bc

Buku Nikah Untuk Starla

book_age18+
4.9K
FOLLOW
62.1K
READ
billionaire
possessive
contract marriage
love after marriage
goodgirl
popstar
sweet
bxg
office/work place
poor to rich
like
intro-logo
Blurb

Judul : Buku Nikah Untuk Starla

Status : Tamat

Story by : Wiji1811 (jangan lupa follow dan tap love)

Namaku Starla Danisa, dalam namaku tak ada nama keluarga yang aku sandang, aku lahir sebagai anak haram dari keluarga terpandang, saat ibuku hamil ayahku tak tahu, dan ayahku yang merupakan seorang pengabdi negara tak pernah berani mengakui diriku sebagai putrinya karena takut menghancurkan reputasinya yang sebagai seorang politikus terpandang di negaraku.

Perjalananku di mulai saat wajahku yang cukup menarik ini menjadi sorotan publik, aku hanyalah seorang selebgram yang kebetulan suka di minta untuk mengenalkan produk mereka ke kalangan atas maupun bawah yang mengikuti jejakku selama ini. Tak ada yang buruk dariku kecuali saat aku menghancurkan sampel yang mereka berikan padaku setelah aku mengenalkan produk mereka, dan semua itu selalu berujung dengan potongan gaji yang ku terima.

Gibran Alexis Pratama, laki-laki yang sudah memimpin perusahaan di usianya yang tergolong muda, bahkan di usianya yang baru menginjak 26 tahun ini sudah menjadi pemimpin perusahaan yang dulunya di pimpin oleh almarhum ayahnya.

Gibran adalah seorang yatim piatu, dia tinggal bersama Tantenya yang merangkap sebagai mama buatnya, selama perjalanan hidupnya selama 21 tahun ini, Gibran tak pernah sekalipun merepotkan mamanya maupun neneknya, Gibran tumbuh dengan sosok pemuda dewasa yang tak pernah melakukan hal yang aneh-aneh.

Akankah Gibran masih seperti orang yang sama jika di pertemukan dengan Starla? apa Starla cukup memiliki kemampuan untuk menarik perhatian Gibran?

Ikuti terus kisah Buku Nikah Untuk Starla, di mana ada Gibran dan Starla yang akan menghibur kalian dengan caranya masing-masing.

chap-preview
Free preview
Awal.
Starla Danisa. Namaku Starla Danisa, tak ada yang spesial dariku kecuali wajah cantik yang cukup menarik perhatian ini. Aku seorang yatim piatu, bukan sebenarnya aku masih mempunyai ayah, tapi aku lebih menyukai tak menganggap keberadaannya karena sampai kapanpun dia sendiri juga tak akan pernah bisa mengakui diriku sebagai putrinya, putri yang dia hasilkan dari hubungan gelap yang di jalinnya dengan bundaku. Bundaku namanya Nafisa, wanita cantik dan baik hatilah yang sudah melahirkan ku dengan penuh kasih sayang, bunda tak pernah sekalipun mengeluh meskipun di putuskan ayah di tengah kehamilannya, bunda tak pernah membenciku, justru bunda sangat mencintaiku hingga rela memberikan jantungnya untukku di saat aku berumur 17 tahun. Bunda meninggalkanku bersama beberapa buku tabungan serta perhiasan yang cukup untuk diriku hidup selama lima tahun jika aku bisa berhemat. Aku pernah sekali menyesali kepergian bunda, tapi aku tak pernah membencinya, setiap tahun aku selalu mengunjungi makamnya hanya untuk mengirimkan bunga dan bercerita seharian dengannya. Bunda tak pernah marah dengan semua kelakuan buruk ku, karena saat itu bunda hanya mendengar tanpa bisa untuk menegur atau memukulku. Aku sudah bilang kan, Bundaku adalah bunda terbaik yang aku punya. Sekarang umurku sudah menginjak 28 tahun, tahun ini, aku tinggal di rumah yang di sediakan ayah busukku, kalian bisa menghujat ku, karena aku benar-benar membenci laki-laki yang sialnya menyandang status sebagai ayah kandungku. Jika ada masalah atau apapun tentang ayahku, aku selalu menjadi orang pertama yang akan menghujatnya dengan akunku sendiri, aku tak peduli jika harus terus menerus mendapatkan penyiksaan dari keluarga asli ayahku, aku tak peduli dengan ibu maupun saudara tiriku, karena tanpa bantuan mereka pun aku selalu bisa menghidupi diriku sendiri. Awal karierku di mulai dengan hujatan netizen, jangan heran karena di Negaraku ini semua hal yang menjadi trending topik memang selalu menjadi tokoh terkenal. Contohnya aku, aku di hujat mereka dengan alasan membenci tokoh masyarakat yang sangat mereka agungkan, tokoh masyarakat yang sebenarnya adalah ayah yang menelantarkan putri dan selingkuhannya. Aku tak menyalahkan mereka karena mereka semua memang tak tahu tentang kenyataan itu semua. Karena sampai sekarang pun aku tak ada niatan untuk mengungkap semua itu, rasanya sangat menyakiti hatiku jika semua orang tahu kalau aku ternyata anak dari politikus yang paling ku benci. Setidaknya aku tak ingin ceritaku di tayangkan dengan label kisah nyata dengan judul POLITIKUS YANG KU BENCI ADALAH AYAHKU. Cerita dengan judul panjang sudah marak di jaman ini, judul yang akan menarik emak-emak milenial yang memang butuh hiburan setelah lelah mengurus rumah tangganya yang tak ada habisnya, mulai dari bersih-bersih, ngurusin anak, dan juga mengurus suami mereka. Cita-citaku tak ingin menjadi emak-emak yang seperti itu, aku tak ingin terlalu pusing dengan hanya memikirkan masalah keluarga, karena aku selalu berkhayal mempunyai suaminya yang bucinnya setengah mampus padaku, suami yang tak bisa hidup tanpa aku di sampingnya, dan suami yang akan selalu menyanjungku tinggi di depan teman-temannya meskipun aku masih ada di bawah standar kecantikan istri teman-temannya. Cukup mengejutkan memang, tapi aku memang mengharapkan semua itu menjadi kenyataan, aku tak akan pernah menjadi ibu yang terus mempertahankan cinta butanya, karena tekadku sudah bulat, aku tak akan pernah mengabdikan hidupku pada CINTA, karena cinta bagiku hanyalah kata semu yang tak ada artinya. Berbeda dengan kasih sayang, cinta belum tentu memberi, kalau kasih sayang sudah pasti akan di berikan, entah itu berupa pelukan maupun tatapan manja. Lemparan telur maupun tepung sering aku terima jika keluar rumah, aku menerimanya bukan karena mereka merayakan ulang tahunku, tapi karena mereka merasa sangat kesal padaku yang setiap hari selalu menghujat ayahku yang seorang politikus, karena jika di pikir-pikir, nggak mungkin juga kan aku ulang tahun setiap hari. Jangan tertawa, karena aku bilang apa adanya. Aku tak akan puas menghujat ayahku sebelum dia turun dari posisinya, aku tak suka jika Negaraku ini harus di cemari oleh politikus sepertinya, meskipun dia bukan seorang pemimpin negara, tetap saja aku tak pernah suka membaca berita tentangnya yang selalu mendukung apapun pendapat busuknya. Penghasilan yang ku dapat setiap meng-endorse berbagai macam produk bisa bervariasi, mulai dari produk terkenal maupun produk baru yang masih belum tersebar luas di pasaran. Setiap bulan aku bisa mengambil 5-10 produk yang aku sukai, karena aku tak akan pernah melakukannya jika aku memang tak ingin, sangat menyebalkan jika harus mendapatkan paksaan dari pihak pemilik produk yang meminta bantuan padaku, meskipun aku di bayar, tetap saja aku ambil secukupnya saja, aku tak suka mengambil berlebihan karena aku sendiri sudah cukup berhemat selama ini, bahkan bisa di katakan tabunganku sudah mencapai tujuh digit angka 0 yang ada di belakangnya, aku juga tak ada niatan untuk terus hidup susah, karena aku akan menggaet seorang pengusaha dengan wajah rupawan yang kumiliki, entah itu sebagai simpanan maupun istri siri, aku tak peduli karena aku tak akan pernah hidup dengan belenggu cinta seperti semua orang. Jika aku di tinggalkan aku bisa menikmati tunjangan yang akan mereka berikan padaku setelah meninggalkan diriku. Aku memanglah bukan gadis baik yang mempunyai prinsip untuk hidup bersama laki-laki yang akan menyayangiku nanti, karena aku juga gadis yang cukup nakal karena pernah memikirkan kemungkinan menjadi simpanan pengusaha dengan tunjangan uang perbulannya, aku tak akan merusak rumah tangga mereka, karena aku tak memerlukan pengakuan yang tak berlaku seperti itu. Jika istri sahnya menganggap ku seperti seorang teman tentu saja aku bersedia keluar bersama untuk menghamburkan uang dari laki-laki yang sama bersamaan. Tapi jika memang istri sahnya tidak suka padaku, maka aku juga siap pergi asal uang yang mereka berikan cukup untukku hidup selama mencari incaran baru. Itu semua masih ada di angan-angan ku, aku belum melakukan semua angan-angan itu menjadi nyata, karena sekarang aku masih merasa cukup muda untuk menjajakan diri pada laki-laki berdompet tebal dengan debit yang terus terisi. Starla tetaplah Starla, tak akan pernah ada orang yang akan mengubahnya, entah itu sifat keras kepalanya maupun sikap semena-mena yang di milikinya, karena Starla tetaplah menjadi milik Starla. Karena aku akan menemukan laki-laki yang akan memahami sifat dan sikapku, laki-laki yang akan terus mengalah jika terus berdebat denganku, dan laki-laki yang akan mengeluarkan uangnya dengan mudah saat aku mengulurkan tanganku, atau bisa juga laki-laki yang akan langsung memberi tanpa menunggu diriku yang akan meminta duluan, karena laki-laki seperti itu akan sulit di dapatkan, meskipun ada mungkin hanya bisa di hitung dengan jari, berbeda dengan laki-laki yang sering melupakan tanggung jawabnya, sangat mudah di hitung dengan kalkulator hp. Gibran Alexis Pratama. Kalian bisa memanggilku Gibran, kedua orang tuaku meninggal saat aku menginjak usia 6 tahun, bundaku meninggal karena jatuh dari tangga sedangkan ayahku sendiri tiba-tiba saja mengalami kecelakaan setelah beberapa hari bundaku meninggal. Aku tak mempunyai banyak kenangan tentang mereka, selain karena saat itu aku masih sangat muda dan tak bisa mengingatnya dengan jelas sampai sekarang. Aku di besarkan oleh Tante Tasya dan Om Roni yang kini aku panggil dengan sebutan mama dan papa, sesekali aku juga tinggal bersama kakek nenekku, orang tua dari ayah kandungku dan Tante Tasya. Di usiaku yang menginjak 26 tahun ini, aku sudah menjadi pimpinan dari perusahaan yang di tinggalkan oleh ayahku, banyak sekali yang harus aku pelajari untuk menjadi pemimpin perusahaan itu dengan usahaku sendiri. Semangat serta dukungan dari orang-orang sekitar membuatku sadar akan sesuatu, aku tak boleh mengecewakan mereka, aku tak ingin bermain-main layaknya remaja lain yang bisa menikmati masa remajanya, yang aku pikirkan saat itu adalah menjadi yang terbaik dan membuat semua orang bangga padaku. Julukan si Ceo culun sangat mendarah daging untukku, selain diriku yang tak pernah sekalipun menyentuh alkohol maupun nikotin, aku juga tak pernah bermain dengan wanita sekalipun, bisa di katakan aku masih jomblo sejak lahir. Tak ada satu orang pun wanita yang bisa menarik perhatianku, dan tak ada juga wanita yang dengan mudah memiliki hatiku. Kalimat mama yang menjelaskan wanita yang baik dan buruk masih ku ingat sampai saat ini, dan ini juga yang membuatku lebih sulit untuk mendapatkan wanita yang tulus seperti bundaku sendiri, Bunda Alisya. Jika kalian bertanya apakah tak ada yang berusaha menggodanya? Tentu saja jawaban Gibran ada, Gibran tak akan pernah berbohong soal itu, banyak rekan bisnisnya yang terkadang mengajak meeting di luar dengan berbagai macam wanita dengan polesan yang sedikit berlebihan, bukannya nafsu Gibran justru bergidik takut saat melihat wanita-wanita itu ingin mendekatinya. Gibran sangat mementingkan kebersihan, Gibran tak pernah suka dengan hal-hal yang kotor, seperti club, bar, dan tempat pelac*ran yang sangat kotor dengan berbagai bau parfum dan bau sesuatu yang sangat menjijikkan. Gibran bukanlah polos sepenuhnya, Gibran pernah sesekali menonton tontonan yang sudah seharusnya ia tonton, sebenarnya alasan utama Gibran menonton hal seperti itu hanya ingin memastikan apakah dirinya normal atau tidak, karena dirinya sering kali mendapat ejekan dari teman-teman sebayanya yang sering mengajak dirinya untuk bermain-main seperti itu. Meskipun mamanya pernah bilang tak perlu mendengarkan tentang ejekan teman-temannya, tetap saja Gibran perlu memikirkan semua itu, Gibran merasa dirinya memang terlalu kolot dan ingin mencoba sesuatu yang baru, namun Gibran tak cukup memiliki keberanian untuk mencoba semua itu. Hari-hari Gibran lakukan dengan duduk di depan berkas-berkas pekerjaan yang sudah menunggunya, di temani oleh sekertaris laki-laki yang selalu ada untuk membantunya. Tak jarang gosip tentang dirinya yang belok sesekali terdengar karena dirinya yang lebih sering keluar dengan sekertarisnya itu daripada harus keluar dan bersenang-senang dengan seorang wanita. Bahkan jika hampir semua bos perusahaan punya scandal dengan salah satu modelnya, Gibran pun tak berniat untuk menjalin hubungan dengan para modelnya yang bisa di katakan cantik-cantik dan seksi. Hari ini, Gibran cukup bingung untuk mencari model yang pantas untuk memperkenalkan perhiasan baru yang akan ia luncurkan bulan depan, Gibran butuh pandangan baru yang bisa membuat perhiasannya semakin bersinar. Meskipun bisa di katakan model-modelnya cukup pantas untuk memakainya, tapi tetap saja Gibran butuh model baru yang mungkin saja bisa membuat perhiasannya semakin laku di pasaran, entah itu kalangan atas maupun bawah, setidaknya Gibran punya beberapa model dengan harga yang berbeda-beda, tergantung kualitas dan model terbaru yang ia rancang dengan apik. "Bagaimana kalau kita pakai artis saja? Selain mereka sudah terkenal mereka juga sudah pasti sudah berpengalaman dalam mempromosikannya, lagian selama ini kita belum pernah mencobanya." Usulan dari sekertarisnya membuat Gibran mengetuk-ngetukkan bolpoinnya pelan di meja kerjanya, memikirkan tentang usulan dari Ares salah satu sekertaris kepercayaannya. "Artis siapa yang kamu rekomendasikan?" Tanya Gibran seraya menoleh ke arah Ares dengan tatapan tajamnya. Ares bergerak maju, memperlihatkan berkas yang berisi tentang formulir beberapa artis yang menurutnya cukup cocok untuk mempromosikan perhiasan baru yang akan di luncurkan bulan depan, perhiasan yang cukup istimewa karena itu pertama kalinya desain yang di buat oleh Gibran dengan adanya makna yang tersembunyi dari perhiasan itu sendiri. Ada satu perhiasan yang memang sengaja di buat satu saja, karena Gibran tak berniat untuk memperjualbelikan lebih dari satu, itupun nanti hanya akan menjadi aksesoris pajangan di kantor laki-laki itu. Gibran mengambil ponselnya yang ada di meja, mencari nama seseorang yang sudah lama tak menghubungi dirinya, salah satu teman yang bisa membantu kebingungannya itu. "Kenzo ada?" Tanya Gibran saat mendengar suara wanita yang tengah mengangkat ponsel milik sahabatnya yang sudah ia anggap sebagai saudaranya. "Kenzo mandi," jawab wanita yang ada di sebrang sana, tentu saja Gibran tahu apa yang sudah di lakukan sahabatnya itu hingga mengharuskan laki-laki itu untuk mandi. "Tolong sampaikan jika aku menelfon nanti." Kata Gibran pelan, mematikan sambungan telponnya setelah mendengar jawaban yang ia inginkan. Gibran mendongakkan wajahnya, menatap ke arah sekertarisnya yang juga tengah menatapnya dengan bingung. "Kamu pernah berhubungan badan dengan wanita?" Tanya Gibran tanpa basa-basi. Ares tentu saja terkejut mendengarnya, ini pertama kalinya bosnya itu bertanya hal-hal yang berbau dewasa kepadanya. Tak bisa Ares pungkiri, jika Ares memanglah lebih tua 5 tahun dari bosnya itu. "Pernah." Jawab Ares sedikit pelan. "Pacar atau sewaan?" Tanya Gibran lagi. "Calon istri," jawab Ares yang langsung di jawabi anggukan oleh Gibran. Gibran sendiri lupa jika Ares akan menikah sebentar lagi. "Selain calon istri pernah?" Tanya Gibran lagi. "Pernah, pacar jaman sekolah dulu." Jawab Ares lagi, setidaknya Ares perlu mengajarkan hal-hal seperti itu pada bosnya agar dirinya tak ikut-ikutan terseret karena gosip tentang bosnya yang ternyata menyukai sesama jenis. "Gimana rasanya? Aku cuma penasaran, di video yang aku tonton mereka hanya teriak-teriak tak berguna." Lanjut Gibran lagi yang langsung membuat Ares terbatuk mendengarnya, Ares tak menyangka jika bosnya juga melihat hal begituan. "Nyonya Tasya tahu kalau pak Gibran nonton video itu?" Tanya Ares hati-hati. "Enggak, mama bilang boleh nakal asal masih batas yang wajar." Jawab Gibran yang langsung di jawabi anggukan oleh Ares sendiri. "Gimana ya? Pak Gibran udah pernah col*?" Tanya Ares sedikit kebingungan untuk menjelaskan. "Pernah sesekali." Jawab Gibran lagi. "Rasanya gimana?" Tanya Ares lagi. Jika saja ada seseorang yang mendengarnya, tentu saja gosip baru akan tersebar luas ke luar sana. "Lega," jawab Gibran sedikit ragu. "Sebenarnya tak berbeda jauh, hanya saja jika kita bermain dengan wanita rasanya sedikit berbeda, apalagi jika wanita itu punya cara sendiri dalam berc*nta, rasa lega yang pak Gibran rasakan saat sendirian akan kalah jika kita bermain dengan wanita." Kata Ares sedikit menjelaskannya. "Jadi enak apa nggak?" Tanya Gibran lagi. "Mantap," jawab Ares sedikit mengedipkan matanya. Gibran langsung saja melempar Ares dengan berkas formulir yang tadi sudah di bacanya, menggeleng pelan saat mendengar jawaban dari Ares. Bukannya lega, Gibran justru merasa sedikit geli mendengarnya, apalagi melihat ekspresi Ares yang terlihat sedikit mengesalkan. "Pak Gibran mau coba? Aku punya beberapa kenalan." Tawar Ares yang langsung membuat Gibran mengulurkan ponselnya. "Siapa tahu nanti pengen coba-coba." Jawab Gibran seraya menyerahkan ponselnya ke arah Ares yang melebarkan matanya. Gibran sendiri lebih memilih untuk memperbaiki penampilannya, dirinya berniat untuk menemui Kenzo di manapun laki-laki itu berada, entah ada di hotel maupun bar sekalipun Gibran akan mencarinya, karena bisa gawat kalau tak segera bertemu dengan laki-laki itu. "Sudah saya simpan pak, namanya wanita 1, wanita 2, sampai wanita 10." Kata Ares seraya menyerahkan ponsel bosnya. "Yang setia sama pasangan, jangan main-main di luar, nanti kalau kena penyakit kasihan anak istri yang ikut-ikutan." Kata Gibran seraya menepuk pundak sekertarisnya pelan, berlalu meninggalkan Ares yang ingin mengumpat pada bosnya itu. Benar, jika dirinya saja punya banyak nomor wanita panggilan, tentu saja bosnya tahu bagaimana dirinya bermain di luar sana, apalagi bosnya cukup pintar dalam menilai situasi. Gibran menginjakkan kakinya di restoran xx, restoran yang menjadi tempat untuk Gibran dan Kenzo bertemu, meskipun sedikit lebih cepat dari waktu yang di katakan, tetap saja Gibran memilih datang terlebih dahulu. Langkah Gibran terhenti saat merasakan sesuatu mengenai kemejanya, bau amis menyeruak masuk ke Indra penciumannya, Gibran mengalihkan pandangannya ke arah kemejanya yang sudah basah dengan pecahan telur yang sudah tak lagi berbentuk. "Mau jadi pahlawan kesiangan Lo?" Makian dari seseorang yang ada di depannya membuat Gibran mendongakkan kepalanya, menatap ke arah kerumunan laki-laki dan wanita yang sedang menatapnya sinis. "Kalau Lo nggak mau babak belur mending minggir deh, gue nggak punya urusan sama Lo, urusan gue sama cewek yang ada di belakang Lo." Kata laki-laki itu lagi. Gibran menolehkan kepalanya ke belakang, menoleh ke arah wanita yang tengah tersenyum lebar ke arahnya. "Kalau kalian berani, lawan nih pacar gue, wleee." Kata wanita itu yang tentu saja membuat Gibran membuka matanya lebar, tak percaya dengan kalimat pengakuan yang baru saja di dengarnya. Gibran melepas jas yang di pakainya dengan gerakan yang sangar, hidungnya sudah terasa hampir mati rasa jika saja dirinya terus-menerus mencium bau yang sangat mengotori indra penciumannya. Tak seperti pikiran Gibran, semua orang yang melihat tentu saja berpikir jika Gibran benar-benar akan melindungi pacarnya itu. Gibran kembali melepas kemejanya, menyisakan kaos putih polos yang di pakainya, membuat semua orang berpikir apa Gibran tak merasa gerah dengan pakaian bertumpuk-tumpuk seperti itu? Gibran berjalan ke arah tempat sampah, membuang jas serta kemejanya yang tadi terkena pecahan telur dengan gerakan biasa. "Kalian nunggu apalagi? Sana kejar." Kata Gibran seraya beranjak dari tempatnya untuk mencari tempat duduk yang bisa di tempatinya. Wanita itu langsung saja lari dengan berbagai peringatan yang menumpuk di hatinya, mengumpati seorang Gibran yang bahkan tak tergoda dengan wajah cantiknya, dalam hati wanita itu berjanji akan membuat laki-laki itu bertekuk lutut di depannya, bodo amat jika semua itu tidak akan benar-benar terjadi. Gibran menatap ke arah kerumunan yang tadi mengejar wanita yang bersembunyi di belakangnya, Gibran tak ingin peduli tapi kepeduliannya selalu saja membuat dirinya merasa ingin membantu semua orang. Gibran yang baru saja ingin beranjak dari duduknya menghentikan langkahnya saat sapaan Kenzo sudah terdengar di telinganya. "Duduk dulu." Kata Kenzo yang berhasil membuat Gibran menoleh ke arah sahabatnya itu dengan mata yang kadang terus mengamati ke arah kerumunan yang sudah tak terlihat keberadaannya. "Lihatin apa sih?" Tanya Kenzo membuat Gibran menoleh dan menggeleng pelan, toh memang bukan urusannya. Kenzo kembali duduk di kursinya, menatap sekali lagi ke arah kerumunan yang sudah tak terlihat jiwa baiknya terus menerus membujuknya untuk menolong wanita yang tadi mengakui dirinya sebagai seorang pacar. "Siapa sih? Cewek?" Tanya Kenzo penasaran, karena ini pertama kalinya Kenzo terlihat tak fokus dengan tujuannya. "Bukan apa-apa, btw Lo tadi habis main?" Jawab Gibran seraya mengalihkan perhatiannya dengan bertanya perihal wanita yang tadi menjawab telponnya. "Biasa, mantep goyangnya." Jawab Kenzo yang tentu saja membuat Gibran menggelengkan kepalanya tak percaya. "Btw, ada apa?" Tanya Kenzo to the point. "Lo punya kenalan model atau apa gitu? Yang cukup cantiklah." Tanya Gibran seraya membuka ponselnya, memperlihatkan desain perhiasan baru miliknya. Kenzo menatap dengan cermat foto yang baru saja di tunjukkan oleh Gibran padanya, mengamati gambar perhiasan yang sangat-sangat mewah. "Ini Lo buat berapa set?" Tanya Kenzo seraya memperbesar gambar yang di perlihatkan oleh Kenzo. "Nanti rencananya sih yang diedarkan itu yang imitasi, jadi seperti tiruan gitu, Lo mau ambil?" Tanya Gibran seraya memberikan tawaran itu pada sahabatnya. Sudah seperti kebiasaan Gibran yang akan mengeluarkan tiruannya saat dirinya tak berniat untuk memperjualbelikan hasil karya seninya. "Itu gambar yang tiruan." Kata Gibran lagi yang langsung saja membuat Kenzo menatap tak percaya ke arah Gibran. "Beneran ini yang imitasi?" Tanya Kenzo tak percaya. "Bener, kalau Lo mau nanti bagi hasil sama deh, Lo 50% gue 50%, jarang-jarang nih gue nawarin gini." Jawab Gibran yang tentu saja langsung membuat Kenzo mengulurkan tangannya ke depan. Gibran menyambut uluran tangan Kenzo sebagai bukti jika kerja sama resmi terjalin di antara keduanya. "Lo yang cari model ya." Kata Gibran yang langsung saja di jawabi anggukan oleh Kenzo. "Ntar semua modelnya biar gue yang bayar, setaralah sama kerja sama yang Lo tawarin." Kata Kenzo seraya memanggil seorang pelayan untuk memesan sesuatu. "Tumben Lo pakai kaos doang?" Tanya Kenzo yang langsung saja membuat Gibran menoleh ke arah kaosnya. "Tadi nggak sengaja ketumpahan air aja, mangkanya gue buang." Jawab Gibran berbohong, tak mungkin juga Gibran akan jujur dengan hal yang cukup memalukan itu. Kenzo hanya menanggapi dengan anggukan, menoleh ke arah pelayan yang sedang bertanya padanya, Kenzo menyerahkan buku menu ke arah Gibran yang tentu saja langsung di tolak tegas oleh Gibran, karena Gibran tak membutuhkan semua itu. "Omelet telur setengah mateng mbak, sayurnya yang lengkap, terus minumnya air putih aja, di botol ya mbak, nggak usah pakai gelas." Kata Gibran yang langsung saja di catat oleh pelayan dengan cepat. "Samain mbak, tapi minumnya jus alpukat aja." Kata Kenzo yang ikut-ikutan memesan makanan yang sama. "Lo nggak pesen nasi?" Tanya Kenzo yang langsung saja di jawabi gelengan oleh Gibran. "Tadi udah sarapan di rumah, di bawain bekal juga sama mama Tasya." Jawab Gibran yang langsung saja membuat Kenzo menggelengkan kepalanya tak percaya. "Lo mau sampai kapan jadi anak mama? Apa-apa di atur sama mama, jangan-jangan jodoh Lo juga mama yang nyariin." Ledek Kenzo yang tentu saja tak akan berpengaruh apapun buat Gibran, karena bisa saja Gibran akan menyerahkan perihal jodohnya itu pada mamanya. "Lha Lo, tiap hari ganti lobang, Lo yakin bebas penyakit?" Tanya Gibran dengan sangat kesal. "Si*lan." Desis Kenzo seraya menendang kaki Gibran dari bawah. "Btw ntar cari model beberapa ya, biar gue bisa milih." Kata Gibran sekali lagi mengingatkan Kenzo. "Bawel Lo, kayak sama siapa aja." Kata Kenzo seraya menatap ke arah Gibran dengan sedikit tak suka. "Ntar malem gue ada janji di bar, Lo mau ikut?" Tanya Kenzo yang langsung saja di jawabi gelengan oleh Gibran. "Habis ini gue ada janji kencan sama mama." Jawab Gibran yang tentu saja membuat Kenzo berdecak kesal. Pasalnya semua kegiatan Gibran tak pernah jauh-jauh dari mamanya itu, semuanya bersangkutan dengan mamanya, kadang Kenzo jadi berpikir mungkin saja nanti Gibran nggak akan pernah menikah karena mamanya. Setelah pesanan datang, Gibran memakannya dengan cepat, mengabaikan suara Kenzo yang terus saja berceloteh ke sana ke mari. Gibran meletakkan sendok dan garpunya setelah menyelesaikan makanannya, membuka botol air mineral yang tadi ia pesan. "Bayarin ya, gue udah di tungguin sama mama." Kata Gibran seraya melenggang pergi dengan botol minumannya, mengabaikan teriakan Kenzo yang tak terima di tinggal olehnya. Gibran terus berjalan ke arah parkiran mobilnya, membuka pintu mobilnya dan masuk ke dalamnya, Gibran mengambil kemeja serta jas yang ada di kursi penumpang, dan bergegas membuka kaos polosnya yang terasa basah. Di saat Gibran selesai membuka kaosnya dan belum sempat memakai bajunya, pintu samping kemudinya terbuka, menampilkan seorang wanita yang masuk begitu saja, tak terkejut sekalipun dengan ketelanjangannya, berbeda dengan Gibran yang merasa tak nyaman dengan situasi yang ada saat ini. "Tenang gue cukup umur kok, terusin aja gantinya." Kata wanita yang sempat membuat Gibran mengingat wanita itu. "Lo ngapain kabur ke sini?" Tanya Gibran seolah melupakan ketelanjangannya. "Cuma mobil Lo yang bisa di buka." Jawab wanita itu yang akhirnya membuat Gibran menghela nafasnya pasrah dan mengganti bajunya dengan cepat. "Badan Lo oke juga, mau olah raga sama gue?" Tawar wanita itu yang langsung saja membuat Gibran menatap tak percaya ke arah wanita gila yang duduk di kursi yang ada di sampingnya. Tbc.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Om Tampan Mencari Cinta

read
399.8K
bc

Nur Cahaya Cinta

read
358.5K
bc

Mendadak Jadi Istri CEO

read
1.6M
bc

Cici BenCi Uncle (Benar-benar Cinta)

read
199.7K
bc

Marry Me If You Dare

read
222.8K
bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
76.0K
bc

Akara's Love Story

read
258.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook