bc

Caliana, Bukan Istri Cadangan

book_age18+
18.2K
FOLLOW
136.5K
READ
family
second chance
boss
drama
sweet
brilliant
ambitious
female lead
male lead
realistic earth
like
intro-logo
Blurb

Duda satu anak menargetkan anak buahnya yang cantik sebagai calon istrinya.

Maukah si gadis itu menerimanya?

Penasaran? Jangan lupa untuk tekan love dan komentar ya

chap-preview
Free preview
Part 1
“Loe dimana?” pekikan lantang itu membuat Caliana berjengit. Inginnya ia menjauhkan ponsel dari telinganya, namun saat melihat benda persegi pipih itu ada di atas keramik wastafel akhirnya dia sadar bahwa ia mengenakan headset Bluetooth di telinganya. “Kenapa? Kangen sama gue?” tanya Caliana balik seraya mengibaskan tangan pelan untuk mengurangi kadar air yang membasahi tangannya sebelum meletakkannya ke bawah hand dryer. “Kangen kutu loe.” Dengus gadis di seberang sana. “Loe lagi dimana sih? Jangan bilang lo lagi di WC.” Gerutu si penelepon lagi. “Loe pasang GPS atau loe lagi pantau gue dari baskom kesayangan loe?” tanya Caliana lagi. Ia kembali memandangi wajahnya di cermin, membetulkan letak rambutnya sebelum meraih ponselnya dan keluar dari toilet. “Terserah loe bilang apa. Yang jelas loe dimana? Ini hari Senin, Ana. Loe setega itu gak masuk terus nambahin kerjaan gue. Baru aja weekend kemaren gue puji loe, sekarang loe ngasih gue beban hidup sebanyak ini?” keluh sahabatnya itu lagi. Mau tak mau Caliana terkekeh mendengarnya. “Gue lagi jadi supri. Paham loe?” jawab Caliana lagi. “Aih aih, loe lagi di kantor pusat ternyata.” Jawab gadis itu dengan nada yang berubah drastis. "Ngecengin bos dong." “Loe pikir gue apaan? Cinderella?” “Ya kali, gak dapet bos juga disana bisa lihat cowok-cowok bening yang rajin perawatan, An. Gak kayak disini, cowoknya udah pada rumeuk (buram) semua.” Keluhnya. Lagi-lagi Caliana terkekeh mendengar jawaban sahabatnya. “Udah, kerjain sana kerjaan gue sampe kelar. Bu Shelly ada nelepon gue.” Tanpa menunggu jawaban dari seberang sana, Caliana mengangkat panggilan dari atasannya itu. “Ya, Bu.” “An, file saya ketinggalan di dalam mobil. Tolong ambilin ya. Bawa langsung ke lantai lima belas.” Perintah atasannya itu. Caliana mengiyakan dan dengan segera berjalan menuju lift yang akan membawanya ke basement dimana mobilnya diparkir. Map yang dimaksud oleh atasannya itu memang berada di jok belakang mobilnya. Dengan segera Caliana meraih map itu dan kembali berjalan menuju lift. Ia berjalan dengan cepat menuju lift supaya tidak membuat atasannya menunggu terlalu lama. Caliana melirik lampu yang ada di atas ketiga lift di depannya dan ingin menggerutu karena sepertinya keinginannya untuk bergerak cepat tidak bisa sesuai dengan rencana. Sebenarnya Caliana bukan orang yang tidak sabaran. Hanya saja, melihat pasangan yang ada di depannya dia merasa risih dan ingin segera menjauh dari tempat itu. Sayangnya, untuk masuk ke dalam gedung lewat pintu depan, Caliana harus berjalan lebih jauh dan memutar karena tangga darurat juga tidak ada di area yang sama dengan lift. Ya, di depannya kini ada sepasang pria dan wanita yang tampaknya hendak masuk ke lift yang sama dengannya. Dari penampilan keduanya, Caliana tahu bahwa mereka bukan orang biasa. Si pria mengenakan setelan jas rapi yang Caliana tahu pasti harganya mahal. Sementara si wanita mengenakan gaun berwarna merah menyala yang membungkus ketat tubuh berlekuknya yang tampak membulat di beberapa tempat. Jangan lewatkan belahan d**a dan belahan pahanya. Dan sejujurnya, ingin sekali Caliana mendecih kala melihat si wanita dengan tak risihnya bergelayut manja di lengan si pria. Jika saja sahabatnya Gita ada disana, Caliana yakin mulut nyinyirnya akan merasa gatal seketika. Baiklah. Caliana memutar bola matanya. Ini Jakarta. Semua hal bisa bebas ia lihat disini. Dari tiga lift yang ada, pintu lift bagian tengah akhirnya terbuka. Caliana inginnya naik lift selanjutnya saja, tapi saat melihat layar di atasnya, ia kesal karena tampaknya kedua lift masih akan lama untuk bisa turun kembali ke basement itu. Belum lagi file yang ada di tangannya pasti sedang ditunggu oleh atasannya. Pada akhirnya yang bisa Caliana lakukan hanyalah menarik napas panjang dan turut masuk ke dalam ruang persegi yang tidak terlalu besar itu. Melihat tombol yang ditekan ke lantai Sembilan belas, Caliana menduga bahwa kedua orang ini adalah tamu ekslusif perusahaan. Pantas saja si tamu bisa berpenampilan seminim itu tanpa mengindahkan kesopanan. Sultan mah bebas mau melakukan apapun dan dimanapun, betul begitu? Caliana kemudian menekan angka dimana lantai yang hendak ditujunya berada. Ia mencoba untuk diam saja, namun mendengar suara grasak-grusuk di belakangnya, mau tak mau dia mengetuk-ngetukan kakinya di lantai. Hanya supaya suara itu tidak masuk terlalu jauh dalam telinganya. Ayolah, Caliana bukan bocah remaja yang tidak tahu apa yang dilakukan pasangan di belakangnya itu. Sudah tak bisa ia hitung banyaknya novel romantis yang ia baca dan bahkan film-film erotis dia lihat. Dan berada dalam posisi seperti ini mengingatkannya pada salah satu adegan dalam film yang hits di Indonesia pada jamannya. Kalian tentu tahu kan, film yang diperankan Jamie Dornan? Itu loh, Mr. Grey. Dalam salah satu filmya terdapat adegan saat Anastasia dan Christian berada di dalam lift setelah makan malam. Dan meskipun lift itu tidak kosong, Mr. Grey berani meraba-raba Anastasia. Dan sekarang, Caliana merasa bahwa dia sedang menjadi tokoh emak-emak yang terjebak di lift bersama pasangan hot itu. Ya Tuhan. Ia benar-benar ingin menggelengkan kepala supaya pikiran joroknya hilang. Membayangkan kedua orang di belakangnya melakukan hal seperti itu membuat suhu tubuhnya memanas seketika. Refleks matanya menatap pantulan buram yang ada di hadapannya dan Caliana tahu bahwa kedua orang itu saling mendekatkan diri. Caliana bersenandung dalam kepalanya seraya kembali mendongak dan melihat angka yang terus naik di sepersekian detiknya. Menghitung lantai demi lantai yang mereka lewati. Dan, Ting. Pintu lift terbuka di lantai lima belas. Dengan langkah cepat ia melangkah keluar dari pintu. Akhirnya, ia bisa menghela napas lega dan merasakan suasana yang lebih segar di luar kotak ber-AC itu. “Ada yang bisa saya bantu?” Sapaan ramah seorang wanita menyapanya ketika Caliana sedang membersihkan pikirannya dari hal-hal m***m tentang apa yang akan dilakukan kedua orang itu setelah ia keluar. “Ruang rapat dimana ya, Mba?” Tanya Caliana setelah yakin otaknya sudah kembali pada posisinya semula. “Mba dari kantor cabang?” resepsionis itu kembali bertanya. Caliana menganggukkan kepalanya mengiyakan. “Mbak silahkan masuk terus, lewati dua pintu. Rapat seluruh cabang ada di pintu ketiga.” Caliana mengangguk mengerti dan mengikuti istruksi si resepsionis bernama Selin itu. Ruangan pertama yang ia lewati, berdinding kaca tebal transparan. Di dalamnya tampak orang-orang sedang melakukan pembicaraan serius. Jelas itu rapat internal per divisi. Sama halnya dengan pintu ruangan yang kedua. Berkaca transparan juga dengan meja oval di dalamnya, namun tampak kosong. Sementara pintu ketiga, berpintu kaca berwarna hitam. Mungkin jenis kaca yang bisa melihat keluar ruangan namun tak tertembus dari luar. Caliana baru pertama kali menginjakkan kakinya di kantor pusat, jadi ia mencoba memerhatikan keadaan sekelilingnya seperti orang norak. Ia mengetuk pintu kaca tebal itu. Dari dalam seseorang membukakan pintu untuknya. "Saya cari Bu Shelly." Suaranya lirih. Wanita paruh baya yang mengenakan seragam biru muda berpolet merah itu membuka pintu lebih lebar. Caliana masuk ke dalam dan memerhatikan bahwa ukuran ruangan itu merupakan gabungan dari ruang pertama dan kedua yang sebelumnya ia lewati. Meja berbentuk oval yang memenuhi ruangan itu hampir sepenuhnya di isi, kecuali dua kursi yang ada di paling ujung, yang memunggungi jendela. Caliana melihat atasannya sedang berbincang dengan serius dengan seorang pria paruh baya. Ia mendekat ke arah atasannya dan menyapa pelan. "Oh, ya. Pak Septo. Kenalkan asisten saya, Caliana. Ana, ini Direktur keuangan kita, pak Septo." Ucap bu Shelly dengan ramah. "Ini to orangnya. Cantik ya." Ucap pria paruh baya itu tanpa kesan genit sedikitpun. "Shelly itu galak nggak ndo?" Tanyanya masih dengan nada ramah. "Sedikit, Pak." Jawab Caliana yang dibalas dengan cubitan pelan di pinggangnya. "Jangan mulai ngadu ya kamu, mentang-mentang ketemu sama yang jabatannya lebih tinggu dari saya." Tegur bu Shelly dengan mata menyipit galak yang dibuat-buat. "Iya bu, cuma kali ini aja kok." Jawabnya dengan senyum dikulum. Ia tahu bahwa kedua orang atasannya sedang bergurau. Jadi ia membalasnya dengan gurauan pula. "Lain kali kalo ketemu lagi, ngadunya agak banyakan deh." Lanjutnya datar, yang dijawab anggukan pelan dari Pak Septo. "Boleh, boleh. Lain kali saya jadi pendengar yang baik." Janjinya tulus. "Terus nasib saya sekarang gimana Bu?" Tanyanya bingung. Caliana datang kesini memang untuk menemani atasannya, namun bukan untuk menemaninya rapat. Karena dia bukan petinggi perusahaan seperti orang lain di ruangan ini. "Kamu tunggu di lobi boleh, atau di kantin boleh. Asal jangan pulang. Supaya nanti kalau meeting nya selesai saya bisa langsung nemuin kamu." Perintah halus managernya itu. Caliana hanya mengangguk mengerti dan meninggalkan ruangan. Ia kembali menuju resepsionis dan menanyakan dimana kantin berada. Ia akan menunggu managernya di kantin sembari makan dan membaca novel yang baru saja ia unduh via aplikasi berbayar di ponselnya. Baru saja hendak menuju lift, ia melihat pria yang tadi berada di dalam lift bersama wanita seksi itu berdiri di hadapannya, bersama seorang pria yang dikenal Caliana. "Kamu nemenin Bu Shelly?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Lucas. Caliana menjawab dengan anggukan pelan. "Iya, Pak. Biasa, jadi supri." "Lamaran aku buat jadi supri aku masih berlaku loh, Na." "Engga ah Pak, kalo jadi supri bapak yang ada malah saya dikeroyok masal. Saya mah cari aman aja Pak." "Kamu mah gitu. Padahal aku udah ngarep banget loh." Rayunya dengan manja. Caliana hanya menjawab dengan senyuman. Keduanya seolah tidak ingat ada sosok lain yang berdiri menjulang tinggi di samping mereka dengan tatapan tajam dan rahang yang terkatup rapat sampai akhirnya si pria berdeham pelan. Lucas menoleh dan tersipu. "Aku meeting dulu ya. Kamu stay sampai selesai, kan?" Caliana hanya menjawab dengan anggukan. Ia membungkuk memberi hormat pada Lucas dan pria di sampingnya, meskipun ia tidak tahu pria itu siapa dan jabatannya sebagai apa. Tapi satu yang pasti, pria itu pasti bukan hanya sekedar karyawan seperti dirinya. ________________ Hai Hai Readers tersayang... welcome to another Levent Family's Series.. Ini seharusnya jadi cerita pertama sebelum Bukan Ibu Pengganti. Tapi karena mood yang naik turun macem tanjakan jadinya ini menjadi cerita yang tayang untuk yang kesekian kalinya. Terima kasih untuk kesabaran kalian, selamat membaca dan jangan lupa untuk menekan gambar ❤️ dan memasukan cerita ini ke library kalian ya... Jangan lupa juga komennya ??

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Mas DokterKu

read
238.6K
bc

The Unwanted Bride

read
111.0K
bc

UN Perfect Wedding [Indonesia]

read
75.6K
bc

Cici BenCi Uncle (Benar-benar Cinta)

read
199.7K
bc

Akara's Love Story

read
258.4K
bc

The Ensnared by Love

read
103.8K
bc

Bukan Cinta Pertama

read
52.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook