bc

THE BAD BOY IN LOVE ( ON GOING)

book_age18+
912
FOLLOW
12.3K
READ
family
badboy
goodgirl
powerful
twisted
sweet
bxg
biker
city
small town
like
intro-logo
Blurb

Sejak remaja, Don Butler dikenal sebagai anak nakal di Fort Smith, Arkansas. Ia jago berkelahi, pemarah dan membentuk geng motor di kota yang tenang itu. Selama di sekolah, tak ada yang berani mendekati Don selain sekumpulan anak nakal lainnya. Ia datang ke sekolah hanya untuk tidur dan bangun ketika mata pelajaran usai. Para guru sudah menyerah atas prilaku Don. Meski berkelakuan buruk, nilai Don selalu berada satu tingkat di bawah dari juara kelas. Bagi Don, hidup harus dinikmati dengan banyak kegilaan. Namun para gadis diam-diam menyukai Don. Pemuda nakal selalu memiliki daya tarik tersendiri bagi mereka namun di dalam kamus Don, para gadis itu berisik!

****

Penelope Tucker pindah ke Fort Smith dari Little Rock untuk menemani sang ayah yang kini menduda, Sheriff Colton Tucker. Dengan membawa surat rekomendasi, Penelope menjadi guru kelas drama di Fort Smith High School. Karena belum memiliki kendaraan, untuk sementara ayahnya mengantar Penelope untuk mengajar setiap pagi hingga suatu sore, sang ayah meminta Penelope untuk mengganti oli mobil.

"Maaf?" Don menatap Penelope dengan bingung. "Kau bicara dengan siapa?"

Dengan wajah datar, Penelope menjawab. "Kau adalah Juliet. Dan aku adalah Romeo. Kau akan menjadi teman latihan dramaku."

****

Don Butler, si berandal kota, memiliki geng motor, tiba-tiba jatuh cinta pada guru drama berwajah datar yang memilihnya menjadi peran Juliet dalam latihan drama sekolah. Don bahkan tak bisa membedakan kapan Penelope marah, senang atau sedih, karena gadis itu tak bisa menunjukkan semua ekspresi itu di wajahnya selain ekspresi datar.

Demi Penelope, Don berhenti berkelahi dengan siapapun yang menantangnya. Don sangat mencintai Penelope hingga bersedia melakukan apa saja untuk gadis itu, namun terjadi suatu peristiwa yang membuat Don terpaksa kembali menjadi Don yang dulu. Itulah saat di mana pertama kali Penelope menunjukkan emosinya di hadapan Don.

chap-preview
Free preview
PROLOG
"Don Butler!" Tak ada reaksi. "Don Butler!!!" Seluruh kepala yang ada di kelas itu menoleh ke arah orang yang diteriaki oleh sang guru sosial hari itu. Mr. Murphy terkenal sebagai guru killer di kelas sosial dan kini pria setengah baya itu sedang dilanda emosi pada salah satu murid paling bandel seantero Fort Smith High School, Don Butler! Tampak seorang pemuda sedang menelungkup di mejanya, tidur dengan nyenyak sepanjang pelajaran Mr. Murphy yang membahas tentang sejarah Amerika. Siapapun tahu bahwa Mr. Murphy begitu menghayati mata pelajaran yang diampunya dan membenci siswa yang tak memerhatikan penjelasannya apalagi jika sang siswa tidur di kelas ditambah dengan dengkuran keras di sepenjuru ruangan. Dan hari itu Don melakukan apa yang dibenci Mr. Murphy. Pemuda itu tak hanya tidur tetapi menambah tingkat kemarahan Mr. Murphy dengan suara dengkurnya. Mr. Murphy yang berkacamata dengan kondisi punggung agak bungkuk, mendekati meja Don dan membentak di atas kepala pemuda itu sebanyak tiga kali. "Don Butler!!" Tak ada yang bersuara. Don terlihat menggeliat setelah bentakan yang ketiga, meregangkan sebelah lengannya dan tatonya membayang dari balik lengan jaketnya. Itu saja sudah menjadi satu alasan bagi Mr. Murphy mengeluarkan lahar berapi. Don mengangkat wajah dengan sepasang mata merah dan tersenyum kurang ajar pada Mr. Murphy. "Hai, Mr. Murphy." Ia memberikan gerakan sebuah lambaian pada sang guru hingga terdengar tawa kecil dari beberapa siswa. Don sama sekali tidak pernah merasa takut dengan manusia manapun. Jangankan manusia, hantupun mungkin tak berhasil mengganggu Don Butler, si anak nakal dari Fort Smith. Tak terkira marahnya sang guru saat disapa layaknya teman nakal Don. Ia menimpuk meja Don dan berkata dengan nada menyeramkan. "Kau tidur sepanjang pelajaran." Don bersandar di kursinya dan melempar senyum miring. Bibir penuhnya terlihat mengejek dan dagu terbelahnya membuat para siswi menekan perasaan terpesona mereka terhadap Don. "Penjelasan anda seperti lagu nina bobo." Don membalas perkataan Mr. Murphy. Ia memajukan wajahnya. "Artinya pelajaran anda membosankan, sir." Mr. Murphy tak habis pikir bagaimana sekolah mereka masih mempertahankan anak berengsek seperti Don Butler. "Keluar dari kelas saya!" Don menatap wajah Mr. Murphy. Sambil menyeringai, dia mendorong kursinya dan keluar dari mejanya. Tanpa rasa sopan sedikitpun, dia sengaja mengeluarkan bungkus rokok dari balik jaket dan menantang Mr. Murphy. "Baik. Tapi anda akan menyesal telah mengeluarkan saya dari kelas anda. Karena tak ada satupun manusia di kelas ini memahami penjelasan anda." Don menjulang di depan Mr. Murphy yang bungkuk. "Dan memangnya kau mengerti heh?" Demi Tuhan! Anak ini harus dibersihkan jiwanya, maki Mr. Murphy dalam hati. Don melangkah menuju pintu kelas seraya mengutip penjelasan Mr. Murphy beberapa saat lalu di depan kelas. "Pada tahun 1770-an, tiga belas koloni Inggris meliputi dua setengah juta penduduk. Koloni-koloni ini tumbuh dan berkembang dengan pesat, serta mengembangkan sistem politik dan hukum sendiri. Meskipun demikian, perkembangan koloni-koloni Inggris berakhir tidak baik bagi penduduk asli Amerika, karena banyak dari mereka yang tewas akibat penyakit, dan mereka kehilangan negeri mereka. Parlemen Inggris menegakkan otoritasnya atas koloni-koloni ini dengan menetapkan pajak baru, yang dianggap inkonstitusional oleh orang Amerika karena mereka tidak terwakili di Parlemen.[3] Konflik yang memanas berujung pada perang penuh yang dimulai pada April 1775." Seisi kelas menatap takjub pada Don bahkan Mr. Murphy membuka mulutnya dengan lebar saat mendengar tanpa kesalahan Don mengucapkan apa yang sudah dijelaskannya ketika pemuda itu sedang mendengkur.   Don tertawa dan mengigit ujung batang rokoknya, berdiri di sisi pintu kelas. "Selamat siang, Mr. Murphy." Dan dia melambai teman-teman sekelasnya. Mr. Murphy menekan pelipisnya ketika seorang anak nakal membuatnya tak berkutik. Dengung siswa di kelas yang memuji Don hampir tak dihiraukan Mr. Murphy. Yang didengar sang guru adalah seruan beberapa siswi yang melongok dari jendela kelas, berbisik pada Don yang membawa motor Harleynya keluar dari area halaman sekolah diikuti beberapa anak nakal lainnya dari kelas lain. Pemuda-pemuda itu adalah kawanan Don Butler dan mereka serentak memberikan jari tengah pada Mr. Murphy yang berdiri menatap dari jendela. Mr. Murphy menatap seisi kelas dengan wajah murka. "Bagaimana anak itu masih berada di sekolah ini?" Seorang siswi mengangkat tangannya. "Don Butler adalah peraih peringkat dua di sekolah setelah Hunter." Siswi lainnya melanjutkan, "Dan dia jantung bagi Tim Baseball sekolah. Dia membawa kemenangan tim antar distrik, sir." Kepala Mr. Murphy terasa berat. "Dia..." "Dia memang b******k, sir. Fort Smith mengenal Don Butler adalah anak nakal, berandal kota, tapi sekolah tak bisa menyingkirnya." Siswi lain kembali bersuara. "Kalian ini apanya dia?!" Mr. Murphy kehilangan kesabaran. "Bad boy selalu menarik perhatian!" Para siswi menjawab secara serentak. "Yeah meski orangtua kami melarang untuk tidak mendekati Don Butler!" Salah satu siswi terkikik geli, "Dia keren, sir." Kepala Mr. Murphy semakin berdenyut. Sementara yang dibicarakan sedang mengebut sepanjang jalanan kota bersama kelompotannya hingga memancing perhatian sherif kota untuk mengejar kelompok geng motor tersebut dengan mobil polisi. Sherif Colton Tucker, sherif senior di Fort Smith berhasil mengejar geng motor tersebut, mengerutkan dahi saat mengenali semua wajah mereka terutama salah satunya yang menjadi pemimpin. "Ini masih jam sekolah. Apa yang kalian lakukan? Don Butler?"   Don melebarkan kedua kakinya dan duduk santai di sadel motornya, tertawa mengejek sambil menjawab sang sherif, "Menikmati hidup." Colton mencatat nama-nama pemuda tersebut, memberi tanda pada partnernya untuk membawa mereka ke kantor polisi. "Kalian semua ditilang! Hubungi orangtua kalian untuk menjemput di kantor polisi." "Hei, pak tua! Jangan seenaknya!" Don berseru bersamaan dengan pemuda lainnya yang sama protesnya. Colton memasang kacamata hitamnya, menggerakkan pentungannya di bahu lebar Don. "Ikut ke kantor polisi. Sekarang." Don memutar bola matanya dan mengumpat, "s**t!" Ia menghidupkan mesin motor dan melihat sherif Colton menurunkan sedikit kacamata. "Jika kudengar lagi umpatanmu, maka kau akan mendapatkan hukuman lainnya. Jangan menyusahkan ibumu, Butler!" "Dasar pak Tua cerewet!" "Aku belum setua itu, anak muda. Usiaku masih 40an tahun." Colton menjawab seraya masuk ke dalam mobil polisi. "Jalan di depan! Bawa pasukanmu dan jangan coba-coba kabur." Don melotot dan membawa motornya diikuti teman-temannya menuju kantor polisi. Colton menghela napas. "Oh, jangan sampai anakku berpacaran dengan pemuda sejenis Don Butler." Ia menoleh partnernya. "Aku benarkan?" Partnernya tertawa. "Ya, dia sejenis pemuda yang harus dihindari orangtua yang memiliki anak gadis." Colton memukul setir dan menjalankan mobil. "Yeah, beruntunglah anakku tak berada di kota ini." **** "My lord, I have remembrances of yours  That I have longed long to re-deliver.  I pray you, now receive them." - Tuanku, aku sudah ingat bahwa aku sudah lama ingin membebaskan, aku berdoa kamu sekarang menerima mereka. (penggalan dialog Ophelia dan Hamlet) Seorang gadis berambut panjang berdiri di atas panggung, memerankan Ophelia dari maha karya Shakespere. Wajahnya penuh ekspresi memuja pada sang Hamlet yang tampan. Ia dikenal sebagai siswi yang direkomendasikan ke Universitas seni terkemuka di Little Rock.   Penelope Tucker mencintai akting dan ingin mencapai mimpinya sebagai aktris panggung bagi drama-drama klasik. Dia sangat berbakat dan semua guru setuju bahwa beasiswa ke Universitas seni akan membantu Penelope menggapai mimpinya. Didukung oleh pihak sekolah dan orangtua yang harmonis- meski saat itu sang ayah adalah sherif di Fort Smith dan Penelope hidup bersama sang ibu di Little Rock- Penelope berhasil mendapatkan beasiswa tersebut.   Penelope cantik, bertubuh langsing dan bertulang kecil meski memiliki tinggi 172 cm, amat disukai lingkungannya. Dia ramah dan secantik karakter dongeng dengan rambutnya yang sepanjang b****g. Ia bersinar saat berada di atas panggung, dengan intonasi suara yang kuat sekaligus lembut, ekspresi yang begitu pas di setiap dialog dan siapapun yang menjadi lawan aktingnya akan merasa senang. Nilainya lebih dari memuaskan dan akan memerankan Juliet sebagai penilaian akhir kuliahnya. Berita itu akan disampaikannya pada ibunya setelah dia menelpon sang ayah. "Selesai ujian aku akan mengunjungi dad bersama mom. Jika nilaiku sangat baik, kesempatan untuk menjadi pemain drama panggung akan terbuka." Ia melangkah ringan memasuki pekarangan rumah dan mengerutkan dahi saat melihat sebuah mobil terparkir di garasi. "Aku akan menelpon dad lagi." Penelope memasukkan ponsel ke dalam saku mantelnya, berlari menaiki tangga. Itu mobil Ivan Torres, pemilik toko burger di pusat kota. Apa yang dilakukannya di rumahnya? Dan siapa yang mengijinkan mobil pick up itu terparkir di garasi ayahnya? "Mom!" Penelope masuk ke rumah menggunakan kunci cadangan. Dia berlari ke dalam rumah. "Mom!" Dia mendengar suara di dalam kamar ibunya. Jantung Penelope berdebar kencang. "Mom!" Penelope mendorong pintu kamar dan buku-buku yang dipeluknya jatuh di lantai rumah. Ia berdiri beku. Sepanjang hidupnya itulah pemandangan paling mengerikan yang dialaminya. "Penelope!" Isla Tucker menjerit kecil ketika pintu terbuka dan segera menutupi tubuh telanjangnya bersama Ivan di ranjang. Penelope membeku di tempatnya berdiri, suaranya hilang ketika dia mendapati ibunya bersama pria lain di ranjang, telanjang dan berpeluh. Ia menatap kedua orang itu -ibunya yang segera melompat dari ranjang dengan dibalut selimut dan Ivan yang memakai celana- dalam sedetik yang mengubah hidupnya, Penelope merasa jijik. "Maaf sayang..." Isla memegang wajah Penelope. "Mom salah. Mom masih mencintai ayahmu..." "Keluar!" Jari Penelope mengarah pada Ivan yang berhasil memakai pakaiannya dengan sembarangan. "Keluar dari rumah ayahku dan bawa mobil sialanmu dari garasinya!" Ivan memejamkan mata sejenak, berjalan gontai melewati ibu dan anak itu. Penelope bahkan tak mau menatap pria itu dan ibunya terus saja berbicara di depannya. "Maaf, sayang...maaf..." Entah mengapa, air mata Penelope bahkan tak sanggup mengalir. Dia sangat sedih dan kecewa pada ibunya. Ia melangkah mundur. "Bukan padaku mom meminta maaf. Beritahu dad atau aku yang akan memberitahunya." Isla menutup mulutnya dan mencoba kembali menyentuh wajah dingin Penelope. "Penny sayang..." "Jangan sentuh aku, mom. Maaf." Penelope membalikkan tubuhnya dan berlari menuju kamarnya. Ia mendengar tangis ibunya dan segera mengunci kamarnya. Penelope mendekam di kamar sepanjang hari bahkan ketika ayahnya datang dari Fort Smith. Mom telah menghubungi dad, mereka bertengkar hebat dan dad akan menemui tukang burger, bahkan dad siap menembaknya.   Itu adalah hal terburuk di hidup Penelope. Ia diam dalam gelap kamarnya dan menutup telinganya dengan headphone sambil menghapal dialog Juliet. Ketika matahari pagi menyusup dari balik gordennya, pintu kamarnya diketuk ayahnya. "Penelope. Buka pintumu." Penelope melepas headphone, menatap gulungan naskah dialog dan bangkit berdiri. Ia membuka pintu dan menemui wajah kusut dad dan mom. Ia menanti. Ayahnya berbicara lambat. "Kami akan bercerai." *** Proses perceraian yang tak bertele-tele, ayahnya membawa semua pakaiannya dan memutuskan menetap di Fort Smith sementara ibunya akan menjual rumah mereka dan pindah ke tempat Ivan. Ujian akhir tepat di depan mata saat kedua orang itu bertanya pada Penelope untuk tempat tinggal. "Aku akan tinggal sendiri." Itulah jawaban Penelope. Ayah dan ibunya menghela napas dan menghormati keputusan Penelope. Semuanya berubah. Ketika ujian akting dilaksanakan, Penelope menyadari tak hanya hubungan keluarga mereka yang hancur, dirinyapun ikutan hancur. Dia tak sanggup mengekspresikan dialognya ketika berada di atas panggung. Ia tak bisa menunjukkan ekspresi bahagia, sedih bahkan marah sekalipun. Pasangannya bingung, para penguji heran.   Penelope duduk di ruang tunggu dan membaca hasil ujian yang tak diharapkan meski ia lulus. Ia ingin menangis bahwa mimpinya baru saja melayang darinya. Tapi dia tak bisa mengeluarkan airmata, ia hanya menatap dengan wajah datar. Ia berniat pergi dari ruang tunggu saat Mrs. Dormer mendekatinya. "Apa kau baik-baik saja?" Penelope menyimpan hasil ujian ke dalam tas. "Aku baik-baik saja, madam." Mrs. Dormer menyentuh lengan Penelope. "Kau berbakat, Miss Tucker." "Tidak lagi. Aku tidak bisa mengubah air mukaku seperti isi dialog." Penelope menjawab tanpa emosi. Mrs. Dormer tersenyum miris. Penelope mengalami trauma akibat rumah tangga orangtuanya hingga wajahnya tak bisa berekspresi. Itu adalah kejadian yang langka. "Berapa usiamu?" "23 tahun." "Kau sangat mencintai akting?" Penelope menjawab. "Sangat." Mrs. Dormer memegang lengan Penelope. "Apakah kau mau menolongku?" Alis Penelope bergerak kecil. "Menolong?" "Ada lowongan kecil sebagai guru drama di Fort Smith High School. Aku sudah terlalu tua untuk pindah. Aku akan memberimu rekomendasi ke kepala sekolah. Meski kau kehilangan kemampuan berekspresi, tapi tidak bakatmu, sayang. Kau bisa mengajar anak-anak yang menyukai akting." Dada Penelope berdebar. "Apakah aku bisa?" Mrs. Dormer menepuk pelan bahu Penelope. "Tentu saja. Lagipula bukankah ini kesempatanmu untuk menemani ayahmu?" Ya, dad kini hidup sendirian meski sebenarnya selama ini pria itu juga sendirian di Fort Smith namun dulu ia dan mom kerap kali datang setiap minggu. Fort Smith. Guru drama. Kedengarannya menarik. Penelope mengangguk. "Baiklah." Mrs. Dormer tersenyum. "Aku akan membuat surat rekomendasi." Ia mengedipkan sebelah matanya. "Kepala sekolahnya adalah teman masa sekolahku." Mrs. Dormer tampak lucu saat mengedipkan mata. Tetapi sayangnya, Penelope tak bisa tersenyum. Ia melambai Mrs. Dormer yang telah berjanji akan memberikan surat rekomendasi pada Penelope beberapa hari kemudian. Penelope berjalan sendirian di lorong kampus yang sepi, dia menatap langit di jendela-jendela lebar yang terbuka. Ditepuknya kedua pipinya, ditariknya dua sudut bibirnya untuk tersenyum dan dia menunduk lemas ketika tetap saja tidak sanggup tersenyum. Apakah urat wajahku sudah mati rasa? Pikir Penelope bingung. Dari pada memikirkan urat wajah datarnya, Penelope menelpon ayahnya. "Dad, aku akan pindah ke Fort Smith." **** Colton tersenyum lebar saat menerima telepon putrinya hingga suara berat bernada geli menegurnya. "Pacarmu menelpon, Pak Tua?" Colton menatap pria muda berusia 26 tahun di depannya, yang sepertinya sudah menjadi langganan tetap kantor polisi yang kerap kali menilangnya dan membereskan perkelahian antar geng motor. Ia melempar pulpen di atas meja. "Butler, bisakah kau sedikit alim dalam hidupmu?" Colton membuka catatan atas nama Don Butler. "Dan aku tidak punya pacar."   Don tertawa. "Akukan bayar uang tilang dan jaminan tiap kali ditangkap." Ia menunjuk catatan Colton. "Aku akan memberimu service mobil gratis di bengkelku." Don beranjak dari duduk dan mengedipkan sebelah matanya. "Sampai jumpa Sheriff Tucker." Lalu dia menghentikan langkahnya. "Oh, kau masih pantas memiliki kekasih gelap." Colton melotot. "Aku tak punya kekasih!" Ia membentak dan mendengar tawa keras Don. Sang Sherif mengemasi mejanya. "Anak kurang ajar! Kelakuan bejatnya masih bertahan. Penelope tak boleh bertemu dengan si b******k itu." "Kudengar si berandal kota tak menyukai gadis-gadis. Dia mungkin gila berkelahi, melanggar lalu lintas tapi tak pernah terlibat dengan lawan jenis." Teman polisi Colton berkata. "Oh baguslah. Semoga saja dia homo." Colton tertawa. "Aku harus membersihkan kamar untuk anakku." "Penny?" "Oh jangan panggil dia Penny. Penelope benci panggilan itu." Colton tertawa. "Jadi kau akan seperti orangtua lainnya? Menjaga anak gadismu dari si Butler?" Colton menjawab dengan tegas. "Ho ho ho tentu saja." Tapi siapa yang tahu?              

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

HOT NIGHT

read
605.3K
bc

Yes Daddy?

read
797.9K
bc

Bukan Ibu Pengganti

read
525.9K
bc

Playboy Tanggung Dan Cewek Gesrek

read
462.1K
bc

Beautiful Madness (Indonesia)

read
221.2K
bc

Cici BenCi Uncle (Benar-benar Cinta)

read
199.7K
bc

Romantic Ghost

read
162.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook