bc

Kami Tanpa Kamu

book_age18+
20.1K
FOLLOW
228.9K
READ
pregnant
inspirational
others
drama
sweet
ambitious
like
intro-logo
Blurb

Lima tahun lalu Hana dinodai oleh Rizal yang mabuk hingga harus mengandung di luar pernikahan. Ketika Hana menginginkan pertanggungjawaban dari Rizal, pria itu sudah pergi.

Beberapa tahun kemudian Hana dijodohkan dengan duda tanpa anak, sayangnya suaminya selalu menyiksa Cheril, putrinya yang baru berusia 4 tahun. Ia yang hamil besar merasa tidak bisa melindungi Cheril lagi.

Tanpa disangka Hana melihat ayah kandung Cheril sudah sukses, Hana pun mengantar Cheril ke rumah Rizal untuk tinggal selama satu bulan sampai ia melahirkan.

Akankah Rizal yang tidak tahu telah memiliki anak akan menerima Cheril?

chap-preview
Free preview
Anakku Ingin Makan
"Ibu, Elil laper." Ungkap bocah itu sembari memegang perutnya. Aku menatapnya dengan iba, merasa bersalah telah membuat anak yang sebentar lagi berusia 4 tahun berada di situasi ini. Dia yang seharusnya merasakan masa kecil dengan penuh kebahagiaan malah harus menderita bersamaku. Cucian baju masih banyak, ibu mertua tidak akan memberi makan kami jika belum menyelesaikan semua pekerjaan. Waktu sudah menunjukkan pukul 10 pagi, akibat kehamilan yang memasuki usia 8 bulan setengah membuatku tidak segesit dulu. Kami pun jadi sering kelaparan. Padahal sebentar lagi bulan ramadhan, kandungan yang besar pasti semakin membuatku kewalahan. Aku akan sulit mendapat jatah makan untuk Cheril. Apakah aku harus menyuruh Cheril puasa supaya tidak merengek minta makan? "Sabar ya sayang, Ibu beresin ini dulu." Cheril duduk di pojokan dengan wajah murung, terlihat lemas dan kurang nutrisi. Tubuhnya kurus meski dalam masa pertumbuhan. Pintu kamar mandi dibuka dengan keras, terlihat Mas Malik melotot ke arah kami. "Kamu lama banget nyucinya, jam segini belom selesai!" "Anu, Mas. Soalnya aku hamil besar jadi susah buat jalan." "Alasan aja, cepat selesaikan dan lap meja makan." Pintu hendak ditutup kembali namun aku segera menahan pintu itu supaya tidak tertutup. "Mas, bisakah kasih makan ke Cheril. Kasihan dia kelaparan." Cheril melihat ke kami dengan penuh harap, wajah kelaparan itu hanya menginginkan nasi kering seperti biasa, tanpa lauk pun tak masalah. Asalkan perutnya kenyang. "Jangan harap, selesaikan dulu pekerjaan baru kalian boleh makan." Pintu kamar mandi ditutup dengan keras hingga membuat wajah Cheril sedih. Tidak hanya Cheril, aku sebagai ibunya lebih tersayat. Merasa bersalah telah melahirkan Cheril dan membuatnya dalam kondisi seperti ini. Air mataku menetes begitu saja ke dalam ember berisi pakaian. Kembali mencuci, jangan menangis, aku harus segera memberi makan anakku. "Ibu jangan nangis, Elil bisa nahan lapel." Ntah sejak kapan Cheril sudah berada di sampingku, tangan kecil itu mengusap air mata di pipiku. Padahal biasanya aku tidak pernah menangis di depannya. Menyimpan sendiri rasa sakit yang menyayat. "Maafin Ibu, ya. Ibu bakal cepat selesaikan ini supaya Cheril bisa makan." "Elil bantu ya, Bu." Dengan tangan kecilnya Cheril mengambil air dari bak menggunakan gayung. Aku takut dia pingsan karena lapar. Tidak kusangka Cheril lebih kuat dari yang kubayangkan. Pernah berkali-kali aku menyesal melahirkan dia, bukan tidak sayang. Tapi membuat dia ikut merasakan kesulitan hidupku terasa lebih jahat dibandingkan membunuhnya ketika janin. Sekitar 5 tahun lalu ketika aku barusia 18 tahun. Aku jatuh cinta kepada senior. Afrizal Ghurafa, ayah kandung Cheril. Orang yang bahkan tidak tahu Cheril ada di dunia. Rasa peduli dan cinta itu membuatku bodoh, menolong dia ketika mabuk. Membawanya ke kosan, tidak sanggup melawan ketika dia mengambil kehormatanku. Kupikir, dia adalah orang yang bertanggung jawab. Bukan malah menghilang setelah mengambil satu-satunya harga diri yang aku miliki. Membuatku mengandung anaknya di tengah kesulitan. Aku hanyalah anak yatim piatu yang hidup bersama bibi dan paman yang tidak pernah memberi kasih sayang. Hidupku sudah sulit malah menghadirkan Cheril ke dunia yang tidak bersahabat ini. Satu tahun lalu, Paman dan Bibi memaksaku untuk menikah dengan Mas Malik. Orang yang katanya bisa menerima aku dan Cheril apa adanya. Kupikir Cheril memang butuh sosok ayah dan aku juga perlu pendamping hidup. Tidak menyangka bahwa pernikahan ini malah membuat kami semakin menderita. "Udah selesai, ayo kita makan." "Yeey makan." Cheril bersorak di antara kegetiran hatiku, kami ke dapur. Memberikan makan untuk Cheril sementara aku mengelap meja makan dan membersihkan dapur. Anak itu terlihat lahap menikmati nasi dan lauk sisa selaman. Tidak memedulikan bahwa sayur kacang itu hanyalah sisaan. Dia tidak protes sedikitpun. Mungkin Cheril sadar diri, kami hanya menumpang di rumah ini. Sejak kecil Cheril sudah diperlakukan tidak baik oleh paman dan bibi. Kupikir setelah menikah keadaan kami akan lebih baik. Tapi ternyata sama saja. Aku pernah kabur dengan Cheril, tapi lulusan SMA sepertiku tidak banyak pekerjaan yang bisa dilakukan. Biaya hidup di Bandar Lampung juga tinggi, kalau ke kota lain juga sama saja. Membawa balita yang belum bisa ditinggal sangat sulit. Akhirnya kami kembali ke rumah paman dan bibi. Setelah melahirkan aku ingin minta cerai. Tidak tahan diperlakukan seperti ini terus. Masalahnya aku tidak memiliki uang. Bagaimana menghidupi dua anakku yang masih kecil? "Bu, yo maem." Cheril menunjukkan nasi di tangannya, kaki kecil itu bergoyang di kursi. Aku mengangguk, dari kecil aku sudah terbiasa menahan lapar. Tidak menyangka bahwa anakku juga mengalami hal yang sama. Setelah membereskan semuanya aku mengambil makan, jam segini Mas Malik sudah berangkat kerja di proyek bangunan. Dia adalah seorang mandor. Sementara ibu mertua pasti sedang ghibah dengan tetangga. Mas Malik punya kakak perempuan, sering ke sini minta uang padahal sudah berumah tangga. Tidak berbeda dengan mereka. Mbak Tara juga memperlakukan diriku seperti orang tidak berharga. "Cheril sudah kenyang?" tanyaku. "Dah, Bu." Anak itu mengangguk, rambutnya yang sebahu terurai. Aku menaruh piring sembari mengambil karet gelang. Mengucir rambutnya dengan karet gelang bekas ikat kangkung. Andai aku bisa memberikan kehidupan yang lebih layak, pasti Cheril tumbuh tanpa keprihatinan seperti ini. Bajunya sangat lusuh, bekas dari anak Mbak Tara. Pertumbuhan yang cepat menginjak usia ke tiga membuat bajunya tidak muat lagi, sementara aku tidak memiliki uang untuk membelikan baju. "Elil mau bantu ibu masak." Cheril menoleh ke belakang, wajahnya tersenyum. "Makasih sayang." Tumbuh dengan ibu yang payah sepertiku membuat Cheril tidak pernah minta apapun selain makan, kadang aku merasa miris sendiri ketika melihat anak lain bisa mainan boneka. Cheril hanya melihat tanpa pernah meminta. Dia sadar bahwa ibunya tidak bisa membelikan. Aku sangat egois melahirkan Cheril ke dunia ini untuk menemaniku menderita, dia bukan kesalahan tapi anugrah yang Tuhan berikan supaya aku mau melanjutkan hidup. "Elil bantu lap kulsi ya, Bu." Suara pintu depan dibuka, ibu mertua datang dengan bunyi kerincing dari gelang emas yang memenuhi tangannya. Melotot ke arahku dan Cheril. "Udah jam sebelas baru beresan, cepet masak buat makan siang. Nanti Tara dan suaminya dateng." "Baik, Bu." Heran dengan Ibu mertua, padahal suami Mbak Tara hanya memoroti keluarga ini. Sering meminjam uang dengan dalih untuk investasi. Aku yang selama bertahun-tahun mempelajari saham tahu bahwa dia berbohong. Sudah aku peringatkan Mas Malik supaya tidak tertipu tapi tidak pernah didengar. Ibu mertua juga sama saja tidak mendengarkan nasihatku. Malah menganggap bahwa aku iri tidak diberi uang. Suara televisi dinyalakan, suaranya sampai ke dapur yang hanya disekat dengan tembok sebahu. Cheril mengelap aquarium, matanya melihat ikan yang berenang. Mengetuk kacanya dengan jari supaya ikannya berenang dan tidak berdiam diri. "Cheril, jangan seperti itu. Nanti nenek marah." Aku menghampiri Cheril sebelum Ibu mertua yang menonton TV sadar perbuatan Cheril. "Ikannya nggak belenang, Bu." Ibu mertua menoleh ke belakang, melihat kami dengan wajah masam. "Namanya anak haram memang sulit diatur. Jangan pegang aquarium lagi. Tangan anak haram bisa buat ikannya mati." Ucapannya sangat pedas sampai membuat Cheril berlari memelukku. Menenggelamkan wajahnya di perutku yang buncit. Aku mengusap rambutnya, berusaha menenangkan. Anak sekecil ini tidak seharusnya mendengar kalimat seburuk itu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
84.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
201.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
186.5K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
9.3K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.0K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
12.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook