bc

Summer Fling

book_age18+
8.3K
FOLLOW
43.3K
READ
billionaire
love-triangle
opposites attract
self-improved
CEO
bxg
lighthearted
office/work place
childhood crush
lonely
like
intro-logo
Blurb

Spin-off "Fake Dating Mr. Superstar"

Tap ❤ supaya gak hilang dari pustakanya ^.^

=================

Blurb:

Bagaimana rasanya memiliki hidup yang sudah diatur dari a sampai z oleh orang tua kalian? Belum lagi aturan itu bersifat memaksa dan tak bisa dibantah. Jengah? Sudah pasti.

Begitulah kehidupan seorang Kalandra Auriga Sagara atau sering dipanggil Andra, orang yang 'katanya' nomer satu dari Sagara Grup. Namun, ia hanyalah sebuah boneka yang dimainkan kedua orang tuanya.

Hal itu berubah sejak kehadiran Alice yang selama musim panas ini magang sebagai sekretarisnya. Sifat hangat Alice mampu memberikan warna lain dalam hidup Andra yang monoton. Sayang, masa depan Andra telah diatur dengan sempurna dan ia harus segera menikah dengan tunangannya.

Lalu, bagaimana cara Andra melepaskan diri dari skenario kehidupan yang dibuat orang tuanya?

Bisakah ia mendapatkan kebebasannya dan mendapatkan warnanya kembali bersama Alice?

© Atavya 2021

chap-preview
Free preview
SF 01
Mama [Le, jangan lupa nanti malam kita ada undangan makan malam sama keluarganya Danisha! Jangan sampai telat!] Pemuda yang tengah duduk bersandar di kursi kebesarannya itu menghela napasnya panjang. Didepannya terdapat meja kayu cukup besar dengan beberapa barang diatasnya, tumpukan berkas, komputer yang lengkap dengan papan ketiknya, interkom, alat tulis, tak lupa juga papan kaca bening dan tebal bertuliskan CEO Sagara Grup dengan nama Kalandra Auriga Sagara, atau kerap kali dipanggil sebagai Andra. Saya [Iya, ma.] Selalu dua kata itu yang bisa Andra tuliskan untuk membalas setiap pesan mamanya yang bernama Diah. Bahkan jika ia menggulirkan riwayat pesan singkat antara dirinya dengan sang mama atau papa, kalimat yang Andra tuliskan hampir tak pernah berbeda. Pemuda itu bahkan tak pernah berkata tidak pada setiap titah Diah ataupun Riswan, kedua orang tuanya. Andra memutar kursi berlapiskan kulit sintetis buatan Italia yang didudukinya dan menatap keluar jendela. Pemandangan dari lantai tiga puluh lima tempatnya berada terasa lengang namun juga sangat terik. Hanya langit berbalut polusi serta gedung-gedung pencakar langit disekitarnya yang bisa Andra tatap. Tak ada warna lain, persis seperti kehidupannya yang selama dua puluh enam tahun ini terasa monoton. Ini adalah undangan makan malam ke sekian ratus kali antara keluarganya dengan perempuan bernama Danisha dalam beberapa tahun terakhir. Danisha Barata, nama yang sudah belasan tahun dikait-kaitkan dengan Andra. Seorang wanita muda berusia dua puluh empat tahun yang saat ini masih menempuh pendidikan masternya di Amerika. Tok tok tok Suara ketukan pintu kaca membuyarkan keheningan yang Andra ciptakan untuk dirinya sendiri. Ia kembali membalikkan posisi kursinya hingga menghadap kearah pintu lalu mengizinkan siapapun yang ada dibaliknya untuk masuk. Seorang wanita berusia tiga puluhan dengan penampilan yang elegan melenggang masuk sambil tersenyum manis pada Andra. Ia juga segera menuju kursi sofa didepan meja Andra yang kemudian membuat pemuda itu segera meraih gagang telepon interkom dan memerintahkan sekretarisnya untuk membawakan minuman. Setelah itu ia segera beranjak dan mendekati tamunya. “Apa kabar, mas? Kayaknya udah lama kita gak ketemu,” ujar wanita itu. “Kamu gak kesini, gimana mau ketemu?” balas Andra seraya duduk di sofa tunggal. “Masa’ yang lebih tua yang nyariin yang muda?” Wanita itu mendengus, tetapi hanya sebuah candaan. “Tapi aku masmu, posisiku lebih tua, Ra,” sanggah Andra yang membuat keduanya terkekeh. Bersamaan dengan itu, sekretaris Andra masuk membawakan teh hangat dan meletakkannya diatas meja. Tak ada sepatah kata pun yang terucap dari bibir Andra barang sekedar terima kasih sekalipun. Berbeda dengan tamunya yang ramah dan murah senyum hingga membuat sekretaris Andra membalas senyuman dengan sama ramahnya. Sejauh ini, hanya sepupu Andra inilah yang mampu membuat Andra sedikit memamerkan ekspresinya. Dia adalah Arabella, adik sepupunya yang berusia tujuh tahun lebih tua. “Gimana kabar keponakanku?” tanya Andra kemudian seraya menyesap teh dari cangkirnya. “Makin gak bisa diem dan makin lengket sama papanya. Aku udah kayak makhluk tak kasat mata buat mereka,” sahut Ara kesal. “Emang bener ‘kan, kamu ratu kidulnya Arjuna,” Andra tersenyum kecil dan membuat Ara semakin kesal. “Gak usah ikut-ikutan panggil aku ratu kidul deh, Mas! Kamu sendiri aku panggil papan tulis aja suka protes, pake’ ngatain aku segala,” protes Ara. Andra kembali hanya menanggapi kalimat tersebut dengan senyum simpulnya. Sebenarnya panggilan papan tulis dari sang adik sepupu masih jauh lebih baik daripada julukan yang diberikan oleh para karyawan Andra di kantor. Mereka seringkali menyebut Andra sebagai Noppera yang tak lain adalah hantu muka rata dari Jepang karena kesulitan Andra dalam menampilkan ekspresi. Tak jarang juga ada yang menyebutnya sebagai Squidward saat Andra banyak menggerutu akibat pekerjaan yang tak sesuai dengan harapannya. Andra mengetahui semua julukan itu, namun seperti biasa, pemuda itu tak pernah ambil pusing. “Tumben kamu kesini, gak langsung ke rumah aja?” tanya Andra kemudian. “Males ketemu pak dhe sama budhe,” jawab Ara sambil mengedikkan bahunya. Meski bertahun-tahun telah berlalu, namun kedua orang tua Andra itu masih tidak menyukai Ara. Terlebih keduanya juga tidak akur dengan suami Ara yang mereka anggap tidak sepadan dengan keluarga Sagara. “Oh ya, kantor mas Andra ada lowongan gak?” tanya Ara. “Kenapa? Mau kerja disini?” Andra balik bertanya. “Enggak lah, hotel mau dikemanain kalau aku kerja disini?” Ara terkekeh. “Itu, sebulan lagi ‘kan di Eropa mulai liburan musim panas, adiknya mas Juna lagi pengen magang di Indonesia. Kebetulan kantornya mas Juna lagi gak ada lowongan dan hotelku juga gak sesuai sama jurusan dia. Kali aja ada lowongan disini.” “Adiknya Arjuna? Yang cewek itu?” tanya Andra memastikan. “Iya, Alice. Masa’ lupa? Kalian ‘kan pernah ketemu juga,” jelas Ara. “Berapa tahun yang lalu udahan, wajar lah kalau lupa,” Andra mendengus. “Jadi gimana? Ada gak?” Andra tampak mengusap dagunya beberapa kali dengan siku yang bertumpu pada pegangan sofa. Ia berpikir beberapa saat sambil sesekali mengangguk. “Kebetulan Mila sekretarisku yang lagi hamil itu bulan depan udah mulai cuti. Kalau dia mau, bawa aja kesini, biar nanti Wildan yang jadi supervisornya.” “Oke!” Ara menjentikkan jarinya puas. “Eh tapi emangnya bu dhe Dyah gak apa-apa kalau sekretarisnya mas Andra ciwi-ciwi muda, cantik, dan seksi gitu? Apalagi Alice bule loh, mas?” “Selama mereka bisa jaga sikap dan gak godain aku, mama gak masalah,” jelas Andra sambil mengedikkan bahunya. Ara tersenyum miring dengan tatapan mencurigakan dan membuat Andra cukup merinding. “Kenapa kamu senyum kayak begitu?” tanya Andra ngeri. “Alice tuh genit anaknya, pacarnya banyak, supel lagi. Hati-hati loh, Mas, ntar tergoda! Inget, ada hati yang harus dijaga,” sahut Ara memperingatkan. Andra tak membalas dan hanya berdecak kesal. Lagi-lagi ia diingatkan pada dirinya yang sudah di ‘booking’ sebagai calon menantu oleh keluarga Barata. Pandangan mata Andra jatuh pada jemarinya yang mungkin tak pernah menyentuh tanah tersebut. Tatapannya lurus pada jari yang kini memutar-mutar benda kecil berwarna emas yang melingkari jari manis sebelah kirinya. Cincin itu telah tinggal disana sejak satu tahun terakhir, tepatnya beberapa hari setelah Danisha diwisuda dari universitas nomor satu di negeri ini. Aura Andra semakin redup setiap kali ia melihat cincin tersebut. Ia bahkan kerap merasa tercekik oleh keadaan. Kedua orang tuanya adalah pemilik kehidupan yang sedang Andra jalani dan semua yang Andra lakukan harus melalui persetujuan mereka. Jangankan urusan jodoh, hal seremeh pakaian hingga tata letak barang di rumahnya pun harus mendapat persetujuan kedua orang tuanya. “Kalau gak suka, kenapa gak bilang aja sih, mas? Capek loh harus ngikutin cara hidupnya pak dhe dan bu dhe,” ujar Ara kemudian. Nadanya juga terdengar simpati. “Aku ‘kan memang wayangnya mama sama papa, Ra,” balas Andra getir. “Eh, Mas Andra bukan wayang! Wayang ki bojoku,” sahut Ara dengan bahasa Jawanya yang bisa secara langsung mampu mencerahkan suasana. Andra bahkan sampai tergelak oleh candaan garing sepupunya. Sebutan itu tak lain karena suami Ara memiliki nama yang sama dengan salah satu tokoh pandawa dalam pewayangan, Arjuna. Bahkan sampai saat ini Ara masih kerap kali memanggil suaminya itu dengan panggilan wayang jika ia sedang kesal. “Bukan wayang tapi boneka, yo podo ae, Ra,” seloroh Andra dengan bahasa yang sama seraya mendengus. Pemuda itu sangat paham dengan posisinya yang memang selalu disetir oleh kedua orang tuanya. Sehingga selain julukan yang berdasar pada sifatnya yang pendiam, datar, serta dingin, Andra juga tahu jika banyak orang mengatainya sebagai CEO boneka. Ia juga tak pernah menegur siapapun yang mengatai kehidupan monotonnya, karena semua itu memang benar adanya. “Kamu masih ada yang mau diomongin lagi, gak? Sebentar lagi aku ada rapat,” tanya dan jelas Andra yang tak ingin membahas masalah keluarganya terlalu jauh, meskipun bersama saudaranya sendiri. Ara menggelengkan kepalanya singkat serta mengemas tas tangannya. “udah, cuma itu aja yang mau aku omongin. Ntar aku bilangin ke Alice kalau bisa ngajuin magang kesini biar sekalian bikin surat pengantar dari kampusnya.” Selepas kepergian sang sepupu, Andra kembali menuju kursi kebesarannya. Tak segera melakukan pekerjaan atau bahkan mempersiapkan materi rapat seperti yang tadi ia sampaikan, Andra malah membuka laci terbawah meja kerjanya yang selalu terkunci rapat. Diraihnya selembar kertas foto berukuran 4R dari dalamnya dan pandangan Andra terus fokus menatap citra berwarna yang tercetak pada kertas tersebut. Disudut bawah kanan tertulis tanggal saat gambar itu diabadikan. Delapan tahun lalu atau lebih tepatnya saat hari pernikahan sang sepupu yang baru saja pergi. Sebuah foto candid dari sepasang remaja yang sedang berdansa dibawah lampu-lampu tumblr berwarna kuning hangat dan saling bertatapan penuh perasaan. Ibu jari Andra mengusap sosok si gadis remaja yang menjadi partnernya. “Como estas, Chica? Semoga kehadiranmu nanti tidak memperkeruh masalah yang sudah ada,” gumam Andra dengan atensi yang tak sedikit pun beralih dari si gadis dalam foto.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
11.7K
bc

My Secret Little Wife

read
94.0K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.8K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.9K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook