bc

My Sexy Manager [BAHASA INDONESIA/ON GOING]

book_age18+
27.0K
FOLLOW
169.3K
READ
billionaire
BDSM
love-triangle
sex
one-night stand
CEO
drama
sweet
bxg
affair
like
intro-logo
Blurb

Penyakit anorgasmia (kesulitan untuk mencapai puncak kenikmatan) yang diidapnya tidak hanya membuat kehidupan ranjang Natasha Gauri berantakan, tapi juga mengacaukan relasinya dengan orang lain, terutama laki-laki. Merasa tidak bisa mendapat ‘kepuasan’ di atas ranjang, akhirnya dengan amat berat hati, Natasha terpaksa harus menceraikan suaminya, Kamil Helzinski.

Suatu hari, karena ingin mencoba suasana baru dan memulihkan hatinya pasca bercerai dengan Kamil, Natasha memutuskan untuk pindah ke luar kota. Di sana dia diterima bekerja di Enigma Softwares, raksasa perusahaan teknologi & informasi milik Berend Mahveen, yang mana manajernya adalah putranya sendiri, Adrian Mahveen.

Adrian yang memang sudah merasa tertarik dengan Natasha sejak awal pertemuannya, lalu mengajak Natasha menjalin hubungan yang lebih serius. Sebisa mungkin Adrian meyakinkan Natasha kalau dia akan jadi laki-laki terakhir yang mengisi hatinya. Natasha yang tadinya merasa enggan, lambat laun akhirnya luluh dan mau membuka hatinya kembali. Tidak ada yang Natasha tutupi dari seorang Adrian, termasuk soal penyakit anorgasmia-nya.

Namun suatu hari, terungkap juga kalau ternyata Adrian pun memiliki lima fetish (ketertarikan seksual) yang berbeda-beda. Natasha awalnya begitu terkejut, tapi hal ini pula yang membuatnya jadi semakin tertarik pada Adrian. Hubungan keduanya pun dilanda banyak cobaan, termasuk dari Monique Amaya dan kakaknya, Deniz Amaya, saudara tiri Adrian.

Akankah ketertarikan seksual Adrian yang unik ini menambah kemesraan hubungan percintaannya dengan Natasha? Akankah keduanya bertahan di tengah cobaan dan godaan yang datang silih berganti?

chap-preview
Free preview
Chapter 1 - Aku Belum Puas, Sayang
Tubuh Natasha Gauri basah bersimbah peluh. Nafasnya terengah-engah, seirama dengan nafas seorang laki-laki yang sedang ‘memasuki’ lubang kenikmatannya di bawah sana dengan tempo liar nan cepat. Laki-laki yang juga suaminya itu, Kamil Helsinzki namanya, mencapai puncak kenikmatannya lima belas menit usai dia ‘beradu tubuh’ dengan Natasha setelahnya. Mata Kamil terpejam erat. Tangan kirinya yang berotot itu meremas kasar spreinya yang berwarna merah maroon, selagi tangan kanannya meremas satu gundukan kembar milik Natasha dengan pelan. “Oh, f**k,” desah Kamil seraya mengeluarkan ‘benih cintanya’ yang menyembur bak lava gunung berapi. Tubuh Kamil lalu tumbang, jatuh ke dalam dekapan tubuh Natasha tak sampai lima detik kemudian. Untuk sesaat dia mengatur nafas serta detak jantungnya yang berdegup kencang, untuk kemudian menatap paras cantik istrinya kembali. Disingkirkannya beberapa helai rambut yang menutupi wajah Natasha sambil tersenyum. “Kamu puas?” tanya Natasha seraya memainkan jari telunjuknya di atas garis rahang Kamil yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Kamil hanya mengangguk, dengan senyum yang tidak luntur dari parasnya yang tampan. “Kamu?” tanyanya. Natasha hanya tersenyum tipis. Sebenarnya dia mau mengaku, tapi dia takut melukai perasaan suaminya. “Ada apa, Natasha?” tanya Kamil yang raut wajahnya berubah jadi lebih cemas. Dia terdiam sejenak sebelum kembali bicara, “Apa aku .. tidak memuaskanmu?” Namanya Natasha Gauri. Dia divonis dokter memiliki suatu kelainan—yang mana menurut Kamil sebenarnya bukanlah suatu perkara besar—bernama anorgasmia, alias kesulitan mencapai puncak kenikmatan. Kamil memang sudah mengetahui soal ini sejak lama, bahkan sebelum dia memutuskan untuk menikahi Natasha. Awalanya Natasha juga tidak mau mengaku. Dia merasa aneh sekaligus merasa bersalah, apalagi terkadang ‘mainan dewasanya’ lebih bisa membuatnya mencapai puncak kenikmatannya daripada batang kenikmatan milik Kamil sendiri. Karena anorgasmia-nya juga, terkadang Natasha jadi bersikap ‘agak dingin’ dengan orang lain, tak terkecuali dengan suaminya. Tanpa Natasha sadari, anorgasmia-nya ini sebenarnya sudah membuatnya sedikit frustrasi—karena, bukankah kepuasan di atas ranjang itu adalah kebutuhan dasar setiap manusia? Dan gawatnya, Natasha punya kesulitan dalam hal ini, yang mana tidak bisa dia ceritakan pada semua orang. ‘Terlalu tabu dan memalukan,’ pikirnya. Hanya segelintir orang yang tahu tentang penyakit anorgasmia yang diidap Natasha. Terkadang dia juga ‘mengutuki’ penyakitnya ini, karena membuatnya jadi harus memakai ‘alat bantu dewasa’ untuk membantunya mencapai puncak kenikmatannya—yang rasa-rasanya begitu sulit untuk dicapai. Meskipun Kamil bersedia ‘memuaskannya’ dan malah senang ‘menontoni’ bagaimana sexy-nya Natasha setiap kali sedang memakai ‘mainan kesukaannya’, tapi tetap saja, Natasha menganggap anorgasmia-nya sebagai suatu kekurangan. “Ya Tuhan, kenapa sulit sekali timbang mau merasakan o*****e saja?” celoteh Natasha saban hari. Kehidupan keluarga Kamil Helsinzki dan Natasha Gauri sebenarnya baik-baik saja. Kamil adalah suami yang penyayang, bertanggung-jawab dan tulus menerima kekurangan Natasha. Selain fisik, karirnya juga bagus dan mumpuni. Dia seorang barista sukses sekaligus pemilik Bean Latte Bistro, yang sampai saat ini sudah punya tiga cabang di berbagai penjuru kota. Demikian pula dengan Natasha. Dia lulusan psikologi di salah satu universitas terkenal di Malaysia. IPK-nya juga tinggi, dan dia bahkan lulus dengan gelar summa cumlaude. Akibat otak dan kemampuannya yang cemerlang pun, sekarang Natasha bisa bekerja di sebuah perusahaan asal Jepang. Tanpa menunggu jawaban Natasha—yang mana Kamil yakin sekali kalau sesuatu yang akan keluar dari mulutnya adalah ‘Iya, kamu belum membuatku puas,’—dengan sigap Kamil ‘melepas penyatuan tubuhnya’, membuang ‘bungkus pengaman’ yang membalut batang beruratnya, untuk kemudian beranjak mengambil sebuah ‘alat getar’ dari dalam lemari pakaian. Dia naik ke atas ranjang dan menghampiri Natasha kembali. “Kamu mau apa?” tanya Natasha bingung begitu melihat Kamil membuka lebar kedua kakinya yang mulus. Kamil tidak menjawab, dan malah mulai memainkan ‘alat getar’ itu ke atas lipatan kenikmatannya. Mata Natasha sedikit terbelalak lebar. “Jangan … tidak usah,” tolaknya seraya memegangi pergelangan tangan kanan suaminya. “Tidak adil namanya kalau yang merasa ‘puas’ hanya aku, Natasha. Kamu juga harus merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan,”ucap Kamil seraya menatap Natasha dengan sorotnya yang nanar. “Please, babe, just one more time? (Satu kali lagi?)” mohonnya. Natasha tersenyum manis. Dia menangkupkan wajah Kamil dengan satu tangannya lalu mendaratkan bibirnya ke atas bibir Kamil yang halus itu selama lima detik. “Aku tidak apa-apa, percayalah,” gumamnya. Diambilnya ‘alat getar’ itu dari tangan Kamil lalu diletakkannya ke atas meja kecil di samping tempat tidurnya. Dia membaringkan tubuh polosnya ke atas ranjang kembali dan lanjut bicara sambil menatapi langit-langit kamar yang cahayanya temaram. “Jujur, aku juga sudah tidak mood,” aku Natasha. “Aku juga sudah ngantuk … boleh tidur di atas tubuhmu?” pintanya seraya menatap manja paras tampan suaminya. Kamil langsung tersenyum. Dengan sigap dia membaringkan tubuhnya ke samping tubuh Natasha, lalu menyuruh Natasha untuk meletakkan kepalanya ke atas dadanya yang bidang. Diciumnya pucuk kepala Natasha dalam-dalam, sambil mengelus pelan pundaknya yang terasa sangat halus bak b****g bayi. “Kamu tidak usah merasa takut apalagi merasa tidak enak hati, sayang. Sudah jadi kewajibanku untuk ‘memuaskanmu’ di atas ranjang,” ujarnya. “Hmm …,” gumam Natasha seraya tersenyum dan memainkan jari telunjuknya yang lentik itu di atas d**a Kamil—nyaris menyentuh ‘puncaknya’—yang seketika membuat Kamil merasa geli sekaligus b*******h. “Jadi kamu mau tidur apa mau ‘lanjut’?” tanya Kamil sambil menaikkan satu alisnya. “Tidur saja, sayang,” jawab Natasha yang sepasang maniknya perlahan mulai menutup. “Kita lanjut besok malam saja, ya.” Diciumnya pucuk kepala Natasha kembali, kali ini lebih sebentar dibanding sebelumnya. “Selamat malam, sayang,” tutup Kamil. **Keesokan harinya, di kantor** “Jadi bagaimana? Apa obatnya berhasil?” tanya Suzy, teman baik Natasha yang juga kolega kerjanya. Natasha menggeleng dengan pelan. “Tidak terlalu …,” jawabnya dengan raut agak kecewa. Dia menghela napas panjang buat sejenak. “Karena ini juga, aku jadi berpikir dua kali untuk punya anak,” sambungnya. “Loh? Memang apa hubungannya antara hamil dan kesulitan mencapai puncak kenikmatan?” tanya Suzy terkejut. “Bukannya selama Kamil ‘keluar’ di dalam rahimmu, kamu tetap masih bisa punya anak?” Natasha menggeleng kembali. “Memang tidak ada hubungannya, kecuali kami mandul. Minggu lalu Kamil juga sudah periksa ke dokter kok, dan dokter bilang kualitas spermanya bagus,” jawabnya. Dia terdiam sejenak selama hampir sepuluh detik sambil menatap Suzy dengan sorot ragu. “Aku … boleh mengakui sesuatu?” Suzy mengangguk dengan serius. “Kamu boleh menceritakan semuanya padaku, kawan. Aku janji akan selalu mendengarkanmu. Rahasiamu aman di tanganku,” tenangnya. “Sebenarnya sudah lama aku berniat untuk menceraikan Kamil,” jawab Natasha usai mengumpulkan semua tenaganya untuk berkata demikian. Sulit sekali rasanya barang untuk mengatakan hal itu pada Suzy, karena Natasha pasti akan langsung terbayang dengan wajah Kamil. Perlakuannya yang manis, kasih sayangnya … “Memang apa yang terjadi, Natasha?” tanya Suzy seraya menatap paras cantik kawannya dengan sorot iba. “Kamil ‘memaksamu’ setiap kali mau ‘berhubungan’?” “Dia tidak pernah memaksaku,” jawab Natasha sambil menggeleng. “Hanya saja, aku merasa tidak bahagia dengan pernikahan ini, Suz. Aku merasa tidak bisa menyenangkan Kamil dan diriku sendiri karena penyakitku ini—dan karena penyakitku ini juga, aku jadi tidak bisa ‘mengeksplor’ lebih jauh soal ‘kehidupan ranjangku’,” akunya dengan sorot berkaca-kaca. Diambilnya sekotak tissue yang ada di atas meja kerjanya lalu diberikannya pada Natasha. “Aku paham dengan perasaanmu, Natasha,” tenang Suzy. “Kalau aku jadi dirimu, mungkin aku akan frustrasi juga kalau setiap kali ‘berhubungan badan’ aku tidak bisa mencapai orgasmeku.” Dia lanjut bertanya, “Tapi apa kamu yakin dengan keputusanmu?” “Belum terlalu ..,” jawab Natasha sambil mengusap pelan air mata yang melelehi pipinya dengan selembar tissue. “Aku juga masih pikir-pikir dulu.” “It’s okay, aku akan selalu mendukung semua keputusanmu kok,” kata Suzy sambil tersenyum. “Bagaimana kalau pas makan siang nanti aku traktir kamu makan pizza?” ajaknya. “Aku lagi mau makan chicken wings .. Boleh kan?” “Baiklah, chicken wings boleh juga.” Suzy lanjut bicara seraya sedikit memelankan suaranya, “Omong-omong, aku mau pesan ‘alat bantu’ ini. Kamu sudah pernah mencobanya, belum?” tanyanya sambil menunjukkan gambar sebuah ‘mainan dewasa’ berbentuk ‘milik laki-laki’ yang terpampang dari layar digital ponselnya. “Sudah,” jawab Natasha seraya mengangguk. “Kalau kamu pesan yang itu, pasti akan dapat ‘remote control’nya juga, jadi kamu bisa atur mau seberapa kencang getarannya.” “Oh, hebat!” tutur Suzy seraya tersenyum lebar. “Aku pesan sekarang saja ah kalau begitu.” Dia lanjut bicara sambil menunjukkan gambar sebuah ‘alat getar’ yang bentuknya mirip seperti sebuah telur. “Kalau yang ini? Kamu pernah coba juga?” tanyanya lagi. “Belum. Bentuknya unik juga.” Natasha menggelengkan kepalanya. “Ah, kok kita malah jadi bahas soal ‘alat bantu dewasa’ sih? Sudah ah, aku mau lajut kerja dulu,” guraunya. Suzy tersenyum dengan lebar, “Okay, sampai ketemu lagi nanti di lobby!” Sorenya sepulang kerja, Natasha memutuskan untuk mampir dulu ke Bean Latte Bistro milik Kamil. Kedai kopi itu nampak ramai, bahkan antreannya mengular sampai hampir menuju pintu keluar. Dengan cekatan Natasha menghampiri Kamil, yang sedang sibuk membantu tiga orang anak buahnya di dapur, lalu memeluk erat tubuh berototnya dari belakang. “Hey, kamu baru sampai?” tanya Kamil yang langsung menoleh sambil menunjukkan senyum manisnya. Natasha hanya mengangguk dengan raut wajahnya yang nampak datar. Kamil membalik tubuhnya dan lanjut bicara, “Maaf tidak bisa menjemputmu. Kita lagi kedatangan banyak pengunjung akhir-akhir ini.” “Ada hal yang harus aku bicarakan padamu,” ujar Natasha seraya menatap Kamil nanar. “Soal apa?” tanya Kamil usai menyeruput secangkir kopinya. “Aku …” Ucapan Natasha malah terhenti sejenak. Tidak, dia belum siap mengakui semuanya. Tatapan dan bahasa tubuh Kamil, yang selalu menunjukkan kalau dirinya benar-benar tulus mencintai Natasha, tiba-tiba membuat bibir Natasha terkunci. Membuat kata-katanya tercekat dan menolak untuk keluar dari dalam kerongkongannya. Dia menelan salivanya dengan kasar. “… aku mencintaimu, Kamil.” “Eh? Cuma itu? Serius sekali ... Kamu membuatku takut, sayang. Aku kira kamu mau bicara apa,” ucap Kamil kikuk. Natasha hanya tersenyum tipis. Dia mengurungkan niatnya kembali, setidaknya untuk hari ini. ***** Adrian Mahveen mengelus pelan kaki mulus nan jenjang milik Vina, perempuan yang jadi target ‘cinta satu malamnya’ hari ini. Dia lalu menghujani sekujur kaki mulus itu dengan kecupan-kecupan hangat yang terasa amat membangkitkan gairah, kemudian beranjak mengambil sekotak es batu dan meletakkannya ke atas paha Vina yang mulus. “Nghh .. dingin … benda apa ini, Adrian? Es batu?” tanya Vina, yang sepasang maniknya sedang ditutup menggunakan sebuah penutup mata berbahan satin, seraya sedikit mengerang. “Yes,” rayu Adrian sambil menambahkan beberapa potong es batunya ke atas paha dan perut Vina yang rata. Dahi Vina langsung mengerut. “Stop,” perintahnya sambil membuka penutup matanya—merasa dingin sekaligus aneh di saat yang bersamaan. “Kamu selalu melakukan ini dengan pasanganmu?”tanyanya. “Iya. Ini salah satu bagian dari fetish-ku, Vina,” jawab Adrian serius. Vina tersenyum miring. “Jadi kamu punya fetish? Kok kamu tidak bilang dulu padaku sebelumnya?” tanyanya dengan nada bicara sedikit mencemooh. “Aku sudah mengatakannya padamu bahkan sejak pertama kali kita bertemu. Berarti kamu memang tidak menyimak perkataanku dengan baik,” sanggah Adrian dengan sorot kesal. “Oh,” gumam Vina acuh tak acuh. “Ehh itu .. aku balik dulu deh. Tiba-tiba aku merasa pusing,” sambungnya sambil mengambil kembali seluruh pakaiannya yang tercecer di atas ranjang. “Silahkan. Pulang saja sana,” ujar Adrian santai. “Lagipula kamu juga bukan perempuan pertama yang menganggapku aneh karena aku punya ketertarikan seksual yang berbeda.” ♥♥TO BE CONTINUED♥♥

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.1K
bc

My Secret Little Wife

read
92.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.3K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook