bc

Imperfect Wings

book_age16+
1.0K
FOLLOW
10.2K
READ
possessive
friends to lovers
badboy
goodgirl
student
sweet
highschool
first love
chubby
Writing Academy
like
intro-logo
Blurb

Setelah ibunya meninggal, Flora Renata mau tak mau harus ikut tinggal bersama keluarga ayahnya. Sekolah, keluarga dan lingkungan yang serba baru membuat Flo harus membiasakan diri. Namun sebagai gadis difabel, tentu sudah biasa dipandang sebelah mata.

Namun dunia mau berbaik hati mengenalkannya kepada cinta pertama. Ialah Rio Abraham, yang mengejar dan mencari perhatian Flo tanpa memandang fisik gadis itu. Kegigihan Rio sedikit demi sedikit meruntuhkan tembok kokoh yang dibangun Flo. Gadis itu jatuh cinta kepada sang most wanted di sekolah.

Rio mengajarkan bahwa masih ada cinta untuk gadis tak sempurna dirinya. Rio memberinya ketulusan yang nyata. Namun ... suatu hari, bersamaan dengan terkuaknya status Flo sebagai anak hasil hubungan gelap, Rio mengenalkannya kepada luka yang tak berdarah. Patah hati yang hebat.

Flo akhirnya bahwa masa remaja bukan hanya soal jatuh cinta, namun bagaimana belajar tentang menjadi dewasa di tengah kondisi yang tak biasa.

chap-preview
Free preview
1. Pindah Sekolah
Gugup. Takut. Dua kata itu yang sejak tadi memenuhi rongga d**a Flora Renata. Flo melangkahkan kaki pelan memasuki gerbang. Ia mengembuskan napas berat. Entah sudah ke berapa puluh kalinya ia melakukannya, berharap beban sedikit berkurang. Jika saja Jayden tak meninggalkannya tadi di depan gerbang, pasti keadaan tak seburuk ini. "Permisi, Pak," ucapnya serak. Tenggorokannya terasa kering meski sejak tadi tak terhitung berapa kali ia menelan ludah. Ia berdiri di depan pintu ruang tata usaha yang berada di lantai satu dekat lapangan. Seorang pria muda yang sedang merapikan berkas-berkas di meja mendongak dan menatapnya lama—tepat di bagian kaki kanan. Ia menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan rasa sakit setiap mendapatkan jenis tatapan seperti itu. "Kamu siswa pindahan yang kemarin diantar Pak Arya, kan? Mari silakan masuk." "Kamu sudah bawa kekurangan berkas yang kemarin?" tanya pria itu setelah Flo masuk dan langsung duduk di kursi yang disediakan. Flo mengangguk pelan dan segera mengambil berkas yang dimaksud dari dalam tas gendong. Ia langsung menyerahkannya pada pria itu. "Baiklah, tunggu sebentar. Saya akan memeriksa kamu ditempatkan di kelas mana." Pria itu membuka-buka map yang berada di atas meja dan mulai membacanya. "Nah, ini kamu di kelas XII IPA-2. Mari saya tunjukkan kelasnya." Flo berjalan tersendat-sendat mengikuti langkah kaki cepat petugas tata usaha itu. Inilah yang paling membuatnya kesal, berjalan mengikuti orang yang tidak paham kondisinya sama sekali. Ia mendongak saat mereka sampai di bawah tangga menuju lantai dua. Matanya membulat dengan degup jantung yang yang berdebum. Petugas tata usaha itu sudah sampai di anak tangga ke lima sedang ia masih berdiri di bawah, mendongak ke atas menatap undakan anak tangga di depannya. Hap! Anak tangga kedua berhasil lagi. Flo mengembuskan napas lega. Petugas tata usaha itu sudah berdiri di atas, tampak jengah menunggu. Setidaknya, itulah yang tertangkap di bola mata Flo. Akhirnya setelah memakan waktu lama, Flo sampai juga di anak tangga teratas. Sesampainya ia di anak tangga terakhir, sang petugas tata usaha itu langsung berjalan melewati koridor. Ia kembali mengikutinya dengan napas yang tersengal-sengal. Sungguh butuh banyak perjuangan hanya untuk menaiki lima belas anak tangga saja. Setelah berjalan sekitar sepuluh meter, petugas tata usaha itu berhenti tepat di depan pintu kelas dengan papan bertuliskan "XII IPA-2" yang tergantung di pintunya. Pria itu mengetuk pelan pintu yang sedikit terbuka lalu segera masuk setelah dipersilahkan oleh seorang guru wanita. Flo mengambil napas dalam-dalam mempersiapkan mental untuk tantangan yang kedua. Petugas tata usaha keluar bersama guru wanita yang tampaknya sedang mengajar itu. Guru wanita itu menatap Flo dan tatapan matanya berhenti tepat di kaki kanan. Flo tersenyum kecut, ia sudah menduga tatapan itu. Tapi ternyata dugaannya salah, guru wanita itu tersenyum hangat. "Saya Bu Winda, wali kelas ini sekaligus guru bahasa Indonesia." Flo tergeragap. Ia segera menyalami Bu Winda dan mencium punggung tangannya. Bu Winda tersenyum ramah. "Kamu ikut Bu Winda." Petugas tata usaha berucap, sebelum pergi meninggalkan mereka. "Mari, Flo. Perkenalkan dirimu pada teman-teman baru kamu." Flo tak maju selangkah pun. Tangannya gemetaran dan ia benar-benar sangat gugup. Sebuah usapan lembut di bahunya membuat ia tersadar. "Tidak perlu takut, Flora. Ayo, masuk." Bu Winda tersenyum lembut. Flo mengangguk pelan dan berjalan di belakang Bu Winda. Ia tetap berdiri di depan pintu saat Bu Winda berdiri tepat di depan ruang kelas. Para siswa tampaknya belum menyadari keberadaannya karena mereka sedang asyik mengobrol. Atau mungkin karena tempatnya berdiri yang sedikit tersembunyi. "Anak-anak, hari ini kalian mendapat teman baru." Para siswa yang tadinya saling mengobrol dan tidak memperhatikan sekitar segera diam dan memperhatikan ke arah Bu Winda. "Anak baru? Pindahan dari mana, Bu?" sahut salah satu siswa laki-laki yang duduk di bangku belakang barisan kedua. "Cewek apa cowok, Bu?" sahut yang lain. "Kalian akan segera tahu," jawab Bu Winda. "Flo, kemarilah." Flo berjalan mendekati Bu Winda dengan kepala menunduk. Tanpa melihat pun, ia sudah sangat bisa merasakan tatapan-tatapan aneh yang tertuju padanya. Bisik-bisik itu seperti korek api yang membakar telinganya. Ia menggigit bibir bawahnya. Ini sungguh hal baru baginya. Memperkenalkan diri sebagai siswa pindahan, ia tak menyangka akan mengalaminya. Memperkenalkan diri sebagai murid baru saat MOS di SMP dan SMA lamanya saja dulu sudah membuatnya kesulitan mental, apalagi ini? "Flo, ayo perkenalkan dirimu pada teman-teman baru." Flo mendongak pelan, matanya bertubrukan dengan tiga puluhan pasang mata yang menatapnya aneh. Beberapa dari mereka bahkan terang-terangan berbisik-bisik. Ia menggenggam erat tepian rok dengan jemari tangan kirinya. "Nama saya Flora Renata. Saya–" "Namanya nggak sesuai sama orangnya!" potong siswi yang duduk di bangku paling depan barisan pertama. Seluruh siswa bersorak sedangkan Flo hanya bisa diam menahan nyeri di ulu hati. "Angel!" Bu Winda menegur dengan keras. "Lanjutkan, Flora." "Saya pindahan dari SMA Bina Bangsa, Bandung." "Kenapa pindah? Pasti sekolah yang lama udah nggak nerima orang cacat ya?" celetuk siswa laki-laki yang berambut cepak. "Deni, yang sopan kamu!" tegur Bu Winda lagi. Flo menggigit bibir bawahnya lagi. Sebenarnya sejak dari rumah, ia sudah mempersiapkan mental karena sudah tahu akan diperlakukan seperti ini. Tapi tetap saja, rasanya sangat sakit dan perih. Bahkan pelupuk matanya sudah mulai memanas. "Flora, kamu bisa duduk sekarang. Ada dua kursi yang kosong, kamu bisa pilih salah satu," ucap Bu Winda yang sepertinya menyadari apa yang dirasakan Flo. Flo mengangguk. Ia berjalan pelan sambil melihat dua kursi yang kosong. Satu kursi di barisan tengah disamping seorang siswi berambut ikal sepunggung yang sedang meniupi kuku jari tangan kanan sementara tangan kirinya memainkan rambut. Dan satu kursi lagi, paling belakang barisan dekat jendela di samping seorang siswi memakai kacamata dan rambut berkuncir dua. Ia merasa bingung harus memilih kursi yang mana. Tiba-tiba siswi berkacamata itu melambaikan tangan dan mengisyaratkan agar Flo duduk di sampingnya. Akhirnya Flo berjalan mendekati gadis berkacamata itu. "Hai, gue Disa Elmira. Lo bisa panggil Disa aja." Gadis itu mengulurkan tangan saat Flo sudah duduk. Flo menatap uluran tangan itu. Ia tidak tahu harus menanggapi seperti apa, karena sebelumnya tidak pernah diajak berkenalan dengan cara yang baik seperti ini. Ia membalas uluran tangan Disa dan menyalaminya. Sedikit tersenyum kikuk. "Flora." Disa tersenyum ramah. "Terus gue manggilnya apa? Flora atau Rena?" "Flo aja." "Oke." Disa mengacungkan jempolnya. "Sekarang kita lanjutkan pelajarannya, buka halaman sepuluh." Perintah Bu Winda membuat beberapa siswa yang sedari tadi masih memperhatikan Flo, kembali melihat ke depan. Flo melihat sekeliling. Ia bingung harus membaca apa karena belum punya buku paket. Tiba-tiba lengannya disenggol. "Flo, ntar kita bisa berbagi buku paket. Besok gue anterin ke perpus buat pinjem," bisik Disa. Flo tersenyum dan mengangguk. Ia bersyukur, setidaknya ada yang menerima keberadaannya di kelas ini. ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

A Piece of Pain || Indonesia

read
87.2K
bc

Fake Marriage

read
8.3K
bc

Sweetest Diandra

read
70.4K
bc

T E A R S

read
312.4K
bc

The Prince Meet The Princess

read
181.5K
bc

DIA UNTUK KAMU

read
35.0K
bc

MANTAN TERINDAH

read
6.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook