bc

After a Betrayal

book_age18+
15.8K
FOLLOW
108.7K
READ
goodgirl
drama
sweet
bxg
city
betrayal
cheating
virgin
office lady
like
intro-logo
Blurb

WARNING : Cerita ini mempunyai konflik yang sedikit padat di tengah, namun penuh hal manis yang tak terduga.

Tidak cocok bagi pembaca yang hanya ingin hal sweet semata tanpa konflik berat.

----

Menjaga kesucian sebelum pernikahan adalah sebuah pilihan, bukankah lelaki seharusnya bahagia dan bangga memiliki wanita yang bermartabat seperti itu? Tapi bagaimana bila hal itu dijadikan alasan bagi seorang lelaki untuk mengkhianatinya? Dan mengatasnamakan kekhilafan?

Itulah yang dialami oleh Sita Mahira Jusuf, dikhianati oleh Adam, calon suami yang telah dipacarinya selama tiga tahun ketika mereka tengah mempersiapkan pernikahan yang telah mereka impikan selama ini.

Dan lebih parahnya lagi, sang kekasih berselingkuh dengan adik kandung Sita sendiri hingga membuat gadis itu hamil.

Di tengah hidupnya yang seperti diambang kehancuran, Sita bertemu dengan seorang office boy yang sombong, angkuh dan berwatak dingin yang bekerja di kantor yang sama dengannya.

Sebuah kesepakatan telah dia buat bersama sang office boy, dengan bantuannya Sita akan membuat Adam menjauhinya.

Di saat Sita mulai memiliki suatu perasaan berbeda pada Rama, tanpa disangka, di sisi lain sahabat Sita yang bernama Vani ternyata menaruh hati hingga terobsesi pada Rama. Kini masalah bertubi-tubi menghantam kehidupan Sita.

Ini bukan sekedar kisah pengkhianatan, namun juga terjebak pada pilihan antara persahabatan dan cinta yang rumit.

Cover by. Irumi graphic

chap-preview
Free preview
Persiapan Pernikahan
Pernikahan adalah gerbang menuju awal sebuah kehidupan baru. Menyatukan dua hati menjadi satu kesatuan. Dan pernikahan yang sakral, indah, dipenuhi dengan kebahagiaan adalah impian setiap gadis di muka bumi ini, termasuk diriku. *** "Coba lihat yang itu mbak," ucapku sambil mengarahkan telunjuk pada sebuah cincin emas putih bertahtakan berlian mungil. Sungguh indah sekali. "Silahkan." Wanita itu menyerahkan cincin yang kumaksud di hadapanku. "Mas, yang ini bagaimana? Cantik kan?" Tanyaku pada mas Adam. Lelaki yang berada tepat di sampingku itu menatap cincin yang kini tersemat di jari manisku. "Iya, cantik sayang, seperti yang pakai," jawabnya sambil tersenyum lembut dan hangat seperti biasa. Ya, mas Adam adalah calon suamiku. Hampir tiga tahun aku berpacaran dengan lelaki berperawakan tinggi itu. Sampai akhirnya dua bulan lalu mas Adam melamar aku untuk menjadi istrinya, menjadi ibu dari calon anak-anaknya kelak. Aku masih ingat betul saat itu, lagipula bagaimana aku bisa lupa dengan kenangan yang begitu manis yang dia buat untukku. Tepat hari ini dua bulan yang lalu. Hari itu mas Adam datang menjemput ke kantor tempatku bekerja. Sebuah perusahaan advertising yang lumayan besar. "Sita, kita makan malam dulu ya!" Ujar mas Adam sambil mengemudikan mobil tipe SUV berwarna hitam miliknya waktu itu. "Iya mas," aku mengangguk menyetujui ajakannya. Tidak ada alasan aku menolaknya bukan? Menghabiskan sedikit waktu di sela-sela kepenatanku dengan urusan kantor bersama kekasih adalah hal yang menyenangkan. Terlebih perutku memang sudah berteriak minta diisi, aku cukup kelaparan mengingat tadi hanya makan siang dengan sepiring salad ayam. Sepanjang perjalanan ekspresi mas Adam biasa saja, tidak mencurigakan sama sekali. Dia benar-benar pintar menyembunyikan kejutan. Sampai akhirnya aku dibuat kehilangan kata-kata saat melangkah masuk ke restoran favorit kami, yang sudah disulap olehnya sedemikian rupa. Mas Adam memesan seluruh restoran itu untuk malam bersejarah yang tidak akan pernah aku lupakan. Sebuah meja yang terletak di area outdoor penuh dengan lilin dan bunga mawar putih yang cantik. Mas Adam tahu, aku suka sekali dengan mawar putih. Beberapa lampu menghiasi tempat itu, suasana yang sangat indah dan romantis. Membuat senyum senantiasa mengembang dibibirku. Aku merasakan pipiku menghangat, mungkin jika berkaca aku bisa melihat rona merah jambu disana. "Sita, terimakasih sudah memberi warna di kehidupanku selama tiga tahun ini. Terimakasih telah setia menemaniku disaat aku terpuruk, aku mencintai kamu dan akan selalu begitu. Aku ingin menjaga kamu, menua bersama kamu, menikmati senja di ujung hari bersamamu. Jadi maukah kamu menikah denganku? Menjadi ibu dari anak-anakku?" Ucap mas Adam berlutut dengan suara bergetar, dengan sorot mata yang berkaca dan senyum hangat yang menghiasi wajah tampannya. Aku bahkan tidak mampu mengucapkan sepatah katapun. Hatiku berloncatan karena bahagia, aku terharu mendengar setiap kalimat yang meluncur manis dari bibir mas Adam merasuki pendengaranku. Membuat genangan bening mengabur di kedua bola mata ini. Aku bahkan tercekat untuk beberapa saat, hanya mampu menutup mulutku yang menganga dengan kedua tangan. Aku mengangguk dengan mantap, berulang kali. Ini adalah mimpiku sejak lama, hari dimana lelaki yang kucintai memintaku untuk menjadi pendampingnya. Tidak mungkin aku menolaknya bukan? "Iya mas, aku mau," ucapku dengan Isak tangis bahagia, aku terus mengangguk. "Terimakasih sayang," jawab mas Adam merentangkan kedua tangannya, tanpa banyak bicara aku menghambur ke dalam pelukan lelakiku itu. Dan disinilah aku sekarang, sedang memilih cincin pernikahan untuk kami. Hampir sebulan ini kami disibukkan dengan segala persiapan dan perintilan untuk pernikahan. Meski tidak begitu mahir aku bahkan menggambar sendiri sketsa kebaya pengantin sesuai impianku yang kemudian aku serahkan desain itu kepada penjahit profesional. Untuk undangan aku memilih sesuai keinginanku. Sebuah undangan berbentuk amplop berwarna burgundy dengan hiasan keemasan. Saat aku menunjukkan sampelnya waktu itu mas Adam hanya mengangguk setuju. Begitu pula saat aku menunjukkan cincin pilihanku saat ini, dia selalu setuju. Dia memang lelaki yang baik dan pengertian, aku sungguh beruntung memilikinya. Mas Adam selalu menghargai setiap keputusanku, tidak pernah menuntut apapun. Bahkan selama tiga tahun kami berpacaran, dia tidak pernah berbuat macam-macam. Ya, kalau berciuman kami memang terkadang melakukan. Tapi tidak pernah lebih dari itu. Sebenarnya pernah suatu kali mas Adam seperti hampir kehilangan kendali. Ciumannya yang biasanya hangat dan romantis berubah semakin b*******h, bahkan aku bisa merasakan panas tubuhnya waktu itu. Tangannya bahkan sudah berhasil membuka dua kancing kemejaku. Bahkan sorot matanya mendadak sayu berkabut penuh dengan gelora. Aku mendorong tubuhnya ketika dia mulai menyentuh area sensitif ku. "Mas, jangan...," lirihku sambil mendorong tubuhnya menjauh. "Sita, please!" Ucapnya parau kala itu. Tubuhnya kembali mendekat, tangannya meraih daguku dan kembali mengeratkan ciumannya diatas bibirku yang masih basah olehnya. "Mas, jangan!" Aku setengah berteriak sambil kembali menghentak tubuhnya hingga terhuyung ke belakang. Kali ini aku serius, bahkan mataku sedikit melotot tajam kearahnya. "Mas, kita sudah pernah bicarakan soal ini jadi tolong jangan paksa aku!" Teriakku marah sambil membenahi kancing baju yang sudah berhasil dilepas oleh mas Adam. "Iya sita, maafin aku. Aku nggak sengaja," ucapnya menyesal. Mas Adam menggaruk kepalanya, membuat rambutnya sedikit berantakan. Lelaki itu memijit dahinya perlahan. Aku mengerti mungkin dia kecewa, tapi kami sudah pernah membahas soal ini sebelumnya. Ya, bisa dikatakan aku adalah gadis yang naif, tidak masalah orang menyebutku kuno. Tapi ini adalah prinsip ku, aku tidak akan menyerahkan satu-satunya kebanggaan dan kesucian milikku kepada siapapun sebelum menikah. Dan aku beruntung mas Adam mengerti, setelah kejadian itu dia lebih bisa menguasai diri. Sebentar lagi, kurang lebih satu bulan lagi kami akan menikah. Aku akan menyerahkan semua milikku hanya kepada mas Adam. Aku akan mengabdikan diriku padanya, membuat dirinya bahagia. Impianku sebentar lagi akan menjadi kenyataan, membangun sebuah rumah tangga indah dan harmonis, mungkin dengan dua anak atau berapapun yang mas Adam inginkan. Beberapa Minggu terakhir ini aku bahkan sering membayangkan setiap pagi mas Adam akan berada di sampingku ketika aku bangun. Kemudian aku akan menyiapkan sarapan dan kopi untuknya. Menyiapkan baju kerjanya, dan kemudian akan berangkat ke kantor bersama. Ahh manis sekali bukan? Bahkan jika mas Adam menginginkan aku untuk berhenti kerja, aku tidak akan mempermasalahkannya. Akan aku ikuti kehendak suamiku kelak. Membayangkan hal-hal indah tentang pernikahan kami kelak membuat senyuman tidak pernah sirna dari wajahku. Aku sudah tidak sabar. "Kami pesan yang ini mbak, tolong sekalian untuk ukiran nama dan tanggal didalamnya," ucap mas Adam kepada wanita di balik etalase kaca penuh dengan perhiasan itu. "Baik pak, pesanan bisa diambil satu Minggu lagi," jawab wanita itu sambil mengangguk. Aku dan mas Adam memutuskan untuk segera pulang, kami sudah sangat lelah seharian mengurusi ini dan itu. Ya, seharian tadi sebelum ke toko perhiasan kami meeting dengan sebuah wedding organizer. Sepanjang perjalanan pulang mas Adam tidak banyak bicara. Aku juga tidak ingin banyak bertanya apapun, mungkin dia lelah. Sebenarnya sejak di tempat WO tadi mas Adam terlihat sibuk dengan handphonenya. Begitupula saat kami melihat cincin, bahkan seingatku aku yang lebih banyak mencoba dan memilih, dan mas Adam hanya mengikuti apa mauku. Entah siapa yang menghubunginya, mungkin urusan kantor karena beberapa kali raut mas Adam mendadak serius.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Everything

read
278.0K
bc

Marriage Agreement

read
590.6K
bc

Bukan Ibu Pengganti

read
526.0K
bc

Pengganti

read
301.7K
bc

Hello Wife

read
1.4M
bc

You're Still the One

read
117.3K
bc

MENGGENGGAM JANJI

read
474.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook