga beberapa peralatan memasak. Beruntung kamar mandi ada didalam kamar dan tidak menyatu dengan yang lain. Ruang tidur dan tempat masak menyatu tanpa sekat. Meletakkan tasnya di kasur, Qiana langsung meraih handuk dan pergi mandi. Dia belum makan malam, tapi tidak merasakan lapar. Baguslah, bisa hemat. Pikir Qiana. Selesai mandi Qiana langsung merebahkan tubuhnya di kasur. Tangannya merogoh tas dan mengeluarkan ponsel. Ada satu panggilan tidak terjawab dari ibunya. Ibunya menghubungi saat Qiana sedang mandi. Tanpa menunggu lama, Qiana kembali menghubungi sang ibu. "assalamualaikum ibu" "waalaikumsalam, neng. Udah bobo?" "belum bu. Tadi ibu telepon, neng lagi mandi" "neng baru pulang?" "iya bu. Baru pulang terus langsung mandi" "udah makan?" "belum bu, gak laper" "makan atuh neng, nanti sakit" "iya bu. Oh iya, kenapa ibu tadi telepon? ibu sehat kan?" "sehat neng. Ini, ibu cuma mau bilang kalau tadi ada yang nawarin mau beli sawah" "beli sawah? ibu mau jual sawah?!" nada suara Qiana tanpa sadar meninggi. "baru rencana neng" Qiana menarik napas dalam lalu perlahan mengembuskannya "bu, jangan di jual" "atuh gimana neng? bentar lagi harus bayar hutang, mau sampai kapan gini terus? gak beres-beres neng. Ibu capek, ibu gak mau ngerepotin terus" Rasa sesak kembali menghantam hati Qiana "bu, dengerin neng. Sawahnya jangan di jual, buat bayar hutang bulan ini, neng udah ada. Neng sama sekali gak ngerasa di repotin. Udah kewajiban neng buat bantu ibu" Qiana mendengar isak tangis di sebrang telepon, ibunya tengah menangis dan dia juga tidak bisa membendung tangisnya. Rasanya hampir lelah saat setiap hari bertanya kepada Tuhan, kapan dia dan ibunya bisa bahagia. "neng, maaf" "jangan minta maaf bu. Ibu gak salah. Ayah yang salah. Pokoknya ibu jangan jual sawah, ibu percaya sama neng ya" "iya, ibu akan selalu percaya" "sekarang ibu istirahat, jangan lupa kunci pintu. Besok neng transfer uang buat bayar hutang sama buat ibu jajan" "buat ibumah gak usah neng. Neng pake aja buat keperluan neng sendiri" "engga ibu, buat neng udah ada jatahnya juga kok. Udah ya, neng tutup" "iya. Makasih ya neng. Assalamualaikum" "waalaikumsalam" Meletakkan ponsel di samping bantal, Qiana kembali menangis, rasa kesal ingin dia sampaikan kepada sang ayah yang entah ada dimana. Sosok yang dengan teganya memberikan kesulitan tiada akhir kepada dia dan ibunya.  Jika orang bilang ayah adalah cinta pertama anak perempuannya, hal itu tidak berlaku bagi Qiana. Bagaimana Qiana bisa jatuh cinta kepada sosok yang pergi begitu saja meninggalkan dia dan ibunya dengan hutang yang begitu banyak. Hutang yang selalu mencekik dia dan ibunya. Hutang yang selalu membuat hidupnya tidak tenang dan hutang yang membuat dia tidak bisa merasakan kebahagiaan. Tubuhnya remuk karena lelah, sedangkan gaji yang pas-pasan harus dia sisihkan untuk membayar hutang. Rasanya masih bisa makan pun sudah sangat bersyukur. *** Mulut Valdo mengeluarkan senandung kecil, dia tengah bahagia. Restorannya bulan ini mendapatkan keuntungan yang lumayan besar. Tapi bukan hanya soal restoran yang membuat dia senang. Tapi sosok sang pacar, Bunga. Pertemuan dengan Bunga selalu membuat dia bahagia. Rasanya seperti Bunga adalah obat terbaik untuknya. "seneng banget Do?" Valdo menghentikan langkah kakinya di undakan tangga ke tiga. Dia membalikan tubuh dan menatap sang ibu sambil mengulum senyum. "iya dong Bu" jawab Valdo lalu tersenyum lebar. "bagi-bagi dong kalau senang tuh" Valdo tertawa, "nanti Valdo bagi. Sekarang Valdo mau tidur dulu" sahutnya lalu mengedipkan sebelah mata kepada sang ibu dan lanjut melangkah menuju kamarnya di lantai dua. Ada beberapa hal yang selalu menjadi sumber kebahagiaan dan kesedihan untuk setiap manusia. Kalau bukan uang, tentu perihal cinta. Dua hal itu yang kadang bisa membuat manusia bahagia sampai rasanya terbang tinggi tapi bisa menjadi hal yang membuatnya terlepar ke dasar jurang paling dalam. Menyakitkan. Dan kedua hal itu kini tengah membuat Valdo terbang begitu tinggi. Bisnis lancar dan percintaan juga lancar. Rasanya dia ingin segera mengajak Bunga untuk ke jenjang lebih serius. Sudah cukup lama dia berpacaran dengan Bunga, memilih restoran atau usahanya sebagai prioritas. Kini semua sudah stabil, dia akan siap mengubah prioritas utamanya menjadi Bunga. Baru saja akan mendaratkan tubuhnya di kasur, ponsel dalam saku celananya berdering. Valdo rogoh kantung celananya dan mengambil ponsel tersebut. "halo Ga" sapa Valdo langsung setelah mengangkat panggilan dari sahabatnya, Ega. "Do, lo dimana?" "di rumah. Kenapa?" "lo ke hotel Sultan sekarang" "ngapain? gue capek, mau istirahat" tolak Valdo langsung. "lo kesini sekarang! ada yang harus gue pelihatkan ke lo. Cepet!" Valdo berdecak, kalau Ega bukan sahabat baiknya, Valdo benar-benar akan mengabaikan permintaannya.  "yaudah, gue kesana" putus Valdo, terpaksa. "cepet!" "iya bawel!" kesal Valdo lalu menutup sambungan telepon dengan Ega. Terpaksa dia harus ke tempat yang Ega maksud. Awas saja jika tidak ada yang penting, ingatkan Valdo untuk membawar semua koleksi boxer boboboy milik Ega.  *** Ega yang sudah menunggu di lobi hotel langsung menarik tangan Valdo memasuki lift.  "woy! selow dong! ngapain sih?!" protes Valdo sambil menghempaskan tangan Ega. Ditatapnya sekitar, beberapa orang tengah melihat ke arah mereka. Sial, jangan-jangan mereka mikir jika dia dan Ega adalah pasangan gay yang sudah tidak sabar masuk kamar.  "kita harus cepet!"  "sebenernya ada apas sih Ga?" Valdo benar-benar penasaran. "gue gak mau jelasin apapun dulu, biar lo sendiri yang liat dengan mata kepala lo" Kening Valdo mengkerut "jangan bikin gue penasaran begini!" protesnya. "engga. Lo akan langsung tahu kok" Pintu lift terbuka. Lagi, Ega menarik Valdo agar berajalan lebih cepat. "gue bisa jalan sendiri Ga!" protes Valdo. Ega berhenti di depan pintu sebuah kamar, Valdo hanya bisa menatap bingung sahabatnya.  "kita mau ngapain?" tanya Valdo saat Ega menekan bel. "ngasih tahu lo tentang kebenaran" jawab Ega. Belum sempat Valdo bersuara lagi, pintu kamar terbuka. Sosok yang sangat Valdo kenal yang membukanya. Beridiri di hadapannya menggunakan bathrobe. "Bunga?" ucap Valdo pean, terkejut dan seolah tidak percaya. Ega langsung menarik Valdo melangkah masuk sebelum Bunga sempat protes. Wanita itu juga masa terkejutnya. "liat, ini kelakuan pacar lo" Ega menunjuk ke arah tempat tidur dengan dagunya.  Valdo diam, menatap kesekeliling kamar. Baju milik Bunga tergeletak begitu saja. Belum lagi seorang laki-laki yang tengah duduk diatas tempat tidur dan hanya menggunakan bathrobe, sama seperti yang Bunga kenakan tengah memainkan ponsel yang menatap Ega dan Valdo dengan bingung dan juga beberapa bungkus k****m yang belum di buka bertebaran di atas kasur. "sayang" Bunga meraih tangan Valdo. Valdo langsung menatap sendu Bunga. Baru tadi mereka bertemu dan membuat Valdo begitu bahagia tapi tidak butuh lama Valdo merasakan hatinya patah. Dihempas begitu keras sampai tidak tahu lagi harus marah seperti apa. Rasa kecewa meremukkan hatinya. "Kita selesai" ucap Valdo lirih lalu berjalan keluar.  Dia tidak butuh penjelasan. Penjelasan yang hanya akan berisi sanggahan dan kebohongan. Dia bukan anak kecil yang tidak mengerti dengan apa yang akan mereka lakukan. Dia jelas sangat-sangat mengerti. Berada di kamar hotel, baju yang sudah terlepas dan k****m, dia tahu apa yang selanjutnya akan terjadi. Dia juga pernah melakukan hal itu bersama Bunga. "Do!" teriak Ega, mengejar Valdo. "gue butuh sendiri" Valdo memasuki lift yang sudah terbuka. "gak! lo gak boleh nyetir dengan kondisi lo begini" Ega ikut masuk bersama Valdo. "Ga, please" "gue setirin lo!"  Valdo menghela napas kasar, berdebat dengan Ega adalah suatu hal yang sia-sia, dia akan selalu kalah. Terpaksa dia memberikan kunci mobil miliknya kepada Ega.  Ega meraih kunci dari tangan Valdo. Saat lift sudah membawa mereka ke lantai bawah, mereka berjalan keluar hotel dan menuju mobil untuk segera pergi dari hotel tersebut. "gue mau minum" ucap Valdo. "oke" Ega membawa mobil ke arah tujuan sesuai permintaan Valdo. "sejak kapan?" tanya Valdo tiba-tiba. Ega menghela napas "dua bulan yang lalu" jawabnya. "dan lo baru tunjukin itu ke gue hari ini? sialan!" kesal Valdo sambil meninju dashboard. "gue gak mau kasih tahu lo tanpa bukti. Sampe mulut gue berbusa ceritain, lo pasti gak akan percaya kalau gue gak sekalian kasih bukti" jelas Ega santai. Valdo diam, ucapan Ega benar. Selama ini dia memang sangat mempercayai Bunga. Sosok yang bergitu dia cintai. Jika Ega berbicara tanpa bukti, Valdo yakin jika dirinya tidak akan percaya dan malah balik berpikir buruk kepada Ega.  "gimana bro, rasanya kaya dunia runtuh atau kaya jadi Iron man?" ledek Ega. Matanya tetap fokus menatap jalanan. "asem lo!" Valdo langsung meninju lengan Ega. Sepertinya Ega tengah meledeknya, balas dendam karena dulu saat Ega patah hati, Valdo juga meledeknya.  "sama seperti yang dulu lo bilang ke gue. Jangan galau, cewek bukan cuma dia doang"  "dan ngomong emang hal paling gampang!" "betul! sekarang lo tahu rasanya, lo ada di posisi gue dulu dan sebaliknya. Ngomong  dan nasihatin orang emang hal paling gampang dan ngilangin rasa sakit di hati adalah hal paling sulit. Orang lain bisa dengan mudah bilang, lupain aja, cewek bukan dia doang. Tapi yang ngerasain? setengah mati nahan sakit hati sampe kadang terancam gagal move on hanya harena pesan hai dari mantan" "jadi lo juga dulu ngerasain sakit?" "sama kaya yang lo rasain sekarang. Di khianati sama oran yang kita cinta dan percayai gak ada yang enak. Sakit! sampe lama banget sembuhnya" jawab Ega. Tidak berbeda dengan sahabatnya, Ega juga memergoki pacarnya selingkuh. Empat tahu menjalin hubungan harus kandas begitu saja. Bahkan setelah dua tahun berlalu, sang mantan kini masih menghubunginya meskipun tidak pernah Ega respon. Baginya, sang mantan hanya sepenggal kisah lama yang cukup untuk dikenang, bukan untuk di rangkul kembali. Perselingkuhan, kasta terendah dalam sebuah hubungan.  "tapi satu hal yang perlu lo tahu. Dalam hubungan, gak ada yang namanya sosok sempurna. Keduanya punya kekurangan masing-masing, kalian jalan bersama dan gak bisa kesalahan di beratkan ke satu orang aja. Cepat atau lambat Bunga pasti akan nemuin lo, menjabarkan pembelaan dia yang pastinya akan menyudutkan lo, gue gak mau lo kemakan omongan dia dan akhinya menyalahkan diri lo sendiri. Mikir kalau Bunga kaya gitu karena lo yang kurang ini dan itu. Selingkuh itu dilakukan dengan sadar bro! kalau dia mau sama yang lain, seharusnya dia selesaikan dulu hubungan sama lo. Ngerti?" lanjut Ega. "udah ceramah lo?"  Kali ini Ega yang melayangkan tinjuan di lengan Valdo "asem lo! sue!"     ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.1K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.3K
bc

My Secret Little Wife

read
92.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook