bc

Cinta Terlarang

book_age0+
3.0K
FOLLOW
20.2K
READ
fated
playboy
arrogant
badboy
police
drama
sweet
like
intro-logo
Blurb

WARNING 21+

Harap bijak dalam memilih bacaan.

Kegetiran hidup dan selalu mendapat perlakuan tak pantas dari seorang Bapak yang seharusnya menjadi pelindung anaknya, membuat seorang gadis, Lyra, keluar dari rumah kontrakan tempat ia tumbuh. Apalagi semenjak sang Ibu tiada membuat pelecehan untuknya semakin merajalela. Bahkan hampir saja kegadisannya terenggut paksa. Beruntung ia mampu melarikan diri.

Ia meminta bantuan kepada adik lelaki yang sudah lama tak bersua untuk menolong dirinya.

Perhatian dan kasih sayang sang adik menimbulkan sensasi-sensasi aneh dalam dirinya. Apalagi adiknya, Alden Bagus Prawira, memperlakukannya dengan berbeda. Beberapa kali mereka pun hampir melakukan hal terlarang.

Hingga sebuah rahasia akhirnya terbuka satu persatu.

Bagaimana kisah cinta terlarang mereka? Akankah mereka tetap memilih bersatu dan melawan takdir? Atau pasrah dengan takdir yang menghampiri?

Lyra : Bolehkah aku mencintai adikku sendiri? Lelaki dengan sejuta pesona.

Alden : Aku mencintainya melebihi apapun yang aku punya di dunia ini

chap-preview
Free preview
1
~ Ketika seseorang yang kau panggil 'Bapak', bukan menjadi malaikat pelindungmu lagi dan malah ingin menerkam dan memakanmu hidup-hidup. Pantaskah masih di sebut 'Bapak?' ♥♥♥ PLAKK!! Sebuah tamparan mendarat di pipiku. Pedih dan panas rasanya, hingga telingaku sedikit berdengung. "Anak tidak berguna! Setelah Ibumu mati harusnya kamu bisa menggantikan peran Ibumu menjadi pelampias nafsuku. Setidaknya kamu bisa berguna tinggal di rumah ini. Kemari kau!!" Dengan wajah memerah dan bau alkohol yang menyengat dari mulutnya, Bapak hendak menggapai tubuhku. Aku terus beringsut mundur. Suara tangisku sudah hilang, berganti sesenggukan yang tiada henti. Untuk berteriak pun aku tak mampu. Suaraku sudah hilang. Sedari tadi aku sudah memohon agar Bapak sadar dengan kelakuannya. Tapi pengaruh alkohol sialan itu tak mampu menyadarkan Bapak. Semasa Ibu hidup, Bapak memang seorang pemabuk dan suka main tangan. Tak jarang Ibu dan kami anak-anaknya menjadi korban. Setiap malam tidak pernah alfa untuk meminum minuman haram itu. Bahkan Ibu meninggal pun karena sudah tak kuat demgan perlakuan Bapak. Aku anak kedua dari tiga bersaudara. Kakakku yang pertama cewek dan sudah menikah. Sedangkan Adikku di urus orang lain dan disekolahkan. Ia ikut keluarga barunya yang kaya. Dan kudengar ia kini menjadi seorang polisi. Betapa bangganya aku sebagai seorang kakak yang miskin ini, memiliki adik seseorang yang mempunyai pangkat. Tinggalah aku berdua di rumah bersama Ibu. Dari sejak kecil aku sudah berjualan untuk mencukupi kebutuhan dan membantu pekerjaan Ibu di rumah. Bapak yang seharusnya mengayomi, melindungi, dan memberi nafkah, tidak satu pun melaksanakan kewajibannya. Hanya luka dan air mata yang ia berikan. Hingga Ibu pun pergi meninggalkanku untuk selamanya. Meninggalkanku bersama seseorang bermental melebihi binatang. Bahkan binatang buas pun tak pernah memperlakukan anaknya dengan begitu biadab seperti lelaki tua ini. Aku benci Bapak. Hingga puncaknya malam ini. Ia berusaha memperkosaku, anak kandungnya sendiri. Seseorang yang seharusnya menjadi pelindung dan pahlawan yang menjagaku bukan malah sebaliknya, merusak. "Hei, seharusnya kamu jangan melawan. Sebagai anak kamu harus nurut apa kata orang tua. Sini kamu!!" Dengan sedikit sempoyongan Bapak terus mencoba meraih tubuh kecilku. Aku berusaha menghalau Bapak dengan cara apapun. Melemparkan barang yang terjangkau olehku. Aku hanya berharap ada seseorang yang akan menolongku. Atau mungkin hanya diri ini yang mampu menolong. Aku sudah muak dengan semua perlakuan Bapak. Sudah sering lelaki tua itu melecehkan dan aku hanya bisa diam. Tapi untuk kali ini aku sudah tidak bisa berdiam diri lagi. Sampai mati aku akan pertahankan kehormatanku. "Siapapun tolong aku ....," ucapku pilu dengan suara sedikit serak. Saat melirik ke arah nakas, aku melihat ponselku tergeletak di sana. Aku harus bisa mengambilnya dan menghubungi seseorang. Aku mengedarkan pandangan mencari sesuatu untuk melumpuhkan Bapak. Kulihat kondisinya semakin melemah. Kesempatan bagus untuk bisa kabur. Hap! Hampir saja aku tertangkap. Beruntung tubuh kecilku bisa berkelit. Dengan sekuat tenaga aku mendorong Lelaki tua yang sudah sempoyongan itu. Bruk! Lelaki tua itu terantuk kayu ranjang dan langsung ambruk. Darah segar pun langsung mengucur dari dahinya. Tak menyiakan kesempatan aku pun segera berlari keluar kamar. Tak lupa juga mengambil ponsel. Rumah ini sudah tak aman. Aku harus segera pergi. Beruntung aku sudah mengisi pulsa tadi siang. Upah sebagai buruh cuci baru saja dibayarkan. Ya. Aku bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan hidupku. Yang penting bisa makan. Itu sudah cukup. Aku mencari nomor adikku. Semoga saja ia sedang santai. Pada deringan ketiga akhirnya ia menjawab teleponku. "Ha-halo adik. Tolong jemput kakak di rumah. Please ...." setelah aku bercerita singkat tentang apa yang terjadi, adikku berkata akan menjemputku segera. Aku lega. Semoga saja ia cepat sampai. Aku membereskan pakaianku beberapa biji. Hanya yang sedikit pantas saja. Yang lain sudah butut. Bikin malu saja kalau di bawa. Kulihat Bapak masih tergeletak di lantai. Darahnya pun sudah mengering. Aku harap lelaki tua itu cepat mati saja agar hidupku menjadi tenang. Beruntung ia mabok berat, sehingga aku yang bertubuh kecil ini bisa mengalahkannya. Aku pun segera ke luar rumah dan menunggu di sebuah minimarket. Dua jam menunggu akhirnya yang kunanti datang. Aku pun bisa menghembuskan napas lega. *** "Kakak tinggal di sini saja. Rumah ini cuma aku penghuninya. Ada sih yang bantu-bantu. Tapi cuma siang, nggak nginep. Jadi Kakak cuma tinggal duduk manis saja," ucapnya sambil tersenyum manis. Aku tak menyangka adik kecil yang dulu selalu aku momong, kini sudah dewasa. Tumbuh menjadi pria yang gagah dan tampan. Mungkin hasil pelatihan yang membentuk tubuhnya menjadi atletis. Padahal semasa kecil begitu kerempeng. Ternyata orang yang mengasuhnya memperlakukannya dengan baik. Malah kini sudah jadi orang. Syukurlah. "Makasih sudah menolong Kakak dan maaf juga sudah merepotkan," ucapku penuh haru. Kalau aku tidak berusaha keras, mungkin aku tidak akan sampai di sini. Bahkan mungkin aku hanya tinggal nama saja. "Tentu saja tidak merepotkan. Kebetulan juga aku sedang tidak tugas. Kamar Kakak yang ini. Berhadapan dengan kamarku. Nggak apa kan?" tanyanya dengan sorot yang tidak aku mengerti. Entahlah. Seperti ada yang janggal. Tapi aku berusaha menepis pikiran itu jauh-jauh. "Kalau begitu Kakak istirahat dulu." Saat aku hendak memutar kenop pintu, adikku memegang tanganku. Aku pun menoleh menatapnya tak mengerti. "Besok kita belanja kebutuhan Kakak. Baju dan lain-lain. Aku lihat baju-baju Kakak sudah tidak layak pakai. Istirahatlah." Ia meremas tanganku lalu mengecupnya. Lalu berbalik meninggalkanku yang masih menatapnya. Perlakuan yang aku dapatkan kenapa terasa beda. Seperti ...ah, sudahlah. Aku masuk kamar dan istirahat saja. Sudah penat rasanya. Aku memasuki kamar dan menatap takjub. Kamarnya begitu indah. Ranjangnya berukuran king size dengan seprai merah menggoda untuk segera tidur di atasnya. Ruangan kamar ini pun wangi dan segar. Terdapat pula meja rias dengan ukiran yang cantik. Sepertinya dari kayu jati. Aku suka kamarnya. Tahu begini aku pasti sudah lama menghubungi adikku. Mungkin kejadian laknat tadi tidak akan terjadi. Terakhir kami bertemu saat ia sekolah SMP. Ia pun memberikan nomor ponselnya kala itu. Untung saja nomornya tidak gonta-ganti sehingga aku tidak kesulitan menghubunginya. Saat Ibu meninggal ia memang tidak datang. Saat itu ia sedang pelatihan dan tidak dapat ditinggalkan. Aku pun mafhum saja. Ia hanya mengucapkan rasa dukanya melalui telepon. Memasuki kamar mandi yang tak kalah indah, membuatku hanya mampu terbengong. Terdapat bak mandi besar untuk tempatku berendam. Bahkan kulihat sabunnya sudah tersedia. Sabun aroma mawar. Sungguh wangi. Shampo pun aroma mawar. Semua serba mawar. Aku jadi penasaran. Kamar ini dulunya bekas siapa. Setelah puas melihat-lihat kamar mandi, aku pun mulai membersihkan diri. Melepas pakaianku satu persatu. Hmmm, mungkin kapan-kapan aku akan mencoba sabun mawar itu. Aku memang sedikit norak. Maklum belum pernah bertemu hal mewah seperti ini. Setelah selesai mandi, aku memakai piyama bermotif hello kitty yang sudah hampir lusuh. Lumayanlah daripada tidak ada. Aku pun keluar kamar mencari adikku. Perutku pun terasa lapar. Sedari kemarin sore aku memang tidak makan. Irit. Dengan penghasilan yang tidak menentu aku memang harus berhemat. Makan sehari sekali. Kadang dua kali, tergantung penghasilan. Belum lagi kadang uangku dirampas Bapak. Bisa bertemu nasi pun aku sudah bersyukur. Aku menemukan adikku sedang menonton televisi ditemani pizza hut yang biasa aku lihat hanya di iklan televisi. Aromanya sungguh menggoda membuatku harus menelan ludah beberapa kali. "Loh, kakak kenapa hanya berdiri si situ? Sini duduk." Adikku menggeser posisi duduknya dan menyuruhku duduk di sampingnya. Agak sedikit ragu aku mendekatinya. Aroma maskulin langsung terhidu indera penciumanku. Membuat darahku berdesir sekaligus nyaman. Belum lagi penampilannya yang tampak berbeda. Kaos polos hitam yang mencetak tubuhnya dengan celana pendek selutut. Membuatku jadi ketar-ketir. Padahal itu adikku sendiri. Kenapa aku merasa sungkan, ya. Merasa berbeda. Apakah karena kami bertemu saat sudah dewasa? Apalagi aku tak ada pengalaman dekat dengan lelaki. Tak ada waktu memikirkan hal berbau cinta. Yang aku tahu aku harus kerja dan kerja agar aku bisa makan. Kenapa hatiku berdebar. Sungguh aneh. Tiba-tiba ia mendekapku hangat. Membuat tubuhku tegang dan kaku dengan keintiman ini. "Maaf, Kak. Baru menjemputmu. Sebenarnya sudah lama aku ingin menjemput tapi selalu tidak ada waktu. Banyak tugas yang menanti. Syukurlah hari ini kakak menelepon di saat aku selesai bertugas. Sehingga aku bisa langsung menjemput kakak. Sekali lagi maaf," ucapnya dalam pelukan. Lama kelamaan tubuhku yang tegang kembali rileks. Berganti dengan kenyamanan, seakan dalam dekapannya ini aku dijanjikan sebuah keamanan. Aku pun mengusap punggungnya dan tersenyum. "Nggak apa. Yang penting semua baik-baik saja," ujarku menenangkan. Ia pun semakin merapatkan pelukannya dan menelusup ke leherku. Entah pelukan rindu atau pelukan rasa yang lain. Entahlah .... ***  

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Papah Mertua

read
530.0K
bc

Yes Daddy?

read
797.8K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
52.4K
bc

I Love You Dad

read
282.7K
bc

I LOVE YOU HOT DADDY

read
1.1M
bc

SEXRETARY

read
2.1M
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook