bc

LOST IN MACAU

book_age16+
1.8K
FOLLOW
97.9K
READ
billionaire
contract marriage
one-night stand
love after marriage
arrogant
goodgirl
drama
bxg
icy
city
like
intro-logo
Blurb

PLEASE FOLLOW FOR UPDATED STORY

Aku dijebak oleh ayahku sendiri hingga kehilangan arah di Macau, surga bagi pecinta kenikmatan dunia dan gemerlapnya. Kemudian aku terjerat dalam genggaman pria yang dikenal dengan "King of Gambling" hingga sulit terlepas. Meski di awal begitu dingin dan sangat keras, namun akhirnya ia memberiku begitu banyak cinta. Aku hanya kehilangan arah, tapi bukan kehilangan cinta.

-Xaviera Zhou-

chap-preview
Free preview
LOST IN MACAU.01
LIM.01 - BEKERJA UNTUK BERTAHAN HIDUP Xaviera Zhou     Aku berjalan dengan bergegas di dalam kamar sambil memasangkan kancing baju seragam kerja yang telah terpasang di tubuhku. Setelah itu aku mengemasi semua keperluanku dan memasukkan beberapa helai baju ke dalam tas yang ada di atas meja. Tidak lupa aku juga memasukan bekal untuk makan siangku nanti ke dalam tas, berharap hari ini tidak akan ada uang keluar tak terduga seperti hari-hari sebelumnya.       “Ayah, aku berangkat kerja dulu.” Aku keluar dari kamar sembari berkata pada ayahku yang sendang terkapar di atas sofa yang sudah reyot di ruang tengah rumah.       Beliau baru saja pulang pagi ini dan langsung tidur di atas sofa tanpa berbicara sepatah kata padaku. Setiap hari ayah akan pulang pada pagi hari dan akan tidur di sofa itu tanpa mempedulikanku. Aku tidak tahu kemana ayah setiap harinya dan bergaul dengan siapa saja. Setelah beliau dipecat bekerja beberapa tahun lalu karena hutangnya pada pemilik toko tempatnya bekerja, beliau tidak lagi mencari pekerjaan. Beliau hanya mementingkan diri sendiri dengan pergi siang dan akan pulang pada subuh hari. Dan bahkan tidak pulang beberapa hari.       Begitulah kegiatannya setiap hari. Beliau tidak pernah memperhatikanku sebagai anaknya setelah kepergian ibu saat aku masih kecil. Saat aku masih kecil, ayah dan ibu sering bertengkar hanya karena sikap tidak bertanggung jawabnya ayah pada keluarga. Hingga akhirnya lima belas tahun lalu saat aku masih berumur enam tahun, ibu pergi tak tahu kemana dan meninggalkanku bersama ayah.       Itulah awal dari perjalanan hidupku yang berlika-liku. Ayah menyekolahkanku tapi sedikitpun tidak memperhatikanku. Beliau sibuk dengan dirinya sendiri dan tidak mengurusku. Untung saja aku memiliki tetangga yang sangat baik. Beliau adalah Bibi Fang Er, saudara jauh ibuku yang selalu memperhatikanku dari kecil hingga dewasa ini. Beliau yang lebih sering mengurusku dan memberiku makan saat ayah tidak pulang ke rumah. Beliau juga yang selalu menyemangatiku dan mendidikku menjadi anak yang tetap menghormati orang tua meski ayahku tidak mempeduliakanku. Dan ketidak pedulian ayah yang membuatku harus menjadi seorang gadis yang harus dewasa sebelum waktunya dan mandiri.       Ayahku tidak menjawab ucapanku. Ia tetap saja tidur pulas dengan posisi tak beraturan di atas sofa. Sofa yang sudah tua dan sudah lapuk membuatnya selalu berbunyi saat yang duduk atau tidur di atasnya berbunyi. Dan hal itu membuatku cemas kalau saja ayah akan terjatuh jika ayah terlalu banyak bergerak. Aku melangkah menghampiri ayah yang hampir saja terjatuh dari sofa. Kemudian mendorong tubuh ayah ke tengah sofa sembari berkata, “Ayah, geser sedikit, kalau begini ayah bisa terjatuh.”       “Hmmmmm…” Ayah menggeliat seolah tidak ingin tidurnya terganggu.       Setelah memperbaiki posisi tidur ayah, aku membalikkan tubuh hendak keluar rumah. Namun saat aku baru saja melangkah, tiba-tiba ayah bersuara dengan mata terpejam, “Putriku, jangan lupa tinggalkan uang untukku sebelum kamu pergi bekerja.”       “Ayah, sekarang akhir bulan dan aku belum gajian. Uangku tidak ada lagi, karena kemarin baru saja membayar hutang pada makan ayah selama sebulan pada bibi penjual makanan yang ada di depan gang rumah.” Aku menjawab tanpa memalingkan wajahku.       Ayah tidak lagi berbicara dan melanjutkan tidurnya. Aku yang masih berdiri di tengah ruangan menghela nafas panjang dan membuangnya dengan kasar. Aku tidak tahu apa yang dilakukan ayah setiap harinya di luar sana. Beliau selalu pulang dengan keadaan kusut tanpa membawa uang dan selalu meminta uang padaku saat ia tidak memiliki uang lagi.        Aku menghirup udara segar di pagi hari sembari mendongakkan kepala menatap langit biru dengan sedikit awan. Dengan berpakaian seragam kerja lengkap, aku melangkahkan kaki keluar rumah berharap hari ini lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Hawa musim dingin yang sudah mulai menghampiri menerpa tubuhku membuatku harus memakai jaket saat keluar rumah.       “Viera…apa kamu akan berangkat bekerja?” Bibi Fang Er yang sedang menyiram tanaman di halaman rumahnya menyapaku dengan senyum hangat.       “Ya, Bi.”       “Apa kamu sudah sarapan? Kalau belum, ayo sarapan dulu di dalam.”       Aku tersenyum pada Bibi Fang Er sembari berkata, “Tidak usah Bi, terima kasih. Aku harus segera pergi bekerja. Kalau tidak bus akan semakin penuh oleh orang-orang yang hendak berangkat kerja.”       “Apa nanti malam kamu juga akan bekerja di Dreamy Club?”       “Ya, Bi. Sepulang dari pabrik aku langsung kesana. Kalau tidak aku bisa terlambat.”       “Sayang, cobalah cari pekerjaan lain selain di club malam itu. Tidak baik gadis sepertimu harus pulang setiap dini hari. Kamu bekerja terlalu keras, siang di pabrik dan malam di club malam. Atau cari pekerjaan yang lebih menjanjikan daripada pekerjaanmu yang sekarang.”       “Tidak Bi. Aku harus mencari pekerjaan kemana lagi? Aku hanya tamatan sekolah menengah atas, jadi akan sulit bagiku untuk mencari pekerjaan lain. Lagi pula gaji di pabrik dan juga di club cukup untuk memenuhi semua kebutuhanku bersama ayah. Sisanya masih bisa untuk membayar kontrak rumah. Jika aku tidak bekerja paruh waktu, itu tidak akan cukup untuk memenuhi segala kebutuhanku.”       “Kamu benar-benar anak yang baik, Viera. Baiklah kalau begitu, ayo cepat pergi bekerja nanti kamu bisa terlambat. Biar nanti malam Lee Zhang yang menjemputmu pulang bekerja dari Dreamy Club.” Bibi Fang Er yang masih menyiram tanaman kembali tersenyum padaku.       “Apa Kakak Lee Zhang pulang, Bi? Apa ia tidak kuliah?”       “Dua minggu lalu ia baru saja wisuda. Dan beberapa hari lalu ia baru saja mendapatkan pekerjaan. Jadi ia akan pulang untuk beberapa hari sebelum ia mulai bekerja.”       “Wah…syukurlah jika Kak Lee Zhang dengan cepat mendapatkan pekerjaan. Aku sudah lama tidak bertemu dengannya.”       “Iya, nanti Bibi akan memintanya untuk menjemputmu. Sekarang ayo cepat pergi, nanti kamu bisa ketinggalan bus.”       “Baiklah, Bi. Aku pergi dulu. Sampai jumpa.” Aku melambaikan tangan pada Bibi Fang Er yang berdiri tidak jauh dariku.       Aku melangkahkan kaki dengan cepat menapaki gang kecil menuju jalan besar yang tidak jauh dari rumahku. Di ujung gang rumah, terdapat jalan besar dengan beberapa ruas jalan yang sangat sibuk. Aku terus berjalan menyusuri trotoar yang ada di pinggir jalan, hingga akhirnya berhenti di tempat perhentian bus. Tidak perlu menunggu lama, bus menuju tempatku bekerja pun berhenti di hadapanku. Aku menaiki bus itu dengan hati-hati, karena padatnya penumpang di pagi hari membuatku merasa sangat sesak. Bus yang aku tumpangi di penuhi orang-orang yang hendak pergi bekerja dan juga para pelajar yang hendak ke sekolah. Inilah yang selalu aku lalui setiap harinya, enam hari dalam satu minggu kecuali hari Minggu.         Setiap harinya jalanan berliku di kota Guangzhou selalu dipadati oleh orang-orang dan juga kendaraan yang berlalu lalang. Namun gedung pencakar langit, taman dan juga jalan raya lebih mendominasi kota ini. Kota besar yang maju dan minim polusi ini tetap terlihat asri meski memiliki penduduk yang cukup padat. Mobil pribadi  tidak terlalu banyak terlihat pada hari Senin hingga Jum’at. Hanya akhir pekan atau hari libur kendaraan pribadi banyak yang melintas dijalanan. Karena lebarnya jalanan di kota Guangzhou yang memiliki jalan layang hingga enam tingkat, membuat jalanan kota ini tidak pernah terlihat terlalu ramai.       Aku Xaviera Zhou, seorang buruh wanita yang bekerja di salah satu pabrik makanan di kota Guangzhou. Setiap paginya enam hari dalam seminggu aku akan selalu pergi bekerja dengan menaiki bus menuju pabrik tempat dimana aku bekerja.Sudah biasa bagiku berdiri dan berdesak-desakan dengan penumpang bus lainnya. Karena aku hanya orang bisa dan hidup sangat pas-pasan membuatku tidak memiliki uang untuk membeli kendaraan pribadi.       Jangankan membeli kendaraan pribadi atau kebutuhan sekunder dan tersier lainnya, untuk kotrak rumah saja aku harus bekerja paruh waktu di salah satu club malam terkenal di kota ini. Pantas saja Bibi Fang Er mengatakan bahwa aku bekerja terlalu keras. Karena setiap harinya sepulang dari pabrik pada sore hari, aku akan langsung pergi bekerja ke Dreamy Club sebagai waitress hingga dini hari. Dan kegiatan itulah yang harus aku lalui setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan hidupku bersama ayah. Karena bagiku, bekerja keras setiap hari bukan untuk mencari kekayaan, tapi aku bekerja hanya untuk bertahan hidup.       “Viera…kamu terlambat juga?” Meyna yang juga baru datang menghampiriku yang baru saja turun dari bus.       Aku mengangguk dan melihat ke arloji yang ada di tanganku, “Ya, kita terlambat lima menit.”       “Kalau begitu ayo kita segera masuk. Jika kita terlambat lebih dari setengah jam, bisa-bisa gaji kita akan di potong. Bulan depan banyak hal yang harusku bayar.” Meyna berkata dengan wajah mengeluh sambil menarik tanganku memasuki gerbang pabrik.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Living with sexy CEO

read
277.7K
bc

Crazy In Love "As Told By Nino"

read
280.6K
bc

Chain Of The Past ( Indonesia )

read
4.1M
bc

Married With My Childhood Friend

read
43.7K
bc

Loving The Pain

read
2.9M
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.2K
bc

DIA, SI PREMAN KAMPUSKU ( INDONESIA )

read
470.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook