bc

JODOH TAK TERDUGA

book_age18+
38.9K
FOLLOW
420.0K
READ
drama
sweet
serious
spiritual
like
intro-logo
Blurb

Aqila Jayanti, gadis cantik asal desa mengikuti bibinya untuk bekerja di kota setelah bapak kandungnya meninggal dunia hingga membuatnya menjadi yatim piatu. Tujuan Aqila tentu saja untuk mencari nafkah untuk dirinya, namun kejadian di mana anak majikannya batal menikah karena calon istrinya hamil dengan laki-laki lain membuat Aqila mendapatkan permohonan dari Ibunda Gibran Al Thariq agar bisa menggantikan posisi pengantin untuk Gibran.

Aqila tentu saja menolak karena memang ia tidak mengenal bahkan tidak pernah bertemu dengan anak majikannya. Namun, orang-orang di sekitarnya mulai memohon atas ibunda Gibran agar mau menuruti keinginan wanita baik itu.

Dua karakter berbeda disatukan dalam sebuah hubungan suci di mana sang wanita yang taat terhadap Tuhan-Nya sementara sang pria bahkan tidak pernah mengingat akan Tuhan-nya.

chap-preview
Free preview
Episode 1: Aqila Jayanti
Aqila menangis tersedu di depan makam sang ayahanda yang baru saja ditutup oleh beberapa orang kerabatnya. Ayah kandung Aqila yakni, Yono Suprono meninggal dikarenakan sudah sering sakit-sakitan. Hal tersebut membuat Aqila yang memang sudah lama ditinggal sang ibunda menghadap sang khalik, kembali ditinggalkan oleh sang ayah tercinta dan membuatnya menjadi yatim piatu di usianya yang masih sangat muda. Aqila sendiri baru saja berusia 20 tahun dan hanya mengenyam pendidikan sampai batas SMA saja dikarenakan ketidakmampuan dalam biaya untuk melanjutkan ke perguruan yang lebih tinggi. "Jangan kamu tangisi, ayahmu itu, Nduk. Beliau enggak akan tenang kalau kamu terus menangisinya." Bu Mirna berjongkok di sebelah Aqila sambil mengusap pundak keponakannya. "Kamu harus banyak berdoa supaya segala dosa ayahmu diampuni Allah subhanahu wa ta'ala. Kalau kamu terus menangis, ayahmu akan tersiksa," jelas bu Mirna pada Aqila. Gadis yang sejak tadi menundukkan kepalanya sambil menangis akhirnya mendongakkan kepala dan terlihat wajah putih mulus bersih dari gadis 20 tahun tersebut. Meskipun tidak menggunakan make up, memang kecantikan Aqila tidak bisa menipu mata siapa pun. "Astagfirullah, Bibi. Maaf, aku terlalu hanyut dalam kesedihan," ucap Aqila meminta maaf. Gadis itu segera menghapus air matanya dan mulai berdoa untuk sang ayah dengan tulus. Sementara Mirna sendiri ikut mendoakan sang kakak yang sudah lebih dulu menghadap sang khalik. Mirna sendiri tidak pernah menyangka jika usia kakaknya tidak lama berada di dunia ini. Mirna dan suaminya langsung bergegas ke desa setelah mendapatkan berita jika Yono meninggal dunia. Andai saja ia tahu jika kakaknya sering sakit-sakitan, mungkin Mirna yang akan membantu Aqila merawatnya. "Hari sudah sore. Ayo, kita pulang dulu ke rumah," ajak Mardi--suami Mirna-- pada istri dan keponakannya. Mirna membantu Aqila berdiri kemudian mereka berlalu meninggalkan pemakaman menggunakan motor yang dibawa dari rumah. Sesampainya di sebuah rumah sederhana dengan dinding bata, ketiganya melangkah masuk dan melihat banyak sanak saudara yang masih berada di rumah Yono. Beberapa membantu merapikan rumah dan memasak untuk makan. "Qila, kamu istirahat dulu di kamar. Biar yang lain paman dan bibi yang bantu urus," ucap Mardi pada Aqila. "Terima kasih, Paman, bibi." Aqila mencoba tersenyum kemudian pamit pada kedua paman dan bibinya untuk masuk ke dalam kamar. Sesampainya di kamar, Aqila bukannya beristirahat, gadis bertubuh kecil itu justru mengganti pakaiannya dengan pakaian bersih, kemudian mengambil wudhu dan melakukan salat asar yang merupakan kewajibannya sebagai umat muslim. Masalah memang sering menerpa. Apalagi saat ini Aqila sedang diuji dengan dipanggilnya sang ayah pada sang pencipta. Namun, tidak akan membuat Aqila lupa kewajibannya sebagai muslim. Usai salat Ashar dan berdoa untuk sang ayah, Aqila segera keluar dan membantu para kerabat untuk merapikan rumahnya. "Kamu bukannya istirahat, Aqila. Kamu pasti kelelahan," ucap mbok Ningsih pada Aqila. Mbok Ningsih juga merupakan tetangga dekat Aqila yang sering membantu mereka jika dalam keadaan sulit. "Enggak apa-apa, Mbok. Kalau di kamar sendirian, nanti kepikiran dan sedih lagi." Aqila mencoba tersenyum sambil merapikan gelas ke dalam lemari milik almarhumah ibunya. "Yo wes kalau beres-beres bisa membantumu mengurangi kesedihan, Yo enggak apa-apa." Mbok Ningsih tersenyum membalas tatapan Aqila. Andai saja mbok Ningsih masih memiliki anak yang masih seusia dengan Aqila, mungkin saja ia akan menjodohkan Aqila dengan anaknya. Aqila adalah gadis yang baik dan penurut. Mbok Ningsih sendiri merasa calon suami masa depan Aqila adalah laki-laki beruntung yang bisa mendapatkan gadis paket komplit seperti Aqila. Sudah cantik, baik, ramah, sopan, dan juga anak soleha yang taat beragama. Malam ini Mardi dan Mirna sedang berada di ruang keluarga bersama dengan Aqila dan putra tunggal Mirna yang bernama Miko. Miko saat ini baru berusia 14 tahun dan berbeda 6 tahun dengan usia Aqila. Saat ini Mirna dan Mardi tengah membujuk Aqila agar ikut dengan mereka ke kota dan bekerja di sana. Mirna tidak bisa meninggalkan Aqila sendiri di desa ini. Meskipun di desa tempat mereka tinggal saat ini adalah tempat yang aman dan nyaman, namun Mirna dan Mardi tidak bisa meninggalkan Aqila sendiri di sini apalagi dia adalah seorang perempuan. "Tapi aku enggak tahu mau kerja apa, Paman, Bibi. Aku di sini cuma kerja sebagai guru ngaji untuk anak-anak, les, dan menjaga toko." Aqila menatap Mirna dan Mardi dengan tatapan gelisah. Pasalnya di kota tidak seperti di desa yang kehidupannya tenang dan nyaman. Apalagi Aqila sering mendengar beberapa orang bercerita jika hidup di kota sangat keras dan kejam. "Kamu kerja bareng bibi. Kebetulan, bibi ini bekerja sebagai asisten rumah tangga. Majikan ibu perlu satu asisten rumah tangga buat bantu beliau memasak kue jualan." Mirna mengusap punggung Aqila. "Kamu tenang saja, majikan Bibi orang baik kok. Kalau beliau enggak baik, enggak mungkin bibi bekerja selama bertahun-tahun sama beliau." Aqila menatap bibinya mencoba mencari tahu kebenaran atas ucapan sang bibi. Setelah berpikir sejenak, Aqila akhirnya memilih menganggukan kepala sebagai respon atas ajakan bibi dan pamannya. Aqila sudah hidup sebatang kara. Hanya ada Mirna dan Mardi sebagai kerabat terdekat yang dimiliki olehnya. "Ya sudah kalau begitu, setelah tujuh hari bapakmu, kita bisa langsung kembali ke kota. Rumah ini biarkan saja. Nanti, kita bisa minta tolong tetangga sekitar untuk membersihkannya sesekali." Mardi menghela napas lega karena Aqila mau ikut dengan mereka. Mardi sendiri sudah menganggap Aqila seperti putrinya sendiri. Setelah berbincang sejenak dengan Mirna dan Mardi, Aqila kembali ke kamarnya. Gadis itu menatap bingkai foto yang terdapat gambar ayah dan ibunya saat mereka menikah dulu. Aqila mengelusnya dengan senyum manis menatap siluet kedua orang tuanya dengan mata berkaca-kaca. "Bu, Pak, kalian pasti lagi bahagia di sana karena sudah di pertemukan di alam yang kekal. Aku disini berdoa, semoga kalian bersatu kembali dan akan terus mendoakan yang terbaik untuk kalian," ucap Aqila pelan. "Aku mau pamit buat meninggalkan rumah ini. Soalnya mau ikut paman dan bibi ke kota." "Aku minta restu dan ridhonya. Semoga aja enggak akan terjadi hal yang aneh padaku," katanya lagi. Aqila kemudian meletakkan bingkai foto di atas meja yang terdapat di samping tempat tidur. Gadis itu kemudian merebahkan tubuhnya dan menarik selimut hingga menutup setengah pinggangnya. Sebelum memejamkan matanya, Aqila sempat membaca doa sebelum tidur. Baru setelah itu ia mulai terlelap dan mulai hanyut ke alam mimpi tanpa menyadari jika takdir sudah menunggunya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
201.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
9.3K
bc

My Secret Little Wife

read
84.6K
bc

Tentang Cinta Kita

read
186.5K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.0K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
12.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook