bc

Perfect Secret

book_age16+
2.9K
FOLLOW
16.1K
READ
billionaire
possessive
age gap
arranged marriage
CEO
boss
student
comedy
twisted
realistic earth
like
intro-logo
Blurb

Hidup Kia berubah saat surat wasiat dari ayahnya selesai dibacakan. Di dalam surat itu, Kia terpaksa harus tinggal selama 4 tahun bersama Arfan, pria yang ditunjuk ayahnya sebagai walinya.

Kia yang menyukai kebebasan sangat membenci Arfan yang penuh akan peraturan. Sebisa mungkin dia akan membuat hidup Arfan bagaikan di neraka.

Apakah Kia bisa melakukannya? Atau justru Arfan yang akan meluluhkannya?

***

Viallynn

chap-preview
Free preview
Kehidupan Baru
Dengan mata yang bengkak, Kia menatap kertas di tangannya dengan napas yang tertahan. Sepulang dari pemakaman, tangisannya tak kunjung berhenti. Dia masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia alami, yaitu menghadiri pemakaman ayahnya, satu-satunya keluarga yang ia miliki. Sekarang Kia hanya sendiri, tidak ada yang menemani. "Ini apa, Pak?" tanya Kia pada Pak Harris, pengacara ayahnya. "Surat dari Ayah kamu, Kia." Tangis Kia kembali pecah. Kematian ayahnya benar-benar menjadi pukulan terberat dalam hidupnya. Dia merasa bersalah. Andai saja waktu bisa berputar tentu dia tidak akan pernah mengecewakan ayahnya. Dear, Azkia.. Anakku tersayang. Ayah harap kamu nggak lagi nangis sekarang. Kamu kuat, Sayang. Maaf Ayah nggak bisa temenin kamu lebih lama lagi. Tuhan ternyata sayang banget sama Ayah. Saat kamu baca surat ini, artinya Ayah udah tenang sama Ibu kamu, Nak. Kamu harus kuat ya, Ayah nggak akan biarin kamu sendirian. Arfan, kamu kenal Mas Arfan kan? Dia yang akan temenin kamu. Mas Arfan adalah wali kamu sekarang. Jangan nakal ya.. Ayah percaya sama Mas Arfan, jadi kamu juga harus percaya sama dia. Perlu kamu tau, Ayah sayang banget sama Kia. Kia menutup wajahnya saat air mata tak bisa berhenti mengalir. Dia belum siap untuk membaca surat ini. Dia membutuhkan waktu untuk mencerna semua yang telah terjadi. "Mbak Kia." Mbok Sum mengelus bahu Kia pelan. Berusaha untuk menenangkan tangisannya yang semakin menjadi. "Yang sabar, Mbak. Jangan sedih terus, nanti Bapak ikut sedih di atas sana." Ucapan itu membuat Kia menahan tangisnya dan kembali mengangkat wajahnya. Dengan kasar, dia mengusap wajahnya yang sudah basah karena air mata. Perlahan dia mulai menatap Pak Harris dan mengangguk pelan, meminta pria paruh baya itu untuk kembali meneruskan pembacaan surat wasiat. "Saya tau ini berat, tapi saya harus membacakan surat permintaan dari Ayah kamu, Kia." "Saya paham, Pak. Lanjutin aja." Pak Harris mengangguk dan kembali berbicara, "Di dalam surat itu, Ayah kamu mempercayai Arfan untuk jadi wali kamu." Mata Kia beralih pada pria yang duduk di depannya. Sedari tadi pria itu memilih untuk diam. Apa benar ayah meminta Arfan untuk menjadi walinya? Arfan begitu dingin dan Kia tidak yakin dengan keputusan ayahnya itu. "Untuk saat ini, Arfan yang akan gantiin Ayah kamu. Arfan yang akan urus perusahaan dan semua keperluan kamu." Kia menatap Pak Harris tidak percaya. Bagaimana bisa ayahnya mempercayai Arfan yang merupakan orang asing? Bukan hanya perusahaan, tapi ayahny juga mempercayai Arfan untuk menjaganya. Omong kosong dari mana itu? Kia memang mengenal Arfan, tapi tidak begitu dekat, bahkan tidak pernah berbicara. Pria itu sudah bekerja untuk ayahnya selama bertahun-tahun. Seperti yang Kia tahu, Arfan adalah wakil ayahnya di perusahaan. Kemudian sekarang ayahnya mempercayai Arfan untuk mengurus semuanya. "Kenapa harus Mas Arfan yang urus perusahaan? Anaknya itu saya, Pak." Kia bertanya tidak terima. "Saya udah tebak kamu pasti ngomong gini." Pak Harris tampak kembali membaca kertas di tangannya, "Di sini tertulis kalau Arfan akan gantiin Ayah kamu sampai kamu siap. Ketika kamu sudah lulus kuliah, semuanya akan kembali ke kamu, Kia." "Saya nggak mau!" ucap Kia keras. Dia tidak bisa hidup diatur seperti ini. Kia menatap Arfan tajam, berharap jika pria itu juga akan menolak permintaan konyol ayahnya. Pria itu masih diam. Arfan terlihat tidak ingin membantah. Pria itu memilih bungkam dengan pandangan yang kosong. "Mas Arfan hasut Ayah kan?!" tanya Kia kesal. Arfan meliriknya sebentar dan beralih pada Pak Haris, "Lanjutkan, Pak." Itu kata pertama yang ia ucapkan. "Saya tau ini berat, Kia. Saya yakin Ayah kamu punya alasan. Kamu belum lulus SMA, kamu perlu wali untuk mengawasi semunya," ucap Pak Haris. "Nggak lama lagi saya lulus," ucap Kia ketus. "Itu tidak mengubah permintaan Ayah kamu. Maaf saya nggak bisa bantu lebih." Kia kembali menatap Arfan tajam. Diamnya pria itu membuatnya muak. Dia mulai bertanya-tanya, apa yang sebenarnya Arfan pikirkan? Apa dia senang dengan keputusan ayahnya? Tentu saja! Wasiat ayahnya memang sangat menguntungkan Arfan. "Mas Arfan setuju?" tanya Kia pada akhirnya. Tanpa ragu pria itu mengangguk. Kia hanya bisa mengumpat dalam hati melihatnya. "Kenapa Mas Arfan setuju sama permintaan Ayah?" Kia masih tidak habis pikir. Untuk pertama kalinya Kia melihat Mas Arfan tersenyum, meskipun begitu tipis dan samar. "Nggak ada alasan untuk saya menolak, Kia." "Dasar mata duitan!" umpat Kia kesal. "Untuk selebihnya, kalian bisa rundingkan berdua." Pak Harris mulai bersiap untuk pergi. "Saya nggak harus tinggal sama Mas Arfan kan, Pak?" tanya Kia menahan tangan Pak Harris. "Semua tergantung Arfan, Kia. Dia wali kamu sekarang. Dia yang bertanggung jawab atas diri kamu mulai dari sekarang." Kia memejamkan matanya kesal. Jawaban Pak Harris tidak membuatnya tenang sama sekali. Demi apapun, dia tidak bisa hidup dengan orang asing. Kenapa ayahnya mempercayai Arfan? Meskipun tidak selamanya, tapi waktu empat tahun bukanlah waktu yang singkat. "Arfan, kamu bisa hubungi saya kalau ada apa-apa," ucap Pak Harris menjabat tangan Arfan. "Baik, Pak. Terima kasih banyak." Melihat pintu rumah yang sudah tertutup rapat, Kia jatuh terduduk dengan kepala yang berdenyut. Tak lama Mbok Sum datang dengan secangkir teh hangat. "Aku nggak mau kalau Mas Arfan tinggal di sini," ucap Kia pada Arfan. "Nggak masalah, kamu yang akan tinggal di rumah saya." Tangan Kia terkepal mendengar itu. "Aku nggak mau!" teriaknya. Arfan menatap Kia santai. Tanpa emosi tapi semakin membuat Kia kesal. "Jangan lupa kalau saya adalah wali kamu sekarang. Semua keperluan kamu, saya yang penuhi. Kalau kamu nggak terima, nggak masalah. Saya nggak perlu kasih fasilitas buat kamu," kata Arfan dan beralu pergi. "Kok ngatur?!" teriak Kia kesal. "Sabar, Mbak. Turutin aja ya, Mbok yakin permintaan Bapak nggak salah," ucap Mbok Sum. "Gimana mau sabar, Mbok? Belum apa-apa aja aku udah diancem. Gimana aku bisa betah hidup empat tahun sama dia?!" Kia menunduk dan menutup wajahnya, merasa kesal dengan apa yang sudah terjadi. Kepergian ayahnya sudah membuatnya sedih, jangan lagi ditambah dengan masalah ini. Kia yakin jika dia bisa hidup sendiri. Dia tidak butuh wali, apalagi wali seperti Arfan. Diamnya saja sudah membuat Kia emosi apalagi saat dia berbicara? Dan itu benar terjadi, saat berbicara pria itu jauh lebih menyebalkan. Kenapa ayah bisa bertahan selama bertahun-tahun dengan wakil direktur seperti Arfan? "Coba jalanin dulu, Mbak. Ada Mbok yang temenin Mbak Kia." Demi semua fasilitas, Kia akan menerima dan bersabar. Kita akan lihat, siapa yang akan menyesal karena memilih untuk hidup bersama? *** TBC

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.3K
bc

My Secret Little Wife

read
92.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.2K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook