bc

Jiwa yang Hilang

book_age18+
17.0K
FOLLOW
103.4K
READ
adventure
love after marriage
confident
drama
sweet
bxg
genius
another world
friends with benefits
office lady
like
intro-logo
Blurb

"Aku akan lakukan apapun untuk bertanggung jawab, selain mendekam di penjara," kata sang wanita muda dengan bibir bergetar.

Wanita tua yang sekarat itu membalas lemah, "Menikahlah dengan anakku! Takkan ada wanita manapun yang mau dengannya, dia telah cacat karena perbuatanmu."

Setelah itu, Wanita yang merupakan Ibu dari korban yang bernama Wisnu itu berhenti bernapas. Meninggalkan putranya yang masih belum sadar setelah dioperasi. Operasi patah tulang setelah tertabrak oleh gadis cantik itu.

Bagaimana pernikahan mereka? Wanita bangsawan terpaksa menikah dengan pemuda miskin demi rasa tanggung jawab dan amanah terakhir.

chap-preview
Free preview
(Satu)
Raras memacu mobilnya dengan kencang, dia bosan dengan semua penghianatan yang dilakukan Divo, tidak hanya sekali tunangannya itu menghianatinya, dia sudah memaafkan berulang kali, tapi untuk kali ini, sudah tidak bisa ditoleransi lagi, laki-laki itu menghamili sekretarisnya sendiri. Demi apa pun, dia tidak akan menerima pria b***t itu kembali, inikah laki-laki yang dipilihkan ayahnya? yang katanya bermartabat dan merupakan keturunan bangsawan. Sejauh ini Raras bertahan, demi sebuah kehormatan keluarga, tidak sedikit pun dia memberi tahu orang tuanya tentang keboborokan Divo, orang tua mereka sangat dekat karena sudah kenal dari zaman SMA dulu, pertunangan sudah diikrarkan dan pernikahan tinggal menunggu hari. Sebuah kejutan di hari ulang tahunnya, seorang wanita yang mengaku sebagai sekretaris Divo, tengah hamil dan pemilik janin itu tak lain adalah Divo sendiri. Raras memukul setirnya, dia sangat marah, bukan karena cemburu atau pun bersedih, sedikit pun tak ada cinta di hatinya untuk pria itu, tapi apa yang dilakukan pria ini sangat mencoreng reputasinya, apa kata dunia, seorang wanita berdarah biru sepertinya gagal menikah gara-gara tunangannya menghamili wanita lain. Raras melajukan mobilnya semakin kencang, tidak peduli dengan umpatan pengguna jalan yang lain, yang dia butuhkan pelampiasan kemarahannya, tebing yang tinggi dan rasa marah untuk bisa memanjatnya. Raras butuh pelampiasan, kalau tidak, dia bisa saja menghabisi pria itu. Mobil Raras semakin tak terkendali, jalan yang dilewatinya bukan lagi jalan raya yang besar, hanya jalan beraspal yang membelah persawahan, Raras tersenyum senang, tebing yang akan ditaklukkan sudah terlihat dari kejauhan, tidak sia sia dia mengikuti saran temannya untuk menemukan tempat ini. Tiba-tiba Raras tidak siap dengan tikungan di depannya, dia sama sekali belum menguasai medan. Mobilnya menghantam pengguna jalan yang melaju berlawanan arah, bunyi decitan mobil seiring dengan jerit panik warga yang melihat, mereka berhamburan keluar dari sawah, mendekati pengguna motor yang sudah terpental jauh dari motornya. Seorang wanita memakai pakaian lusuh dan kotor penuh lumpur mendekati dua korban yang pingsan. "Ya, Allah, ini Wisnu dan Bu Parmi," jerit seorang ibu-ibu histeris, yang lain berlari mencari bantuan, dua orang itu tak bergerak dengan bersimbah darah. Raras menelan ludahnya susah payah, dia seakan tuli ketika kaca mobilnya diketuk tak sabaran dari luar. Raras gemetar, bukan ini pelampiasannya, bukan dengan cara menghabisi nyawa orang lain. "Keluar! atau kami akan membakar mobil ini," teriak salah seorang warga yang juga didukung oleh warga lain. Mobil Raras diguncang dengan kuat. Raras memakai kaca mata hitamnya, membuka pintu mobil berlahan, keluar dengan menundukkan wajah, seseorang memukul punggungnya sangat kuat, dia merasa sakit. "Dasar orang kaya, membawa mobil seenaknya di kampung orang." Seorang ibu-ibu menjambak rambut Raras. Raras meyakini beberapa helai rambutnya tercabut dari kulitnya. "Hentikan itu!" Seorang pria tua berkumis muncul dari balik kerumunan. "Jangan main hakim sendiri! sekarang kita selamatkan dulu Wisnu dan Bu Parmi." Sang bapak memerintahkan beberapa orang untuk mengangkat dua tubuh itu ke mobil bak terbuka. Raras memucat, peluh dingin mengalir dari pelipisnya. "Sa... saya akan bertanggung jawab, saya berjanji." Sebagian orang menanggapinya dengan sinis. Raras sekarang sangat takut, apakah setelah ini dia akan menghabiskan sisa hidupnya di penjara, bagaimana kalau kedua orang itu mati, apa yang akan dilakukannya jika dokter tidak bisa menyelamatkan dua nyawa itu. Raras tak pernah menduga nasibnya akan sesial ini. Dengan lesu, dia menaiki mobilnya yang di kawal beberapa warga di belakangnya. Sepanjang perjalanan, Raras tidak berhenti berdoa, agar dua nyawa itu bisa selamat, dia berjanji akan melakukan apa saja asalkan dia tidak masuk penjara. Raras mengusap keringat dinginnya, meraba lututnya yang gemetar, sesekali dia mendengar mobilnya dilempari dengan tanah. Raras benar-benar menyesali keputusannya untuk memanjat tebing hari ini, andaikan waktu bisa di ulang, dia akan memilih latihan Boxing sampai pingsan daripada menabrak orang yang tak bersalah. "Kendalikan dirimu, Raras!" Raras mensugesti dirinya. "Semua akan baik-baik saja... tak perlu dicemaskan... ya... semua akan baik...." Beberapa menit kemudian, mereka sampai di rumah sakit, kedua korban dibawa ke UGD supaya ditangani secara langsung. Raras berlari mengikuti perawat yang sudah menyediakan bangkar. Beberapa orang tidak diperbolehkan masuk, hanya Raras dan bapak berkumis yang diberikan izin, kondisi UGD cukup sesak, pihak rumah sakit tidak mau pasien lain malah terganggu. "Maaf, siapa keluarga korban di sini?" Seorang gadis berbaju biru yang diperkirakan Raras adalah seorang staf administrasi. "Saya." Raras mengacungkan tangan. "Maaf, Mbak, ada yang harus diisi dulu." "Oke." Raras bergerak cepat dan sempat berpamitan kepada Pak Kumis yang tidak tau namanya. Raras menyandarkan tubuhnya, dia tidak berani melihat korbannya secara langsung, dia takut kemungkinan terburuk di dapatkannya. Pak Kumis duduk di samping Raras. "Kita sama-sama berdoa, semoga ke duanya selamat." "Iya, saya harap begitu." Raras mengusap wajahnya. Hidupnya ditentukan hari ini, dengan dua nyawa yang sedang tak sadarkan diri dan ditangani dokter dan perawat. "Kamu dari mana, Nak?" Pak Kumis memecah kesunyian. "Saya dari kota." "Kamu harus bertanggung jawab sampai akhir, kasihan mereka." Raras hanya mengangguk, apa lagi yang bisa dilakukannya selain itu sekarang. *** Raras menunggu selama satu jam di UGD. Dia mengusap wajahnya berkali- kali, andaikan waktu bisa diputar, mungkin dia lebih memilih menghajar Divo dari pada melampiaskan kemarahannya yang berbuntut maut. Pak kumis sudah pulang, dengan alasan dia harus menjemput baju dan perlengkapan Wisnu, orang tua itulah yang bisa bersikap bijak atas kejadian ini, tak sedikit pun dia mencela Raras. Laki-laki itu adalah Wisnu, pemuda kampung yang bekerja sebagai kuli bangunan. Dia anak pertama dengan tanggungan empat orang adik dan satu orang ibu yang sakit-sakitan. Setidaknya itulah yang dikatakan Pak kumis berkaitan dengannya, Wisnu sore ini berniat membawa ibunya ke rumah sakit, dia menggunakan motor tua yang tidak pantas lagi dikendarai. Sesaat kemudian, Raras mengikuti perawat yang memindahkan Wisnu dan ibunya ke ruang perawatan. Seorang dokter memanggil Raras ke ruangannya, dia dokter muda yang sangat ramah. Raras dipersilahkan duduk. Raras tau, apa yang akan didengarnya beberapa saat lagi bagaikan vonis hukuman pidana yang akan dijatuhkan padanya. "Anda keluarganya?" "Iya, apa semuanya baik-baik saja?" Raras menunggu jawaban dokter dengan hati berdebar. "Pada dasarnya tidak ada organ vital yang terluka, pasien atas nama Wisnu mengalami patah tulang di kedua kakinya." "Apakah ada kemungkinan untuk sembuh?" "Ada, tapi dengan waktu yang lama dan beberapa kali operasi." "Syukurlah! tidak masalah." Raras membuang nafas lega. "Lalu, bagaimana dengan ibunya?" "Ibunya hanya luka robek di bagian paha dan lengan, dia pingsan bukan karena kecelakaan, tapi karena sangat syok, sekilas saya merasa si Ibu memiliki penyakit yang cukup serius, untuk lebih membuktikan dugaan sementara, pasien harus melakukan serangkaian tes mendalam." "Lakukan yang terbaik, aku akan membayar berapa saja biayanya." Raras menggenggam tangan dokter wanita itu. "Sudah tugas kami." Dokter itu tersenyum. ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
186.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
201.2K
bc

My Secret Little Wife

read
85.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
9.4K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.0K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
12.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook