bc

Married by Accident

book_age16+
10.0K
FOLLOW
62.2K
READ
one-night stand
love after marriage
CEO
boss
drama
bxg
male lead
city
office/work place
brutal
like
intro-logo
Blurb

Calista harus menerima pil pahit jika dirinya mengandung bayi dari CEO tempat ia bekerja. Karena kesalahannya, ketika masuk ke sebuah klub malam dan melakukan malam pertama dengan Arga, CEO-nya tersebut. Pria playboy yang sering membawa masuk wanita ke dalam ruang kerjanya, membuat Calista sering menutup telinga dan berusaha tidak tahu apa-apa dengan terjadi. 

Dan satu bulan usia kehamilannya, Ardan kembali hadir dalam hidupnya dan kembali ke Indonesia setelah menatap tiga tahun di Turki. Cinta pertamanya itu datang untuk melamar Calista, sedangkan ia tengah mengandung anak orang lain.

Disisi lain, Arga—CEO di tempat ia bekerja pun mengajaknya menikah, tanpa ada rasa cinta dan komitmen diantara mereka. Karena bagi Arga, cinta itu sudah hilang di dalam hatinya. Dan bagi dia, komitmen itu tidak penting. Ia hanya membutuhkan rahim Calista, untuk memberikan cucu pada Ibunya yang sudah lama sakit.

Sedangkan Calista, harus menolak lamaran Ardan, karena ia takut jika Ardan akan kecewa pada dirinya. Ia harus merelakan dirinya menikah dengan Arga, pria yang tak ia cintai dan tak mencintainya. Meninggalkan Ardan yang sangat ia cintai dan mencintainya.

Akankah, Calista mendapatkan kebahagiaan setelah menikah dengan Arga? Karena pria itu bahkan masih sering membawa wanita lain ke dalam ruang kerjanya. Dan apakah, Ardan akan merelakan Calista begitu saja, tanpa mengetahui alasan yang sebenarnya, mengapa Calista menolak lamaran darinya?

chap-preview
Free preview
Hamil dan Dilamar
Keringat mengucur dari atas kening seorang wanita yang saat ini tengah memejamkan matanya, ia menggenggam sesuatu di tangan kanannya. Tak lama, ia sedikit demi sedikit membuka matanya dan tampak membulat sempurna. Ia pun terlihat kesal dan melempar benda tersebut. “Sial, ini udah yang ke lima kali dan hasilnya masih positif? Apa yang harus gue lakukan?” umpatnya, sambil menatap testpack yang berceceran di lantai kamar mandinya. “Bodoh, sial." Ia memukul kepalanya sambil berjongkok dan mengacak rambutnya. Tampak wajahnya sangat frustasi, matanya terlihat mulai berkaca-kaca karena saat ini ia tengah mengandung anak dari seorang pria yang sama sekali tidak pernah ia sukai. Pria yang menjadi CEO di tempat ia bekerja. Seorang pria playboy yang menjadi rebutan para wanita, bahkan wanita malam. Ia sering sekali membawa kekasihnya masuk ke dalam ruang kerjanya. “Lista ...." Suara ketukan dari luar membuat Calista, nama wanita itu, tersentak seketika. Ia tahu jika pemilik suara itu, adalah Mamanya. Dengan sigap, Calista meraih semua testpack yang berceceran dan menyimpannya di tempat yang aman. Ia pun bangkit dan mengusap air matanya, yang sedikit membasahi pipi. Calista keluar, dan tersenyum pada Mamanya, seolah tak ada yang terjadi. “Iya Mam, ada apa?” tanya Calista yang tiba-tiba memeluk Mamanya. Mamanya yang merasa heran dengan kelakuan anaknya, segera melepaskan pelukan Calista. “Itu, ada Ardan. Katanya mau ketemu sama kamu.” “Mas Ardan?” Calista terkejut, karena tiba-tiba saja cinta pertamanya datang ke rumah. Setelah tiga tahun tak bertemu dan tidak pernah ada kabar. “Iya Ardan, teman SMA kamu dulu. Dia cari Papa, tapi Mama bilang Papa belum selesai di kampus. Mama suruh tunggu, mending sekarang kamu temui dia.” Mamanya mendorong pelan tubuh Calista agar menemui Ardan. Namun, Calista tampak ragu. Karena sudah lama mereka tak bertemu, ada rasa malu dan canggung. Apalagi, tiga tahun lalu Calista mengutarakan isi hatinya pada Ardan, namun langsung mendapat penolakan darinya. Calista patah hati, karena tak lama ketika Ardan menolaknya, pria berdarah blasteran Turki-Indonesia itu memutuskan untuk tinggal di negara kelahiran Ayahnya. Calista meremas ujung kaos yang ia pakai, sambil berjalan perlahan keluar dari dalam kamar, menuju ruang tamu. Ia menatap pria jangkung yang saat ini tengah duduk di atas sofa, sambil memainkan ponselnya. “Mas Ardan,” ucap Calista sambil duduk di sofa, tepatnya di depan Ardan. Ardan langsung mengalihkan pandangannya pada Calista, dan tersenyum menampilkan lesung pipinya. Ia menatap gadis itu lembut, sudah lama sekali ia tak bertemu dengannya. “Hai, Lis? Apa kabar?” ranya Ardan, sambil menyimpan ponselnya ke dalam saku celana. Calista tersenyum, “aku baik-baik aja mas, sebaliknya mas Ardan, gimana kabarnya?” “Aku juga baik, kok," jawab Ardan. Calista tampak canggung, sejujurnya ia sangat senang bertemu dengan Ardan. Namun, ia kembali teringat jika dirinya sedang dalam masalah besar. Ia meraba perut yang saat ini sudah ada kehidupan di dalam sana. Ia ingin menangis, karena tidak tahu cara mengatasinya. Sudah jelas, jika kedua orang tuanya akan marah mendengar hal ini. “Aku ke sini, mau ketemu papa kamu. Tapi, katanya masih di kampus. Hari Minggu berapa jam, kalau mengajar di kampus?” tanya Ardan sambil berpindah tempat duduk, di samping Calista. Calista pun menatap jam dinding yang saat itu, sudah menunjukkan pukul empat sore. “Bentar lagi, biasanya sampai jam empat.” Benar saja, jika Papanya sudah sampai di depan rumahnya, memarkirkan mobil dan keluar. Ia pun menatap mobil merah yang tengah terparkir di depan rumah, tepatnya itu adalah milik Ardan. “Itu Papa,” tunjuk Calista pada Papanya yang berjalan masuk ke dalam rumah, dan kebetulan pintu rumah memang sudah terbuka. “Oh ada kamu Dan, dikira siapa parkir mobil di depan,” ucap Pak Ryan, sambil mengulurkan tangan pada Ardan, dan mereka pun bersalaman. “Iya om, udah lama ya enggak ke sini.” Ardan tertawa kecil. “Gimana, udah biasa lagi menyetir di kanan?” tanya pak Ryan sambil menyimpan tasnya di atas sofa. Ardan tertawa kecil, “udah biasa lagi om. Oh iya, ngomong-ngomong aku ke sini, ada hal yang mau dibicarakan sama om.” Calista pun menjadi nyamuk, ketika Ardan dan papanya sudah mengobrol. Ia pun bangkit dan permisi, untuk mengambil minuman di dapur. Calista menyiapkan teh untuk Papanya dan juga Ardan, tak lama selang beberapa menit. Calista membawa baki yang berisi dua gelas teh hangat. “Jadi, kamu kesini mau ngomong sesuatu? apa itu?" tanya pak Ryan menanyakan perihal Ardan yang ingin mengatakan sesuatu padanya. Ardan pun mengangguk mantap, ia sedikit tak karuan dan beberapa kali membuang napasnya perlahan. “Iya om, jadi apa Lista udah ada yang punya? Pacar atau calon, gitu?” Ardan sedikit memelankan suaranya. Pak Ryan sedikit berpikir, namun setelahnya tersenyum, “setahu om, enggak ada. Lista, putus sama pacarnya udah ada sebulan yang lalu.” Ardan terlihat senang, ia pun mengangguk pelan sambil menormalkan debaran jantungnya yang tiba-tiba tidak karuan. Tangannya pun mulai dingin, karena senang dan sedih secara bersamaan. Ternyata gadis yang ia cintai masih bisa ada harapan untuk ia miliki. “Kalau gitu, aku ada niat mau melamar Lista, om.” Sontak saja ucapan Ardan membuat Calista terkejut, ia saat ini baru sampai di balik tembok yang menjadi pembatas antara ruang tamu dan ruang tengah. Tangannya bergetar hebat, sungguh ini adalah hal yang seharusnya menggembirakan baginya, karena impian dia untuk memiliki Ardan pun terwujud. Terutama, cintanya ternyata tidak bertepuk sebelah tangan. Namun, mengingat hal pahit yang terjadi satu bulan lalu. Hingga Calista mengandung, ia benar-benar tak kuasa menahan air matanya. Hatinya begitu pilu, karena ia tak bisa menjadi orang yang Ardan harapkan. “Dulu, Lista mengungkapkan perasaannya. Tapi aku menolak, karena saat itu belum punya apa-apa. Sekarang aku udah kerja dan mantap untuk menikahi Lista, om.” Ardan melanjutkan ucapannya. Pak Ryan mengangguk, ia sangat senang mendengar penuturan dari Ardan. Mengingat, jika Ardan adalah orang yang selalu bersama dengan putrinya, sejak Sekolah Menengah Atas. Calista berusaha tenang, ia mengusap air matanya yang sudah tumpah ruah membasahi kedua pipinya. Ia berjalan memasuki ruang tamu dan mencoba untuk tidak memperlihatkan kegundahan hatinya, Calista pun menyimpan baki di atas meja. “Diminum, mas.” Calista mempersilakannya. “Makasih, Lis.” Ardan tersenyum padanya, sambil meraih teh di atas meja. “Lis, katanya Ardan mau melamar kamu.” Pak Ryan secara spontan mengatakan niat dari Ardan. “Uhuk ....” Ardan pun tersedak, dan langsung tidak karuan. Calista hanya tersenyum, ia tidak tahu harus menjawab apa. Karena di satu sisi, ia ingin menikah dengan Ardan. Namun, disisi lain dirinya tengah mengandung anak orang lain. Bagaimana Ardan menerimanya sebagai wanita kotor yang sudah menghabiskan malam pertama dengan pria yang sangat tak disukai. “Kamu jangan jawab sekarang, Lis. Pikirin dulu matang-matang," pinta Ardan, yang tak ingin memaksa Calista untuk menjawabnya sekarang. Hati Calista semakin pilu, pria yang saat ini ia cintai begitu perhatian padanya. Dari dulu, bahkan ia selalu menjaga dirinya, selalu menjadi seorang kakak yang mau mendengarkan keluh kesah dan kebahagiaannya. Selang beberapa jam, matahari sudah diganti oleh bulan. Saat ini, sudah pukul delapan malam. Calista semakin gundah, ia sama sekali belum menemukan jawaban yang tepat untuk Ardan. Ia berdiri, menatap dirinya di cermin. Saat ini, perutnya masih rata. Sebetulnya ia tak ingin janin itu hadir, karena ia sama sekali tak menginginkannya. Namun, bagaimana bisa ia menghilangkan anak yang tak bersalah. Ia harus menjaga anaknya, walaupun ia tak menyukai kelakuan Ayah sang bayi. Ia mengingat kejadian satu bulan yang lalu, ketika dirinya benar-benar patah hati oleh Daren. Ia nekat masuk ke sebuah klub malam, karena temannya yang bernama Lula kebetulan mengajaknya. Calista ingat, jika dirinya ditampar oleh istri Daren, bahkan disumpahi mendapatkan karma diselingkuhi oleh suaminya kelak. Namun, demi apa pun dirinya tidak pernah tahu jika Daren sudah mempunyai seorang istri, bahkan dikatakan sudah mempunyai anak berusia tiga tahun. Sungguh, Calista menjadi wanita yang malang karena sudah dibohongi oleh pria yang menjadi kekasih pertamanya. Karena ia tidak mau dituduh merebut suami orang, maka Calista memutuskan hubungan segera dengan Daren, tidak mau menjadikan itu beban dalam hidupnya dan mempermalukan keluarganya, karena sudah menjalin hubungan dengan suami orang tanpa ia tahu sebelumnya. Namun, tetap saja rasa sakit karena sudah dibohongi oleh Daren pun masih terasa dalam hatinya. Bagaimana bisa, ia menjadi wanita bodoh yang tidak tahu jika kekasihnya sudah mempunyai istri. Mungkin saja, Daren menertawakan dirinya di belakang karena sudah mau ia jadikan selingkuhan. Walaupun Daren berulang kali meminta maaf padanya, dan mengatakan jika tidak pernah mencintai istrinya itu, bahkan akan menceraikannya. Namun, Calista tetap tidak sudi untuk kembali percaya pada Daren, mengingat jika suatu saat jika ia luluh pada Daren dan menjadi istrinya. Daren tidak akan pernah diam pada satu wanita, ia yakin Daren akan melakukan hal yang sama seperti saat ini. Bahkan, istrinya Daren terus-menerus meneror Calista memastikan jika dirinya sudah tidak ada hubungan lagi dengan Daren. Ia pun bercerita, selalu menjadi yang terbaik untuk Daren, dan berusaha selalu berpenampilan cantik untuk suaminya itu. Hal yang paling ia lakukan demi mempertahankan rumah tangganya adalah, setiap hari menurunkan berat badannya, karena setelah melahirkan berat badannya belum ia turunkan. Begitulah Daren, yang tidak bisa menerima istrinya seperti dulu. Jika suatu saat Calista ada di posisi istrinya Daren, ia pun akan memperjuangkan hal yang sama. Saat ini, Calista benar-benar patah hati. Karena setiap pria yang ia cintai, mematahkannya tanpa ada kesalahan yang ia buat. Calista selalu mempertanyakan, apakah salah jika ia mencintai seorang pria? Apakah ia tidak boleh jatuh cinta? setiap hati yang sudah ia pilih, malah melukainya tanpa ampun. Calista membuyarkan lamunannya, ia membuang napas kasar. Terlalu sulit, ia mencari seorang pria yang baik dan bisa jujur padanya. Ia pun mengingat Ardan, yang sudah lebih dulu mematahkan hatinya. Namun, kali ini mengatakan hal yang benar-benar membuat Calista senang sekaligus bingung. Melamar? itu adalah kata yang terus saja teringat di dalam pikirannya, membuat ia sakit kepala karena bentrok dengan fakta kehamilannya. Saat ini, Calista sangat takut karena sudah ceroboh dalam melangkah. Jujur saja, ia menyesali semua yang sudah terjadi. Pertemuan dengan Daren, kepergiaannya ke klub malam, dan harus bertemu dengan Arga. "Bodoh, kenapa gue nggak sadar waktu itu? Kenapa nggak bisa lihat, yang mana Daren dan yang mana Arga? Udah begini, gue takut dan menyesal. Apa yang harus gue lakuin sekarang? Orang tua pasti marah dan kecewa kalau tahu anaknya hamil, dan apa yang harus gue katakan dengan lamaran mas Ardan? sumpah, gue nyesel banget." Calista mengacak rambutnya, ia benar-benar merasa frustasi karena sudah salah langkah.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
93.7K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.7K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.7K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook