bc

37 After Married

book_age18+
2.5K
FOLLOW
17.0K
READ
possessive
love after marriage
arrogant
drama
sweet
office/work place
love at the first sight
wife
husband
like
intro-logo
Blurb

*season 2 dari cerita 37*

Mereka menikah.

Mereka bahagia.

Tapi...sebuah ironi mulai menerpa.

Setelah menikah, semuanya terasa berbeda. Satu demi satu kebenaran mulai terungkap. Tentang kesetiaan Graha, kebimbangan May, dan tentang Diara yang kembali menyusup di antara mereka.

Setelah menikah, May semakin membenci Diara. Seseorang yang selalu membuatnya meragukan Graha. Saat May merasa Diara mendominasi Graha dan mulai merebut posisinya, sebuah kenyataan membuatnya begitu terpuruk. 

Ketakutan begitu mengusik, beribu pertanyaan mulai mengganggu. Apakah Graha akan meninggalkannya? 

-

-

Cover : Freepik

chap-preview
Free preview
1. Malam Pertama
Aku menarik rambut kusutku dengan tidak sabaran. Bayangkan, aku sudah berada di dalam kamar mandi ini sejak setengah jam yang lalu, tapi rambut korban hair spray ini masih tidak bisa diatur, yang ada malah rambut mengembang seperti singa. Mas Graha pasti mengira aku sedang mandi besar-besaran untuk merayakan malam pertama kami. Ups menyebutkannya saja membuatku merinding. Aku menyisir helai demi helai rambut yang mengeras dengan perlahan. Kubasahi sedikit demi sedikit, tapi tetap saja masih kusut. Sepertinya tenagaku sudah habis, aku benar-benar kelelahan dari pagi hingga malam ini. Setelah detik-detik yang menegangkan kulalui, sepertinya otak dan seluruh tubuh ini protes untuk minta istirahat. Setelah mandi, mungkin aku bisa langsung tidur. Tapi...bagaimana dengan Mas Graha? Wajahku mendadak memanas menahan malu. Apa-apaan yang aku pikirkan. Ayo May, fokus mandi dan selesaikan rambut kusutmu! Padahal saat pertama kali memasuki kamar hotel, niat pertamaku adalah berendam air hangat di bath tub, tapi mengingat acara bersih-bersihku memakan waktu berjam-jam, aku menundanya sampai besok. Lagipula, aku akan berada di hotel ini untuk tiga hari kedepan. Aku masih belum puas dengan rambut yang masih kusut jika disisir. Sudahlah, mungkin setelah dikeramas nanti efek hair spray-nya akan hilang. Padahal tadi Regi sudah berpesan kalau rambutku harus dibersihkan dengan taburan bedak, biar tidak kusut. Tapi, mana bisa aku mengingat hal kecil seperti itu sedangkan dari pagi hingga malam untuk makan saja aku tidak ingat. Aku tahu, seharusnya aku keluar dari kamar mandi dan mengambil bedak tabur yang ada di dalam tas. Tapi ... membayangkan kalau harus keluar dari kamar mandi hanya dengan berlilitkan handuk membuatku malu sendiri. Ada Mas Graha di luar sana. Aku tidak tahu apa yang sedang dikerjakannya. Mudah-mudahan saja dia sedang tidur. Ketika sampai di kamar, aku langsung terburu-buru masuk kamar mandi tanpa menghiraukan Mas Graha. Aku terlalu malu menatap wajahnya setelah resmi menjadi istrinya. Aku masih bingung memulai pembicaraan dan malah menjadi grogi setelah pemberkatan di gereja tadi pagi karena dia selalu menatapku dengan intens. Apalagi waktu perjalanan ke hotel, dia terang-terangan merangkulku di hadapan umum. Dan entahlah, sepertinya sikap Mas Graha mendadak sangat romantis. Oke, cukup! Aku harus berkonsentrasi untuk mandi sebelum pintu kamar mandi ini digedor Mas Graha karena aku sudah terlalu lama di dalam sini. Aku mengibaskan rambut dan menghasilkan cipratan kecil. Tanganku terulur ke gantungan baju di balik pintu, meraba-raba dengan bingung. Sepertinya tadi aku sudah mengantung baju gantiku, tapi kenapa tidak ada? Dan ternyata benar, tidak ada sehelai baju pun di sana. Apa aku lupa? Gawat! Mataku memandang seluruh dinding kamar mandi dan ternyata pihak hotel tidak menyediakan piama mandi. Apa aku harus keluar dengan hanya berlilitkan handuk? Atau kupanggil saja Mas Graha untuk mengambil baju ganti? Aku menarik napas panjang sebelum membuka pintu kamar mandi. Kubuka perlahan agar tidak menimbulkan suara. Dan dari celah kecil yang terbuka, kuedarkan pandangan. Sempurna! Mas Graha sedang tertidur dengan pulas. Aku mengeratkan lilitan handuk sebelum membuka pintu lebih lebar, kemudian mengendap perlahan. Kalau bukan gara-gara hanya menggunakan handuk, aku tidak akan berbuat sebodoh ini. Karena lemari tempat tas pakaian berada di dekat pintu, aku harus melewati tempat tidur dulu. Napas Mas Graha terlihat teratur, tandanya dia sudah tertidur dengan nyenyak. Dia bahkan masih masih menggunakan kemeja dan celana dan jasnya tergeletak di kursi. Seharusnya tadi kubiarkan Mas Graha mandi dulu. Aku mulai memilih. Perasaanku agak sedikit tenang karena tahu Mas Graha sedang tidur. Tanganku sedikit bergetar saat menyentuh lingerie sexy pemberian teman-teman kantor. Ya ampun, kenapa aku jadi malu membayangkannya. Awas saja, pasti Veni yang diam-diam memasukkannya ke dalam tas. Padahal kemarin aku sudah mengeluarkannya dan sama sekali tidak berniat menunjukkannya di hadapan Mas Graha. "Kenapa nggak jadi pakai yang itu?" Tiba-tiba saja suara berat itu terdengar bersamaan dengan embusan napas yang mengenai pundakku. Karena kaget, aku mundur dan malah menabrak Mas Graha yang berada di belakangku, sehingga punggungku menyentuh dadanya. "Kok bangun, Mas?" tanyaku gugup sambil mengacak dengan asal pakaian di dalam tas. Astaga! Aku hanya berlilitkan handuk! "May ganti baju dulu, ya." Aku menarik asal salah satu pakaian dan bergeser ke samping untuk menghindari Mas Graha. "Nggak perlu ganti," katanya sambil tersenyum misterius. Aku bengong beberapa detik, dan pada saat itulah kepalanya ditumpukan ke pundakku kemudian tangannya tiba-tiba saja sudah membelit perut. "Mas mandi dulu sana." Aku menjauhkan tubuh perlahan. Bukan karena tidak suka dengan perlakuannya, tapi sepertinya sebentar lagi aku akan mati kehabisan napas! Awalnya aku mengira Mas Graha tidak akan melepaskanku, tapi ternyata dia melonggarkan pelukannya. Aku bergegas menuju tempat tidur saat mas Graha masuk ke kamar mandi. Entah kenapa jantungku tidak mau diajak kompromi, dari tadi sepertinya hampir putus gara-gara berdetak terlalu cepat. Aku menghela napas panjang dan kemudian meletakkan baju ganti ke tempat tidur. Secepat cahaya, sosok Mas Graha yang aku kira masih berada di kamar mandi tiba-tiba saja sudah berada di hadapanku, padahal aku belum sempat mengganti pakaian. Rasanya seperti mimpi saat tiba-tiba tubuhku sudah terlentang di atas tempat tidur dengan Mas Graha berada di atasku. "Katanya mau mandi." Suaraku terdengar gugup. Bagaimana tidak, aku hampir kehabisan napas setelah Mas Graha tiba-tiba menindihku. Pakaian lengkap yang tadi digunakannya telah berganti dengan lilitan handuk. Aku tidak tahu apakah dia hanya menggunakan handuk saja atau ... Ooo tidak, kenapa menjelaskannya saja membuatku malu. "Dingin," sahutnya tanpa memedulikanku yang sudah hampir mati gemetaran gara-gara kelakuannya. Dia masih saja mengendus-endus leherku dan sesekali menyapu wajahku dengan ciumannya. Aku sudah sekarat. "May ma...mau pakai baju dulu, Mas." Aku mendorong tubuhnya perlahan agar menjauh, tapi kenapa dia seolah-olah membatu, tidak bergerak sedikit pun. "Nanti saja ...." Suaranya terdengar berat. Tangannya sesekali mengelus rambutku perlahan. Dengan sekali gerakan, dia membuat posisi kami berubah. Sekarang aku dan Mas Graha saling berhadapan dengan posisi menyamping. "Mas ...." Aku mengerang pelan saat tiba-tiba Mas Graha mengigit leherku pelan. Ini benar-benar memalukan, aku tidak pernah mengeluarkan suara sedemikan memalukannya seperti itu. "Berjanjilah ...." Aku menajamkan pendengaran. Entah kenapa suara Mas Graha terdengar sayup-sayup. "Janji apa, Mas?" tanyaku bingung. Mata Mas Graha menatapku dalam. Wajahnya semakin mendekat yang membuat pandanganku menjadi buram. Perlahan sudut bibirku terasa hangat. Mas Graha menciumku. Ya Tuhan, beri aku ekstra nyawa agar bisa bertahan dalam situasi ini! Dia menciumku sekali lagi, kali ini tepat di bibir. Sensasinya membuatku seperti melayang dan aku mulai ketagihan. "Berjanjilah untuk tidak saling meninggalkan, apa pun yang terjadi." Mas Graha berbisik di telinga. "Iya ...." Lagi-lagi aku mendesah saat tiba-tiba Mas Graha mengembuskan napasnya di telinga. "Iya, May janji," ulangku sekali lagi sambil menatapnya. Mas Graha tersenyum dan kembali mendekatkan wajahnya, napasnya terasa panas ketika menerpa wajah. Aku menahan napas untuk beberapa detik saat dia mencium bibirku kembali, kali ini dengan gerakan yang sangat lembut. Lidahnya memaksa masuk ke mulut dan menimbulkan erangan tertahan. Detak jantungku berpacu semakin cepat. Aku semakin kesulitan mencari napas hingga terengah-engah. Ciumannya semakin dalam, saling mengecap dan membelit. Tangan Mas Graha yang bebas meraba punggung dengan gerakan perlahan. Dengan sekali sentakan, lepaslah handuk yang melilit tubuh. Aku hampir menjerit, tapi tertahan oleh ciuman Mas Graha. Antara gairah dan malu berbaur jadi satu. Kali ini, tidak ada sehelai benang pun yang menyembunyikan tubuhku. Mas Graha menghentikan ciumannya. Dia menatapku dengan tatapan penuh gairah. Saat tersadar, aku hanya bisa menundukkan wajah dan menghindari tatapan itu. Aku tidak pernah seintim ini dengan pria mana pun. Mas Graha mengendus leher dan mengigitnya perlahan. Aku mengerang. Dia tersenyum puas saat melihat ekspresi wajahku. Ciumannya turun dan berhenti di d**a, memberikan sensasi aneh yang baru pertama kali aku rasakan. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar. Tatapan matanya sudah menjelaskan semua. Tangannya terus mengelus setiap jengkal tubuh dan terhenti di bagian yang paling intim. Dia menatapku, seolah minta persetujuan. Aku membalas tatapan Mas Graha dengan penuh persetujuan. Aku bisa mendengar dengan jelas erangan tertahan Mas Graha saat mendesak masuk ke tubuhku. Aku menjerit dan mempererat pelukan. Semuanya terasa indah dan menakjubkan. (*)

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
9.3K
bc

Tentang Cinta Kita

read
186.5K
bc

My Secret Little Wife

read
84.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
201.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.0K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
12.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook