bc

Gairah Cinta [BAHASA INDONESIA/COMPLETED]

book_age18+
17.3K
FOLLOW
322.2K
READ
billionaire
love-triangle
possessive
one-night stand
love after marriage
pregnant
arranged marriage
drama
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

Kisah cinta dua anak manusia yang bertolak belakang, bagaikan langit dan bumi.

Vino Uparengga hanyalah seorang laki-laki biasa yang hidupnya serba pas-pasan. Terbiasa hidup mandiri sejak remaja, membuat Vino tumbuh menjadi laki-laki yang kuat dan mandiri. Hidupnya berbeda seratus delapan puluh derajat dengan Irene Mariana, seorang perempuan cantik yang hampir di sepanjang hidupnya, selalu dikelilingi kemewahan dan hidup serba berkecukupan.

Karena takdir, keduanya akhirnya bertemu secara tidak disengaja. Tanpa sadar, benih-benih cinta akhirnya mulai tumbuh sejak keduanya berusia remaja dan bahkan terus berlanjut hingga keduanya beranjak dewasa.

Namun di saat Vino dan Irene sudah begitu siap untuk membangun keluarga, keduanya harus menerima kenyataan pahit bahwa Irene dijodohkan secara paksa oleh Rio Samahita.

Rio, seorang laki-laki muda yang memiliki karir cemerlang, kaya raya, dan begitu mapan. Kehadiran Rio di tengah-tengah Vino dan Irene lantas membawa konflik dan masalah yang menggoyahkan kisah cinta keduanya.

Bagaimanakah akhir kisah cinta antara Vino dan Irene? Akankah lrene memilih Vino, laki-laki yang begitu dicintainya, ataukah memilih Rio, laki-laki pilihan orangtuanya?

chap-preview
Free preview
Chapter 1 - I Miss You
Malam semakin sunyi. Udara semakin dingin. Semua insan nampaknya sudah lelap tertidur, menyelami dunia mimpinya masing-masing. Rasa lelah setelah seharian bekerja dan beraktifitas, terbayar sudah dengan nyenyaknya tidur malam di atas ranjang yang empuk. Semua nampaknya sudah tertidur, namun tidak bagi Vino Uparengga. Daritadi Vino hanya duduk di sofa kecil di apartemennya, dengan kaki yang terus bergerak gelisah, menunggu kedatangan perempuan pujaan hatinya. Ibu jari tangan kanannya sibuk, bergerak ke atas dan ke bawah, terus menscroll layar ponselnya tanpa henti. Entah apa yang ada dalam pikiran lelaki tampan satu ini. Tubuh Vino tinggi semampai, ditambah dengan hidungnya yang begitu mancung dan lurus, persis seperti perosotan yang biasa dimainkan anak-anak TK. Tubuhnya yang kurus membuat garis rahangnya yang terpahat indah itu terlihat semakin jelas. Lengannya berotot, tetapi tidak berlebihan. Tidak sebesar Ade Rai. Tulang pipinya tinggi, menambah kesan manly dan gentle pada wajah tampannya. Rambutnya hitam legam bak gelapnya malam, alisnya yang tebal itu terbentuk begitu rapih. Matanya tajam, bagaikan elang yang hendak berburu mangsanya. Bibirnya yang berwarna sedikit kemerah-merahan itu terasa begitu halus, seolah-olah menantang siapapun yang melihatnya untuk menciumnya. Vino Uparengga memang sempurna. Secara fisik, Vino mungkin memiliki semua yang kaum Adam inginkan. Apalagi setiap kali lewat di depan kerumunan, terutama yang banyak ibu-ibunya, pasti ada saja yang menyoraki Vino. Mendekatinya, sekadar ingin meminta nomornya, atau sekadar ingin melihat apakah benar makhluk ciptaan Tuhan satu ini benar-benar nyata. Padahal Vino hanya pakai sandal jepit merek swallow, celana jins robek-robek, dan kaos hitam. Mungkin tidak ada yang menyangka juga bahwa dibalik wajah dan tubuhnya yang sempurna itu, terkadang Vino hanya mandi satu kali sehari. Vino memang cuek. Apalagi pekerjaannya yang hanya sebagai seorang seniman, kalau boleh dibilang seniman freelancer, yang mana tidak menuntutnya untuk selalu tampil rapih. Vino tidak perlu pusing-pusing memikirkan mau memakai parfum merek apa, belajar susahnya memakai dasi, atau membeli kemeja dan celana kerja di The Executive. Yang penting karya seninya jadi dan ada yang membeli. Tidak ada yang peduli juga apa yang dipakai Vino saat dia membuat mahakaryanya. Yang orang pedulikan hanya karya seninya saja. Ponsel yang digenggam Vino daritadi tiba-tiba bergetar. Ada satu panggilan masuk, dari perempuan itu, pujaan hatinya. "Tunggu sebentar ya," kata perempuan itu. Vino menghela napas panjang, sudah tidak sabar bertemu dan b******u dengan kekasih hatinya. "Jangan lama-lama," katanya. Tak lama kemudian, seseorang mengetuk pintu apartemen milik Vino. Dengan langkah yang tidak sabaran, Vino langsung menghampiri pintu apartemennya. Begitu pintu apartemennya sudah terbuka, sebuah senyum manis langsung terpatri di wajah ganteng Vino. Rasa bahagianya begitu tak tertahankan, begitu akhirnya Vino melihat Irene, kekasih hatinya, berdiri tepat di depan kamar apartemennya yang berantakan itu. "Hai," sapa Vino kikuk. Sangkin terlalu tertegunnya, Vino sampai lupa menyuruh Irene masuk. Irene tersenyum geli. "Aku boleh masuk kan?" tanya Irene. Ah, Irene Mariana.  Sama rupawannya seperti Vino. Setiap lekuk wajahnya sempurna. Hidungnya mungil,  dengan batang hidung yang tinggi. Bibir mungilnya yang berwarna kemerah-merahan itu terasa begitu pas untuk dicium. Matanya bulat nan besar, tapi tidak terlalu belo. Alisnya terukir sempurna. Pipinya yang kemerah-merahan dan matanya yang besar itu membuat wajah Irene terlihat seperti sebuah boneka manekin berjalan. Rambut panjang dan kecoklatannya, yang menutupi daerah gunung kembarnya yang begitu ranum itu, terlihat begitu tebal dan sehat. Persis seperti rambut model-model yang biasa tampil di iklan shampo. Sayangnya Irene Mariana tidak terlalu tinggi. Tingginya hanya 160 cm. Hanya bertambah dua senti saja sejak lulus SMA. Berbeda sekali dengan Vino, yang tingginya hampir 190 cm. Vino mengunci pintu apartemennya tepat setelah Irene masuk. Vino langsung menghampiri Irene, lalu memeluk tubuh mungilnya dari belakang. Mencurahkan semua rasa rindu dan sayang yang bergejolak dalam dirinya. "I miss you," bisik Vino tepat di depan telinga Irene. Irene membalikkan badannya, membuat wajah rupawan keduanya kini saling berhadap-hadapan. Perbedaan tinggi badannya yang lumayan jauh, membuat Irene hanya mampu berdiri sebatas d**a bidang Vino. "Ada masalah apa, Vino?" tanya Irene penasaran, seolah-olah tahu apa yang ada dalam benak kekasih hatinya itu. Bukannya menjawab pertanyaan Irene, Vino malah langsung mencium bibir Irene. Dengan sigap, Vino menelusupkan lidahnya masuk ke dalam bibir Irene, sambil sesekali menggigit bibir bawah Irene yang terasa begitu halus itu. Vino memeluk tubuh mungil Irene dengan begitu erat, seolah-olah Irene akan menghilang dan lenyap ke udara jika Vino tidak memeluk tubuhnya erat-erat. Vino membelai rambut kecoklatan Irene di sela-sela ciuman panasnya. Jari-jari tangannya turun perlahan, dari membelai perlahan rambut halus Irene, turun membelai kedua lengannya, hingga pada akhirnya sampai tepat di depan kedua gundukan ranum milik Irene. Membuat Irene mendesah lembut karenanya, "Ahh, Vino .." Vino mencium bibir Irene sekilas. "Aku sayang kamu, Irene" kata Vino dengan napasnya yang terdengar sedikit terengah-engah. Setelahnya, Vino langsung menggendong tubuh mungil Irene, lalu membaringkannya dengan lembut di atas sofa empuk yang warnanya sudah terlihat pudar. Maklum, karena keterbatasan dana, Vino hanya mampu membeli sofa diskonan. Vino memperhatikan Irene dari ujung rambut hingga ujung kakinya sejenak, mengagumi indahnya wajah ciptaan Tuhan ini. Setelah puas menatapi wajah Irene sambil sesekali membelainya dengan lembut, Vino kembali menciumi wajah cantik Irene. Ciuman bibir Vino perlahan mulai turun, dimulai dari kening, hidung, hingga akhirnya sampai tepat di atas bibirnya yang terasa begitu halus itu. Jari-jari tangan Vino yang nakal mulai bergerak meremas lembut gundukan ranum milik Irene, yang masih tertutup kaos berwana putih dan bra kuningnya. Gunung kembar milik Irene memang tidak terlalu besar, tapi juga tidak kecil. Terasa begitu pas di genggaman tangan Vino yang begitu perkasa. Remasan tangan Vino yang begitu nakal membuat Irene mendesah keenakan. "Boleh dibuka?" tanya Vino dengan seringai nakal di wajah gantengnya. Irene hanya tersenyum dan mengangguk perlahan. Setelahnya, Vino langsung merobek kaos putih milik Irene dan melepas bra yang dipakainya dengan kasar. "Ah, Vino .. Kenapa kamu robek baju aku?" tanya Irene kesal. Vino tersenyum, "Nanti aku beliin yang baru." Vino kembali dengan aksi nakalnya. Vino langsung menelan ludahnya dengan kasar begitu kedua gundukan ranum milik Irene terpampang jelas di hadapan matanya. Bagaikan bayi, Vino langsung menghambar satu gunung kembar milik Irene. Menciuminya dan menyesapinya bagaikan seorang anak kecil yang sedang memakan es krim di musim kemarau yang panas. Tangannya yang lain tidak bisa diam, ikut meremas dan memainkan puncak gundukan ranum milik Irene yang satunya. Irene berusaha sekuat mungkin menahan desahannya, menggigit bibir bawahnya yang mungkin sudah berdarah sekarang. "Nghh ..," erang Irene. Tangan Irene sama nakalnya dengan Vino. Perlahan, jari-jari tangannya mulai bergerak turun, mencari-cari dimana milik Vino yang selalu berhasil memuaskan hasrat dan nafsunya itu. Setelahnya, Irene membelai lembut milik Vino, yang sudah mengeras di balik celana jins robek-robek yang dipakainya itu. Vino mendesah nikmat, membuat remasannya di gundukan ranum milik Irene semakin kasar. Merasa sudah tak sabar, setelahnya Vino langsung bangkit berdiri dan beralih menanggalkan seluruh pakaiannya satu per satu. Dimulai dari kaos hitamnya, lalu dengan cekatan Vino membuka kaitan ikat pinggang dan celana jins robek-robeknya. Irene membulatkan kedua matanya, begitu tertegun saat melihat Vino yang sudah polos tanpa sehelai benang pun. Setelahnya, Vino beranjak kembali menciumi bibir ranum Irene dengan kasar. Tangannya yang nakal lagi-lagi meremas gundukan ranum Irene dengan kasar. "Aku sudah nggak tahan," kata Vino dengan matanya yang sudah dipenuhi oleh kabut gairah. Vino menanggalkan celana jins dan panties milik Irene dengan kasar. Untung tidak sampai dirobek. Karena kalau dirobek, Irene pasti bingung akan pakai baju apa besok harinya. Kini tubuh keduanya sama-sama polos, tanpa balutan sehelai benang pun. Setelahnya, Vino mulai menciumi leher mulus Irene dengan kasar. Ciuman bibirnya perlahan mulai turun, menuju gundukan ranum Irene, meninggalkan banyak tanda kebiruan di sana-sini. Tanpa menunggu lama, dengan perlahan Vino langsung memasukkan miliknya ke dalam milik Irene, yang terasa begitu sempit dan hangat itu. Sebuah desahan akhirnya lolos dari bibir Irene, rasanya sudah tak bisa ditahan lagi. Vino dan Irene sudah tidak peduli jika ada tetangganya yang mendengar, yang penting nafsu dan gairah keduanya terpenuhi. "Ahh Vino!" desah Irene kencang. Milik Irene terasa begitu hangat dan sempit, meremas milik Vino dengan begitu erat. Vino mulai bergerak dengan tempo yang cepat, membawa miliknya semakin terbenam jauh di dalam milik Irene. Membawa Irene terbang ke nikmatnya lautan gairah. Irene menyalurkan rasa nikmat luar biasa itu dengan mencakar punggung mulus Vino. Semakin kuat dan perih cakaran Irene dipunggung Vino, semakin cepat pula Vino bergerak, membawa miliknya semakin jauh terbenam di dalam hangatnya ‘lubang surga’ perempuan bertubuh mungil yang sedang ditindihnya itu. Tanpa sadar, Irene menaikkan kedua kaki mulusnya, mengalungkannya di pinggang Vino. Membuat ‘lubang surga’-nya semakin terbuka lebar. Vino mulai mengerang, tak kuasa menahan betapa nikmatnya saat miliknya terbenam sempurna di dalam milik perempuan yang begitu dicintainya itu. "Irene ..," desah Vino. Hampi satu jam sudah keduanya berbagi desahan. Seolah-olah tak kenal kata lelah, meskipun malam semakin larut, dan keringat semakin membasahi tubuh keduanya. Dengan satu gerakan yang kasar dan cepat, Vino memompa miliknya dengan semakin kasar dan cepat. Hingga akhirnya keduanya mencapai puncak kenikmatannya, dan Vino mengeluarkan cairan cinta miliknya begitu banyak di dalam rahim Irene. "Ahh Vino!" desah Irene setelah berhasil mencapai orgasmenya. Setelah merasa cukup lelah, Vino kembali menggendong tubuh mungil Irene, membawanya pindah ke ranjang tempat tidurnya. Bukan untuk berciinta lagi, tapi untuk tidur. Begitu sudah sampai di dalam kamar tidur Vino, keduanya hanya diam. Tak bicara. Irene malah asik memandangi langit-langit kamar apartemen milik Vino. Tak suka berlama-lama berdiam sunyi, Irene akhirnya angkat bicara. "Kamu lagi ada masalah?" tanya Irene penasaran. Vino terdiam sejenak sebelum kembali bicara. "Kita bicarakan hal itu besok pagi," kata Vino. Irene tersenyum geli, "Ini kan sudah pagi, Vino .. Aku rasa sudah jam satu pagi sekarang." Vino membalas senyum Irene lalu beralih mencium dahi mulusnya sekilas, "Besok aku ceritakan semuanya. Let's go to sleep, aku sudah capek." "Tapi kamu puas kan?" goda Irene. Vino lalu mencium bibir Irene sekilas dan tersenyum lebar, "Good night, my baby." Malam semakin larut, kini suasana di apartemen Vino benar-benar sudah berubah sunyi. Tak ada lagi yang terdengar selain suara hembusan napas masing-masing.  

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Rewind Our Time

read
161.1K
bc

Call Girl Contract

read
323.1K
bc

OLIVIA

read
29.2K
bc

SEXRETARY

read
2.1M
bc

I LOVE YOU HOT DADDY

read
1.1M
bc

Hubungan Terlarang

read
500.8K
bc

Love Me or Not | INDONESIA

read
532.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook