bc

Hot Pervert Husband

book_age18+
4.4K
FOLLOW
49.5K
READ
dominant
billionairess
journalists
sweet
office/work place
first love
like
intro-logo
Blurb

Di juluki sebagai perawan tua dalam keluarga besarnya, membuat seorang Zeline di desak untuk segera menikah. Berkali-kali ia harus menghadiri acara perjodohan yang disiapkan oleh kedua orangtuanya hingga membuat wanita itu muak. 

Sebuah ide muncul saat pria terakhir yang dijodohkan dengannya ternyata seorang penyuka sesama jenis, bernama Daffin Narendra. 

Zelline menawarkan sebuah pernikahan berkedok bisnis dengan Daffin hanya demi status. Zeline yang seorang anchor ternama di Indonesia, bisa meredam isu tentang Daffin yang seorang gay. Sebaliknya, ia sendiri terbebas dari tuntutan keluarga, sehingga tetap bisa mengejar mimpi yang belum tercapai tanpa perlu direpotkan dengan tugas sebagai seorang istri. 

Siapa sangka setelah pernikahannya, sang suami malah bersikap m***m dan selalu mencuri kesempatan untuk menggodanya. Membuat Zeline bergidik ngeri membayangkan ternyata sang suami mempunyai ketertarikan pada pria dan wanita di saat bersamaan. 

Ditambah lagi, ternyata masalah dalam keluarganya belumlah usai. Setelah menikah, dia didesak untuk segera memiliki seorang anak. Bagaimana mungkin Zeline bisa punya seorang anak dengan pria yang memiliki pacar dari kaum sejenis? Apa yang harus Zeline lakukan demi menghindar dari suami mesumnya itu? Ikuti kisah Zeline dalam Hot Pervert Husband.

chap-preview
Free preview
Ultimatum
Bunyi heels menghentak lantai, begitu nyaring terdengar di koridor sebuah gedung kantor berita di bilangan Jakarta Pusat. Kaki jenjang pemilik heels tersebut, melangkah dengan lebar dan tergesa. Wajahnya nampak merah padam menahan kesal yang memuncak di ubun-ubun. Dia adalah Zeline Felysha. Seorang anchor sekaligus eksekutif produser dari sebuah kantor televisi swasta nasional terkemuka di Indonesia. Wajah yang dikaruniai rahang tegas itu semakin mempertajam ekspresinya saat ini. Ekspresi yang bisa membuat sebagian besar orang kantor memilih untuk menghindar dari pada berpapasan dengannya. Zeline melangkah cepat menuju parkiran. Baru saja tubuhnya mendarat di kursi pengemudi, ponselnya kembali meraung. Wanita itu tak perlu melirik layar monitor ponselnya. Ia sudah tau siapa yang melakukan panggilan tersebut. "Ini lagi on the way kesana, Ma," sergah Zeline begitu ponselnya tersambung dengan si penelpon. "Buruan … jangan sampe Tante Reni datang lebih dulu dari kamu ke sini," balas Mama Zeline tak kalah ketus dari anaknya. Wanita paruh baya diseberang sana, langsung memutuskan sambungan telpon mereka. Membuat Zeline bertambah kesal. Ia lantas melempar ponselnya ke jok sebelah menyalurkan amarah. "Selalu saja begini. Kapan sih mereka itu bisa kasih aku kebebasan?" gerutu Zeline seraya memacu mobilnya dengan kencang memecah jalanan Ibu Kota. Tak butuh waktu lama bagi Zeline tiba di sebuah restoran mewah, terletak di kawasan Sarinah yang memang berlokasi tak jauh dari kantornya. "Selamat siang. Apa sudah ada reservasi sebelumnya?" tanya seorang pelayan restoran yang menyambut kedatangan Zeline. "Atas nama Adam Herdian," ucap Zeline masih nampak menahan kesal. "Pak Adam sudah menunggu di ruangan VIP. Mari saya antar anda ke dalam," ucap pelayan restoran itu lagi sembari menyuguhkan senyum terbaik yang dimilikinya. Zeline hanya menggangguk malas. Hari ini segala keramahannya menguap begitu saja. Rasa kesal masih terus mendominasi. Ini adalah kali ke empat kedua orang tuanya berusaha mengenalkannya pada lelaki dalam satu bulan terakhir. Zeline sangat yakin, jika sang mama memaksanya ikut makan siang hari ini masih dengan tujuan yang sama. Berusaha menjodohkannya dengan lelaki pilihan mereka. "Ini ruangannya. Silahkan Bu," ucap pelayan restoran itu merujuk pada sebuah ruangan tertutup yang terletak di bagian belakang restoran. "Terimakasih." Wanita yang kerap disapa Ezel itu kemudian melangkah dengan gontai memasuki ruangan dimana ayah dan ibunya sedang duduk berdua tampak gelisah. "Akhirnya kamu dateng juga," sambut Bu Indira dengan senyum lebar ketika melihat Zeline berada di ruangan VIP restoran tersebut. "Mama apa-apaan sih, maksa aku ikut makan siang segala? Aku itu lagi banyak kerjaan, Ma." "Jaga sopan santun mu terhadap orang tua," ketus Pak Adam mendengar nada bicara putrinya itu. Zeline berdecak sebal mendapat teguran dari papanya. Ia menghampiri kedua orang tua nya dengan malas, lalu meraih tangan keduanya dan menciumnya secara bergantian. "Masalahnya mama sama papa selalu berusaha jodohin aku. Kayak aku enggak bisa cari jodoh sendiri aja," ketus Zeline seraya menghempaskan tubuhnya di kursi yang berseberangan dengan orang tuanya. "Emang kenyataannya enggak bisa kan?!" sambar Bu Indira. "Kalau kamu bisa cari jodoh sendiri, enggak bakalan kamu dijuluki perawan tua sama keluarga besar kita." "Ezel bukannya enggak bisa, Ma. Ezel cuma belum nemu yang cocok aja. Lagipula Ezel masih mau fokus sama karir dulu." "Karir terus yang kamu pikirkan. Kamu itu anak perempuan, Zel. Sudah waktunya berumah tangga," timpal Pak Adam. "Tapi Ezel belom siap, Pa," jawab Zeline dengan mata penuh permohonan. "Papa cukup senang waktu kamu mengambil magister manajemen bisnis. Papa kira akhirnya kamu akan berhenti menjadi wartawan dan bisa membantu papa di perusahaan. Tapi nyatanya apa? Kamu malah semakin sibuk dengan pekerjaan mu itu," Pak Adam menjeda ucapannya. Laki-laki paruh baya itu menarik nafas panjang sembari memperhatikan wajah putrinya yang kian ditekuk. "Jangankan memikirkan Papa dan membantu Papa di perusahaan. Kamu bahkan tidak memikirkan dirimu sendiri. Sampai detik ini kamu bahkan belum pernah mengenalkan calon suami mu pada papa dan mama." "Ezel belum kepikiran aja, Pa. Nanti juga kalau sudah waktunya, Ezel akan kenalin calon suami Ezel ke papa sama mama." "Kapan? Kamu itu anak kami satu-satunya. Kalau kamu tidak mau meneruskan usaha papa, setidaknya kamu segera kasih papa cucu. Supaya papa punya generasi penerus yang bisa papa didik dan persiapkan untuk mengambil alih perusahaan," balas Pak Adam. "Usia Ezel aja baru dua puluh delapan tahun, Pa. Masih terlalu muda untuk berumah tangga." "Terlalu muda kamu bilang? Mama saja menikah waktu usia mama baru dua puluh tiga tahun, Zel. Perempuan seusia kamu itu sudah kelewat matang untuk berumah tangga," kali ini Bu Indira yang mencecar putrinya. Zeline menghela nafas panjang. Menghadapi salah satu dari dua orang tua dia hadapannya ini sudah cukup runyam. Sekarang, ia malah harus menghadapi ke duanya sekaligus. Sudah tentu Zeline kewalahan. "Sekarang kan sudah modern, Ma. Seseorang tidak harus menikah karena usianya dirasa sudah cukup. Tapi menikah itu adalah menyatukan dua kepala menjadi satu. Harus bisa saling memberikan kenyamanan baru bisa menikah." Zeline masih tak mau kalah melontarkan argumen kepada Ayah dan Ibunya. "Seumur hidup, papa enggak akan pernah punya cucu, kalau seperti itu cara berpikir mu." Pak Adam melemparkan tatapan tajam pada putrinya ketika berbicara. "Mau sampai kapan pun dua kepala tidak akan bisa dijadikan satu. Berumah tangga itu bukan menyatukan dua kepala, tapi berusaha berjalan saling beriringan dan melengkapi satu sama lain. Itulah hakikatnya pernikahan, Zel," kali ini Pak Adam masih mencoba berbicara dengan kepala dingin, berusaha menasehati anak semata wayangnya itu. "Iya Ezel ngerti. Tapi kan …." "Enggak ada tapi-tapi. Pokoknya Mama akan terus ngenalin kamu sama semua anak temen mama atau temen papa, sampai kamu benar-benar menikah." Bu Indira mengultimatum. Lagi-lagi Zeline menghembuskan nafas kasar mendengar ucapan mamanya yang tak mau dibantah. Ia harus memikirkan bagaimana caranya mengatasi masalah kali ini. Jika terus dibiarkan, lama kelamaan hal ini akan diketahui oleh banyak orang dan menjatuhkan pamornya sebagai pembawa berita yang cukup terkenal. Minggu kemarin saja, Zeline hampir dijodohkan dengan teman kuliahnya sendiri yang ternyata adalah anak teman mama semasa SMU. Zeline bahkan sempat jadi bulan-bulanan di group w******p Alumni kampusnya, saat lelaki itu meng-upload foto mereka ketika perkenalan. "Ma …. " Zeline hampir saja menumpahkan air mata saking kesalnya. "Pokoknya papa mau kamu sudah harus menikah bulan depan," timpal Pak Adam membuat mata Zeline membulat. "Kalau kali ini kamu masih menolak lelaki pilihan papa, berarti kamu harus mau menikah dengan Fadel," lanjut Pak Adam tak memberi jeda Zeline untuk membantah. "Fadel asisten papa itu?" ucap Zeline setengah berteriak. "Dia adalah orang kepercayaan papa yang bisa papa serahin tanggung jawab perusahaan, kalau jadi suami kamu." Sontak Zeline bergidik ngeri membayangkan lelaki kaku itu menjadi suaminya. Lelaki itu memang bisa diandalkan untuk urusan pekerjaan. Akan tetapi, Zeline tak yakin ia bisa diandalkan untuk urusan asmara. Ditambah lagi lelaki itu sangat patuh pada papa nya. Akan sangat sulit bekerjasama dengan Fadel. Hal itu tentu akan membuat hidupnya semakin terkekang dan tak bebas, jika ia sampai menikah dengan asisten papanya itu. "Pokoknya Ezel enggak mau dinikahkan sama Fadel." "Kalau begitu, jangan buat ulah kali ini." Baru saja Zeline hendak membantah ucapan papanya. Namun, derit pintu menahan suara Zeline di tenggorokan. Kepalanya sontak memutar mengikuti arah pandang kedua orangtuanya. Sepasang lelaki dan wanita paruh baya terlihat melangkahkan kaki memasuki ruangan yang mereka tempati. Zeline meyakini itu adalah Tante Reni beserta suaminya. Sementara seorang pemuda yang gagah dan berbadan tegap mengekor di belakang mereka. Zeline menyipitkan mata menatap lelaki tersebut. Cerebrum di dalam kepalanya terus mengorek memori yang tersimpan di sudut terdalam. Mencari tau siapa lelaki yang tak asing di matanya itu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
93.2K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.4K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.5K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook