bc

TERULANG KEMBALI (SEQUEL OF BELUM BERAKHIR) INDONESIA

book_age18+
20.9K
FOLLOW
265.9K
READ
love-triangle
family
love after marriage
second chance
sadistic
doctor
drama
like
intro-logo
Blurb

21+ HARAP BIJAK DALAM MEMBACA (SEQUEL OF BELUM BERAKHIR)

"Aku mencintaimu, Deltafa Arman Hamid. Jangan pernah tinggalkan aku lagi. Jika memang aku harus hadir di antara kalian, aku rela hanya menjadi selingkuhanmu saja. Namun satu hal yang aku minta, jangan tinggalkan aku dan anak kita." - Shania Putri Nadila.

Jika pada masa sebelumnya, garis takdir membawa mereka pada jurang perpisahan.

Akankah dikesempatan kali ini keduanya akan kembali di persatukan dalam ikatan cinta?

Mengulang kisah manis yang pernah ada di antara keduanya, atau justru luka dn hal pahit lagi yang akan terulang?

ini adalah kisah SHANI DAN DELTA,

dua kali disatukan

dua kali jika dipisahkan

lalu bagaimana kisah mereka selanjutnya?

chap-preview
Free preview
1
Tampan, mapan, dan berkharisma. Tentu belum cukup untuk menggambarkan bagaimana pesona seorang Deltafa Arman Hamid. Pria berumur tiga puluh lima tahun yang berprofesi sebagai dokter spesialis anestesi di sebuah rumah sakit yang cukup terkenal di Pulau Bali. Semenjak perceraian antara dirinya dan sang mantan istri yang terjadi lima tahun lalu, Delta memutuskan untuk menetap di Pulau Dewata itu. Malam semakin larut, seperti biasa Delta masih betah menghabiskan waktunya di ruang kerjanya. Padahal jika dilihat dari jadwal kegiatannya hari ini, tak ada satupun jadwal operasi yang mengharuskan Delta bertahan di dalam ruang kerjanya yang dingin dan sepi. Hanya saja, ia memang selalu memilih menghabiskan waktu untuk berdiam diri sekedar menghabiskan secangkir kopi sembari memandangi foto orang – orang yang melekat kuat di dalam hatinya. Siapa lagi jika bukan sang mantan istri dan juga mendiang putrinya, Nazka Alira Tasha. Salah satu alasan Delta akhirnya memilih untuk kembali menetap di kota yang mempertemukannya kembali dengan Shani itu adalah karena keberadaan makam Nazka. Delta merasa jauh lebih tenang jika berada di daratan yang sama dengan makam sang anak. Setidaknya, walaupun mereka tak bisa lagi berjumpa ia tetap bisa merasa dekat dengan sang putri yang baru ia tahui keberadaannya setelah gadis kecil itu tiada.   Lagi - lagi embusan napas terdengar keluar dari mulutnya. Berulang kali jari – jarinya terulur untuk mengusap wajah seorang gadis kecil yang tercetak jelas pada selembar foto. Senyum lirih sering kali tercipta saat menyadari kemiripan yang begitu nyata antara gadis itu dengan dirinya. Delta seperti melihat dirinya sewaktu kecil namun dalam bentuk yang berbeda. "Ayah kangen nak," ucap Delta sambil terus mengusap lembar foto di tangannya. Ceklek "Sayang." Suara lembut tiba - tiba mengalun di telinga Delta. Delta langsung menyimpan kembali lembar demi lembar foto yang menjadi simpanannya itu di tempat semula. Ia tak ingin seseorang yang telah menjadi kekasihnya tiga tahun belakangan ini kembali melihat apa yang masih saja belum sepenuhnya Delta ikhlaskan pergi dari kehidupannya. Sebuah senyuman coba Delta perlihatkan pada perempuan yang Delta tak bisa pungkiri sebagai seseorang yang berhasil membuatnya kembali bangkit seperti saat ini. "Hai,” sapa Delta kaku. "Aku kira kamu udah pulang loh, tahunya masih disini. Nungguin aku ya?” tanya perempuan itu sambil berjalan mendekati Delta. Delta tersenyum tipis. "Udah selesai operasi? Aku dengar ada artis yang melahirkan disini?" tanya Delta berusaha mencari topik pembicaraan. Perempuan yang berprofesi sebagai dokter kandungan itu mengangguk pelan. Ia menyandarkan tubuhnya ke meja kerja Delta sambil melepaskan jas dokternya. Wajahnya terlihat begitu lelah setelah menyelesaikan serangkaian operasi yang menyita waktu dan juga tenaganya. "Iya, ternyata dia anak pejabat juga. Akila Fahmi, aku baru tahu kalau dia anak salah satu Menteri,” kata dokter perempuan itu panjang lebar. Ia melakukan beberapa gerakan untuk merenggangkan otot – otot di tubuhnya yang terasa kaku setelah seharian ini bekerja.         "Tadinya, aku pikir kamu yang bakal jadi pasangan aku di ruang operasi. Eh tahunya dokter Rere.”  Delta tersenyum tipis. "Kenapa sih? Bagus kan dokter Rere lebih senior daripada aku, Cha?" Ya, perempuan itu adalah Icha. Zafika Azalea. Salah satu junior Delta di bangku perkuliahan yang diam – diam memendam rasa pada Delta. Setelah sekian tahun, keduanya kembali di pertemukan tanpa sengaja. Hingga kedekatan yang terjalin antara keduanya lambat laun berubah menjadi hubungan asmara yang mungkin sampai saat ini hanya dirasakan oleh salah satu pihak. Icha tampak menganggukan kepalanya beberapa kali sebelum menyahuti ucapan Delta. "Dokter Rere enak sih. Kerjanya cepat dan orangnya baik juga, tapi kan tetap aja.” Delta mengerutkan keningnya. "Tapi tetap kenapa?" Icha tersenyum simpul. Ia melangkahkan kakinya mendekati Delta hingga akhirnya duduk tepat di atas pangkuan pria yang kini menjadi kekasihnya itu. Tak hanya itu,  tangannya pun ia kalungkan ke leher Delta lalu sebuah kecupan mesra dari bibirnya mendarat tepat di bibir laki – laki yang menjadi seniornya di bangku kuliah dulu. "Tapi aku jadi kangen terus sama kamu,” jawabnya sambil mengerucutkan bibir. “Masa sih jadwal kita enggak ada yang sama sekali bareng setiap ada operasi?” Tangan Icha kemudian terulur mengusap rahang tegas Delta yang telah ditumbuhi rambut – rambut halus. "Kenapa sih kita selalu enggak bisa ada jadwal operasi bareng?” “Sekalinya ada, eh selalu aja ada yang bikin enggak jadi,” lanjutnya disertai dengan sebuah dengusan. Delta tersenyum tipis. Ia menarik tangan Icha yang beradi di wajahnya lalu menggenggamnya dengan erat. "Biar kita profesional,” jawab Delta singkat. Icha menghela napas panjangnya. Sambil menguatkan hati, ia mencoba untuk menciptakan sebuah senyuman di hadapan Delta. "Kamu sebenarnya sengaja minta jadwal kita selalu enggak bareng, kan?" tanya Icha dengan nada yang begitu tenang namun sarat akan luka dan kesakitan. "Cha--" Icha tertawa getir. "Bingung kan kamu kenapa aku bisa tahu?" Delta tak dapat lagi berkutik. Terlebih kala matanya menangkap sepasang mata Icha yang berkaca - kaca. Ia cukup terkejut kala pada akhirnya Icha tahu jika ia berada di balik pengaturan jadwal operasi. Entahlah, ia memang sengaja melakukan itu untuk membentangkan jarak dengan perempuan yang telah menjadi kekasihnya itu.  Delta tahu pasti hal ini menyakiti hati Icha, tapi Delta juga tak bisa membohongi hati bahwa hingga sampai saat ini masih Shani lah yang bertahta di hati. "Mau sampai kapan kamu kaya gini sih Del?" tanya Icha pilu. Suaranya terdengar semakin serak. "Sampai kapan kamu bisa benar - benar membuka hati buat aku?" tanya Icha lagi lalu tertawa kecil, "apa lima tahun masih enggak cukup buat kamu lupain mantan istri kamu? Apa kebersamaan kita selama ini enggak bisa membuat aku menggeser posisi  seorang Shania Putri Nadila di hati kamu walaupun sedikit?" "Please Del, bahkan dia sudah menikah dengan mantan suaminya kan?" Delta membuang pandangannya ke arah lain. Terlalu lama menatap wajah Icha justru membuat rasa bersalah di dalam hatinya bertambah besar. Ya rasa bersalah itu bukan hanya pada Icha, tetapi pada Shani yang hingga kini masih menguasai seluruh hatinya. Icha bangkit dari tempat duduknya. Tangannya bergerak menghapus air mata yang mengalir di wajahnya. Setelah yakin air mata tak lagi mengalir di wajahnya, perempuan manis berambut panjang itu berusaha menampilkan senyuman manisnya pada sang kekasih. "Del ... " panggil Icha pelan. Delta menghela napasnya pelan lalu menengok ke arah Icha. Melihat senyum Icha yang begitu tulus kepadanya membuat  Delta semakin tak tega. Gadis itu begitu baik dan tulus mencintainya, namun fakta itu ternyata belum mampu menghilangkan Shani dari hati dan pikirannya. "Papa aku nanya, kapan kamu mau ke rumah?" Icha tampak menarik napasnya dalam. Ia tahu pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang jawabannya akan sulit dijwab oleh Delta. Bagi dua sejoli yang telah lama menjalin hubungan pertanyaan seperti ini pasti memiliki makna tersendiri yang tidak sederhana dan bai Delta maupun Icha paham dari maksud itu semua. "Kita udah terlalu lama jalan bareng, mama dan papa ku mulai tanya kapan kita mau serius?" Icha masih terus berusaa mengulas senyum manisnya, “aku rasa tiga tahun cukup kan buat kita saling mengenal? Keluarga kita juga udah sama - sama dekat." Delta memejamkan matanya sejenak. Mencoba mengatur gemuruh di dalam dadanya setiap Icha menanyakan soal kejelasan hubungan mereka. Bukan, bukan Delta mau mempermainkan hubungannya dengan Icha. Hanya saja hatinya belum siap. Terlalu banyak nama Shani dalam lembaran masa lalunya yang tak semudah itu untuk Delta hapus dan lepaskan. "Nanti dulu ya, aku belum--" "Siap?" potong Icha tiba – tiba. Icha kembali tertawa getir kemudian menyeka air matanya yang kembali jatuh di wajahnya. "Lalu kalau aku tanya kapan kamu siap?" Icha menjeda ucapannya sejenak, “apa kamu bisa menjawab?” "Del, kita bukan lagi remaja. Bahkan Hyra sekarang udah punya anak tiga, sementara aku?" Icha menggelengkan kepalanya, “Hubungan kita masih disini aja, enggak tahu benar – benar akan berjalan atau enggak.” Icha tertawa masam. “Boro – boro untuk punya anak, pacarku aja masih enggak mau mengajakku ke jenjang yang lebih serius? Sekarang aku makin yakin kalau aku enggak ada artinya buat kamu." Setelah mengantakan itu, Icha langsung menyambar tas dan jas dokternya yang berada di atas meja kerja Delta dengan gerakan cepat. Ia berniat meninggalkan Delta namun Delta menarik tubuhnya dan memeluknya dari belakang. "Jangan pergi Cha, aku minta maaf." "Maaf aku nyakitin kamu ... lagi." lirih Delta. Icha memejamkan matanya. Ia menangis, mengeluarkan seluruh perih di dalam hatinya. Rasanya ia tak sanggup terus menjalani hubungan dengan pria yang masih bergantung pada cinta masa lalunya, tapi ia juga tak sanggup kehilangan Delta. Icha menarik tangan Delta yang membelit pinggangnya agar pelukan itu terlepas. "Aku butuh kepastian Del, tentukan kemana kamu mau berjalan. Melangkah maju bersama aku, atau tetap disini dengan masa lalumu?" Tanpa kembali menoleh ke arah Delta Icha berlalu pergi. Suara pintu yang ditutup cukup keras menandakan seberapa besar hancur hati perempuan cantik itu. Delta menjambak rambutnya dengan keras. Ia menggebrak meja kerjanya berharap dapat meredakan gemuruh di dalam hatinya. Sambil menitihkan air matanya, Delta membuka dompetnya dan memandangi fotonya bersama dengan seorang gadis menggunakan seragam putih - abu khas anak SMA. "Kenapa masih terlalu sulit melepaskan kamu Shan? Kenapa kamu masih terlalu nyaman tinggal di hati aku? Apa ini cara kamu balas dendam? Apa ini cara kamu membalas semua rasa sakit hatimu?" *** “Bunda....bunda...” Panggil bocah laki – laki ketika terbangun dari tidurnya. Suara hujan dan petir mengganggu tidur bocah yang belum lama ini berusia empat tahun itu. “Iya sayang, sebentar bunda lagi nyetrika.” Sahut sang bunda dari ruang tengah kontrakan sempit mereka. “Bunda, petir.” Ucap anak itu ketakutan sambil memeluk kaki sang bunda. “Sebentar sayang, bunda matiin dulu ya setrikanya nanti bajunya Bu Minah bolong lagi.” Bocah berkulit putih itu mengangguk pelan. Ia tak sedikitpun melepaskan pelukannya dari kaki sang bunda. “Lingga mau minum?” tanya sang bunda penuh kelembutan. Tangannya yang yang banyak dipenuhi luka – luka karena melakukan banyak pekerjaan demi menghidupi kehidupannya dan sang anak senantiasa mengusap kepala anak lelakinya. Kalingga Delana Tasha. Nama yang memiliki arti begitu dalam bagi sang ibu. Kalingga yang berarti burung dalam bahasa sansekerta, Delana yang berarti pelindung dan terakhir Tasha. Ya Tasha, gabungan nama dari kedua orangtuanya, ayah dan juga bundanya, Delta dan Shani. Bocah berwajah imut itu menggeleng kepalanya. “Mau bobo bunda, tapi mau sama bunda.” Sang bunda pun melirik ke arah dinding rumah mereka ah lebih tepatnya kontrakan mereka yang terbuat dari triplek untuk melihat jam yang tergantung disana. Sudah pukul sebelas malam dan pekerjaannya untuk menyetrika pakaian para langganannya pun belum rampung. “Lingga...bunda masih banyak setrikaannya nih, kalau bunda bobo nanti enggak selesai gimana?” Lingga menggelengkan kepalanya sambil mengerucutkan bibirnya, kebiasaan Lingga jika ingin menangis tapi tak ingin ia keluarkan. Lingga tak ingin membuat hati sang bunda sedih jika melihatnya menangis. “Tapi Lingga takut bunda, suara petirnya besar. Atapnya juga bersisik kena air hujan.” Shani tersenyum kecut, ia menengadah melihat atap rumah kontrakan mereka. Bahkan itu bukan genting seperti yang anaknya bilang, itu hanya seng tanpa ada penutup apapun. Wajar saja hujan.yang begitu deras membuat suara di dalam rumah begitu berisik. “Bunda jangan kerja sampai malam kaya gini, nanti bunda sakit.” Bujuk bocah itu sambil menelungkupkan wajahnya di atas paha Shani. “Lingga mau tunggu bunda sebentar enggak?” Lingga mengangkat wajahnya, matanya yang bening menatap wajah sang bunda dengan tatapan bingung. “Kenapa bunda?” Shani tersenyum sambil membelai helaian rambut hitam yang diwarisi sang ayah kepada anaknya itu. “Bunda selesaikan bajunya Bu Minah sebentar ya? Lingga bobo di lantai dulu mau? Nanti bunda gelar kardus kosong yang agak tebal buat Lingga bobo.” Lingga tampak berpikir. “Bunda lama?” Shani tersenyum. “Cepet kok, bunda nanti kerjanya ngebut, kalau bunda enggak selesaiin sekarang, nanti makin lama dong bunda beliin Lingga ayam goreng, katanya Lingga pingin ayam goreng?” Mendengar kata ayam goreng membuat Lingga tersenyum lebar. Makanan yang terkesan biasa bagi banyak orang nyatanya istimewa bagi Lingga. “Mau bunda, mau!” seru Lingga penuh semangat. “ Ya sudah, Lingga bobo sini dulu enggak apa – apa ya? Bunda siapin dulu alasnya.” Lingga mengangguk semangat. Shani tersenyum lembut lalu bangkit dari tempat duduknya. Beberapa dus hasilnya memulung memang sengaja ia sisakan untuk keperluan yang mendesak. Memulung? Ya, salah satu pekerjaan yang Shani geluti. Ia memang tak hanya melakukan satu pekerjaan saja. Semua hal yang bisa ia kerjakan, akan Shani kerjakan tanpa kenal lelah dan semua itu demi anaknya. Buah hatinya bersama belahan jiwanya, Lingga. “Sini Ngga, bunda sudah ambilin sarung sekalian buat Lingga bobo.” Anak itu pun berjalan mendekati sang bunda. Sambil merebahkan dirinya, ia menatap sang bunda yang tengah menyelimutinya. “Bunda...” “Hmm.” “Jangan kemalaman ya? Nanti bunda cape.” Shani mengangguk sambil terus mengusap kepala sang anak. Satu kecupan Shani berikan tepat di kepala sang anak. “Selamat tidur sayangnya, bunda.” “Selamat tidur juga bunda, Lingga sayang bunda.” Cup “Bunda juga sayang Lingga, sangat sayang...” Lingga yang sudah sempat memejamkan matanya tiba – tiba membuka kembali matanya. Sontak hal itu membuat Shani terkejut. “Kenapa nak? Berisik ya?” Lingga menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Ada yang lupa, bunda.” “Lupa? Apa?” Tanya Shani bingung. Lingga tersenyum kecil. “Lingga juga sayang ayah, kangen ayah. Selamat bobo ayah.” Perlahan, Lingga pun mulai meraih mimpinya. Shani masih betah mengusap rambut hitam sang anak sambil memandangi wajah polosnya. Tes Setetes air mata yang keluar mata Shani jatuh membasahi wajah sang anak. Secepat mungkin, Shani menghapus buliran bening itu takut sang anak terganggu namun tak membuatnya mengalihkan pandangannya dari wajah sang anak. Sambil memejamkan mata, Shani mengecup pucuk kepala Lingga penuh kelembutan. “Anak kita sudah besar mas, dia rindu kamu walaupun tak mengenalmu sama seperti aku yang juga merindukanmu, tapi apa kamu juga merindukan kami sebesar kami merindukan kamu?" ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The Perfect You (Indonesia)

read
289.1K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.0K
bc

PEPPERMINT

read
369.3K
bc

Bastard My Ex Husband

read
382.9K
bc

Love Match (Indonesia)

read
172.4K
bc

Switch Love

read
112.4K
bc

TERSESAT RINDU

read
333.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook