bc

Simpanan Hati Sang Boss [BAHASA INDONESIA/ON GOING]

book_age18+
13.1K
FOLLOW
134.6K
READ
billionaire
revenge
badgirl
mistress
drama
sweet
bxg
city
cheating
affair
like
intro-logo
Blurb

Akibat dendam masa lalu yang menyangkut tentang kematian ibunya, Anastasia Hameldon harus merelakan dirinya menjadi seorang wanita simpanan James Alden Wesley. Meskipun telah beristri, James, yang juga seorang konglomerat dengan fisik nyaris sempurna rupanya tidak pernah bahagia akan pernikahannya.

Istri James, Sharon Alden Wesley, tidak pernah mencintai dirinya. Hanya uang dan harta benda yang dicintai Sharon. Dan walaupun bergelimang harta, hidup James tetap terasa hampa tanpa adanya kehadiran cinta. Anastasia yang mengetahui akan hal ini, akhirnya masuk ke dalam hidup James. Gawatnya, James yang tidak tahu apa maksud Anastasia yang sebenarnya, akhirnya jatuh ke dalam perangkap cinta dan pesona Anastasia yang begitu menggoda.

Beragam cara telah dicoba Anastasia untuk merebut hati James, dan semuanya tidak pernah meleset. Namun ketika misinya untuk menjatuhkan Keluarga Alden Wesley nyaris berhasil, Anastasia menemukan kebenaran lain akan dendam keluarga dan kematian ibunya.

Akankah Anastasia Hameldon berbalik mencintai James Alden Wesley begitu dirinya tahu semua kebenaran tentang dendamnya selama ini? Mungkinkah rasa sukanya berubah seratus delapan puluh derajat menjadi benih-benih cinta yang lebih serius?

chap-preview
Free preview
Chapter 1 - Takdir yang Mempertemukan Kita
Hampir semua pengunjung rumah sakit tertegun kaget di tempatnya sambil menatapi seorang perempuan muda yang sedang memaki-maki seorang suster. “B*ngsat!” umpat perempuan muda itu, Anastasia Hameldon namanya. “Bagaimana bisa kalian menyebut diri kalian sebagai dokter dan perawat kalau mengobati orang kurang mampu seperti kami saja kalian tidak mau, hah?!” “Maafkan kami, Nona,” ucap sang suster sambil menundukkan kepalanya dengan tatapan ngeri bercampur kesal. “Tapi rumah sakit ini memang sudah lama tidak menerima pembayaran menggunakan ‘kartu kesehatan khusus warga tidak mampu’. Kami sudah tidak bekerjasama dengan pemerintah setempat untuk hal itu. Lagipula kalau Nona tidak punya uang, seharusnya Nona tidak usah repot-repot datang buat berobat di sini.” Anastasia baru saja membuka mulutnya, hendak mendamprat suster itu lagi, saat Samudra Hameldon—ayahnya—memegangi lengan kanannya. “Sudahlah, Anastasia. Ayah tidak apa-apa, sungguh,” tuturnya dengan raut wajah tak enak hati. “Tidak bisa begitu, ayah! Ayah kan sedang sakit! Ayah harus dirawat sekarang!” sanggah Anastasia sambil menatap wajah Samudra nanar. “Ayah masih bisa menahannya, Anastasia, kamu tidak usah khawatir. Ayo, kita pulang saja,” tenang Samudra sambil menunjukkan sebuah senyum di wajah lemasnya. Dia lanjut bicara pada sang suster, “Maafkan anak saya, sus.” Sang suster hanya mengangguk. Ponsel Anastasia berdering kencang sesampainya dia dan ayahnya di pintu keluar rumah sakit. Kekasih hatinya, Davien, yang meneleponnya. “Sayang? Kamu di mana?” tanya Davien. “Aku masih di rumah sakit, tadinya mau menemani ayahku berobat,” jawab Anastasia. Dia tersenyum kecut setelahnya, “Tapi sayang sekali uang kami tidak cukup. Kami terpaksa harus balik ke rumah sekarang.” “Kamu tunggu di situ, biar aku yang membayar semua kebutuhan rumah sakit ayahmu, oke?” perintah Davien yang nampaknya sedang begitu terburu-buru. Panggilanpun terputus. Usai menjawab panggilan masuk dari Davien, Anastasia mengajak Samudra masuk kembali ke dalam rumah sakit dan menunggu sebentar di kursi tunggu. “Kita tunggu di sini sebentar sampai Davien tiba, ya, ayah? Ayah masih sanggup kan?” tanyanya dengan mimik muka khawatir. Samudra Hameldon tidak merespon. Tubuhnya terlihat semakin lemas. Pandangan matanya nyaris kosong. “Kenapa, ayah? Apa yang sakit?” tanya Anastasia yang nampak semakin khawatir. “Ayah takut ayah tidak akan berumur panjang, Anastasia. Ayah mau melihatmu bahagia dan ...” Samudra terdiam sejenak sebelum kembali bicara, “... ayah mau melihat kejatuhan keluarga James Alden Wesley dengan mata kepala ayah sendiri.” “Pasti, ayah,” ucap Anastasia sambil mengangguk. “Aku akan memastikan keluarga k*parat itu hancur, sama seperti dia menghancurkan keluarga kita di masa lalu.” Empat puluh menit kemudian, Davien akhirnya datang menghampiri Anastasia dan Samudra. “Kita ke bagian administrasi sekarang,” ajaknya dengan raut wajah serius. “Suster itu,” gumam Anastasia pada Davien. “Suster sombong itu yang sudah membuatku naik darah tadi.” Davien memukul meja administrasi yang terletak di hadapannya dengan kasar—membuat suster yang tadi sempat beradu mulut dengan Anastasia kembali mengerutkan dahinya. “Ada perlu apa, ya?” tanyanya dengan nada bicara yang terdengar agak ketus. “Saya mau melunasi pembayaran atas nama Samudra Hameldon, pasien yang tadi sempat ditolak untuk dirawat di sini,” jawab Davien dengan raut wajah angkuhnya. “Berapa total semua biaya perawatan yang dibutuhkan?” imbuhnya sambil mengeluarkan dompet kulitnya lalu menjejerkan deretan kartu debit dan kartu kreditnya tepat di hadapan sang suster. “Ba .. Baik, Tuan. Tunggu di sini sebentar, biar kami proses dulu,” ujar sang suster agak terbata-bata. “Davien ...,” panggil Samudra. “Terima kasih banyak untuk semuanya.” “Tidak apa-apa. Ayah sudah aku anggap seperti ayahku sendiri,” kata Davien seraya tersenyum. Anastasia Hameldon memang bukan berasal dari keluarga berada. Usai menyelesaikan sekolah menengah atasnya, Anastasia enggan melanjutkan studinya ke bangku kuliah. Bukannya tidak mampu, hanya saja Anastasia lebih memilih untuk langsung bekerja. Padahal dulu waktu Samudra masih sehat, dia sempat bekerja di sebuah perusahaan tambang nasional yang gajinya lumayan. Karena itu juga Samudra acap kali meminta Anastasia untuk melanjutkan studinya—tapi apa daya, putrinya itu memang kurang minat dengan yang namanya mengenyam pendidikan di bangku perkuliahan. Semenjak perusahaan tambang nasional itu terlilit banyak hutang dan terpaksa merumahkan beberapa karyawannya, termasuk Samudra, dia jadi sering sakit-sakitan. Samudra merasa tak enak hati karena kini hampir semua kebutuhan rumah ditanggung oleh putrinya, sampai-sampai terhitung tiga kali sudah Anastasia melarang dirinya untuk kembali bekerja. “Ayah di rumah saja,” ucap Anastasia pada Samudra waktu itu. “Kondisi kesehatan ayah kan sedang menurun. Kalau sampai terjadi sesuatu yang membahayakan nyawa ayah di tempat kerja bagaimana?” Samudra Hameldon akhirnya mengalah pada putrinya. Walaupun hanya tamatan sekolah menengah atas, otak Anastasia sangat cemerlang dengan skor IQ 139. Dia juga sering mengikuti berbagai kursus perlatihan, bahkan tak jarang kursus perlatihan itu harus merogoh kocek yang jumlahnya tidak sedikit. Dan sertifikat pelatihan itu bisa didapat Anastasia berkat bantuan Davien, kekasih hati yang sudah hampir dua tahun dikencaninya. Laki-laki berhidung mancung dan berambut cepak itu, nama lengkapnya Davien Marcus. Tamatan strata dua Universitas Harvard yang usianya empat tahun lebih tua dari Anastasia. Pemilik tunggal Davien Media, perusahaan multinasional yang bergerak di bidang penerbitan koran dan majalah. Keduanya bertemu secara tidak disengaja di toko retail pakaian yang dulu jadi tempat Anastasia mencari pundi-pundi uang. Davien memang sudah tertarik hatinya dari awal dirinya melihat Anastasia. “Perempuan itu wajahnya cantik bak boneka. Tubuhnya mungil, ramping, tapi cukup berisi di bagian b****g dan gundukan kembarnya. Proporsinya benar-benar pas. Dari gerak-geriknya saja aku bisa lihat kalau dia itu perempuan yang pandai dan anggun,” tutur Davien pada salah satu temannya waktu itu. Tentu saja Anastasia tak menolak memberikan nomor ponselnya untuk Davien. Selama hampir dua tahun memadu kasih, Davien dan Anastasia sudah beberapa kali tidur bersama. Dan terhitung dua kali sudah Davien mengajak Anastasia melaju ke jenjang yang lebih serius. Dia bahkan sudah mengenalkan Anastasia pada keluarga besarnya. Dari cincin berlian sampai cincin bermata safir biru yang harganya fantastis, semua sudah diberikannya untuk Anastasia—meski pada akhirnya semuanya itu ditolak dan dikembalikan. Bukan karena tidak mau menikah atau tidak serius menjalani hubungannya, hanya saja Anatasia belum menyelesaikan misi penting dalam hidupnya, yaitu membalaskan dendam ayahnya pada keluarga James Alden Wesley. Tidak ada yang tahu soal ‘misi rahasia’ itu, tak terkecuali Davien. Anastasia pasti selalu memakai alasan ‘Aku belum siap jadi ibu rumah tangga’ untuk menolak lamaran Davien. “Biarlah ini menjadi rahasia antara aku dan ayah,” kata Anastasia pada Samudra waktu itu. “Akan aku tunjukkan pada James dan keluarganya kalau kita ini bukan orang yang bisa dipermainkan begitu saja!” ***** Waktu menunjukkan pukul sembilan lewat tiga puluh lima malam saat mobil yang dibawa Davien sampai di depan pekarangan rumah Anastasia. “Thanks buat bantuannya, Davien. Aku benar-benar khawatir tadi. Cuma ayah satu-satunya keluarga yang aku punya sekarang,” ucap Anastasia seraya tersenyum. “Aku boleh bermalam di rumahmu hari ini? Kebetulan sekali kan ayah sedang dirawat di rumah sakit,” pinta Davien dengan senyum nakalnya. Didekatinya tubuh Anastasia dan disingkirkannya beberapa helai rambut yang menutupi wajah cantiknya dengan perlahan. “Aku mau menemanimu. Boleh?” gumamnya. “Aku rasa lebih tepat dikatakan kalau kamu yang sedang ingin ditemani,” canda Anastasia. Davien hanya tersenyum lebar. Keduanya langsung b******u sesampainya di dalam kamar tidur milik Anastasia. Tangan kanan Davien meremas perlahan rambut Anastasia yang halus bak kain sutra itu, sementara tangan kirinya meremas perlahan b****g Anastasia yang bentuknya bulat sempurna. Dibaringkannya tubuh Anastasia ke atas ranjang dan langsung ditindihnya dengan cekatan. Davien baru saja hendak menanggalkan kemeja oranye yang dikenakan Anastasia, saat jari-jari tangan Anastasia yang lentik itu mencegat aksinya. “Jangan ..,” gumam Anastasia. “Kenapa?” tanya Davien sambil mengerutkan dahinya yang mulus. Dikecupnya bibir kekasih hatinya selama dua detik. “Come on, babe. Aku sudah tidak tahan,” pintanya dengan raut sedikit frustrasi. “Aku sedang tidak ingin bercinta. Mood-ku sedang naik turun, Davien,” ujar Anastasia sambil menatap Davien dengan sorot nanar bercampur sedikit emosi. “Kamu sedang PMS?” tanya Davien sambil mengelus perlahan pipi mulus Anastasia dengan ibu jarinya. “Tidak,” jawab Anastasia seraya menggeleng. “Entah. Sedang tidak mood saja.” “Apa yang harus aku lakukan supaya bisa membuatmu b*******h, sayang?” Davien terdiam sejenak untuk berpikir, “Mau nonton film erotis bersama lewat ponselku?” Anastasia hanya tersenyum. Diciumnya bibir Davien selama lima detik lalu disingkirkannya tubuh laki-laki berkaki jenjang itu dari atas tubuh mungilnya. “Aku mau mandi dulu,” katanya. “Tunggu,” cegat Davien sambil memegangi pergelangan tangan kiri Anastasia. “Aku boleh ikut? Kebetulan aku bawa baju ganti.” Anastasia menggeleng. “Please, aku sedang butuh waktu untuk sendirian. Sebentar saja,” mohonnya. “Aku capek sekali, apalagi aku juga harus berangkat kerja besok.” “Ada shift pagi?” “Tidak, shift malam.” “Hmm okay,” gumam Davien sambil melingkari kedua tangannya di pinggang Anastasia yang ramping. “Aku tidak akan memaksamu untuk bercinta denganku hari ini.” Diraihnya tangan kanan Anastasia lalu diletakkannya di atas batang kenikmatannya yang sudah menegang sejak tadi. “Tapi maukah kamu memuaskan ‘dia’?” “Satu kali saja, oke? Aku tidak mau mendengar kata ‘satu ronde lagi’,” perintah Anastasia yang kini sudah berlutut tepat di depan Davien yang sedang duduk di samping ranjang. Dibukanya ritsleting celana jeans yang dikenakan Davien, dilanjutkan oleh Davien yang menurunkan sendiri celana jeans beserta boxer-nya. Diremasnya batang berurat milik Davien yang sudah ‘bangun’ dari tidurnya itu sambil menatapnya dengan tatapan menggoda. “Lihat ini,” bisik Anastasia sambil mengelus perlahan batang kenikmatan milik Davien. “Sejak kapan dia ‘berdiri’ setegak ini?” “Suck it now, Anastasia,” desah Davien sambil meremas perlahan rambut tebal milik Anastasia. Dihisapnya batang berurat milik Davien dengan cepat sambil sesekali memainkan bola kembarnya. Terus dijilati dan dimainkannya batang kenikmatan itu sampai akhirnya memuntahkan cairan putih kentalnya yang keluar banyak di dalam mulut Anastasia. “Oh, God, Anastasia,” erang Davien saat mencapai puncak pelepasannya. “Thanks, babe,” imbuhnya sambil menundukkan wajahnya sedikit seraya tersenyum. Anastasia hanya tersenyum tipis. **Keesokan harinya** Club tempat Anastasia Hameldon bekerja nampak ramai. Tak sedikit laki-laki yang dengan kurang ajarnya menggoda dan mengajak Anastasia tidur, meskipun mereka tahu Anastasia hanya seorang bartender. Perlakuan yang sama pun sering didapatkan Erika, teman kerja Anastasia. “Kamu ingat laki-laki botak yang waktu itu aku siram pakai bir? Sejak saat itu dia sudah tidak pernah datang ke club ini lagi. Sepertinya dia malu,” katanya sambil mengusap gelas kaca dengan sebuah kain. “Iya,” ujar Anastasia acuh tak acuh. Erika terdiam sejenak sebelum kembali bicara, “Ada masalah?” “Ayahku masuk rumah sakit. Kata dokter harus dirawat di sana buat sementara waktu.” “Mau aku bantu? Kamu bisa memakai setengah gajiku dulu,” tawar Erika raut wajah iba. “Tidak usah, terima kasih. Davien sudah membantuku,” tolak Anastasia sambil tersenyum. Erika menghela napas panjang. “Syukurlah ... Tapi memangnya kamu tidak mau coba cari kerja di tempat lain yang penghasilannya lebih besar? Sayang sekali kalau kepintaranmu tidak dimanfaatkan,” sarannya. “Kerja di club ini juga gajinya sudah lebih dari cukup buat menghidupi aku dan ayahku,” sanggah Anastasia dengan raut wajahnya yang terlihat sedikit datar. “Aku tahu, tapi bahaya. Banyak laki-laki hidung belang. Aku pun kalau punya kesempatan buat kerja di tempat lain, pasti akan langsung aku tinggalkan club kotor ini,” aku Erika serius. Ponselnya berdering setelahnya. “Tunggu sebentar, boss menelepon.” “Apa katanya?” tanya Anastasia penasaran saat melihat Erika kembali usai menjawab panggilannya. “Besok kita akan kedatangan tamu spesial. Dia bahkan menyewa seluruh club ini dari siang hingga malam cuma untuk menjamu tamu pentingnya. Damn, bisa kamu bayangkan kan betapa kayanya orang itu?” jawab Erika semangat. “Siapa memangnya?” tanya Anastasia yang terlihat tambah penasaran. “James Alden Wesley, konglomerat kaya raya itu loh. Oh, dia terkenal sekali. Aku kira orang seperti dia tidak akan mau menginjakkan kakinya di club semacam ini,” jawab Erika sambil sedikit memelankan suaranya. Anastasia tidak bergeming lagi. Tubuhnya membeku dengan mimik muka terkejut. ♥♥TO BE CONTINUED♥♥

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

GAIRAH CEO KEJAM

read
2.3M
bc

SEXRETARY

read
2.1M
bc

Call Girl Contract

read
323.1K
bc

LIKE A VIRGIN

read
840.8K
bc

OLIVIA

read
29.2K
bc

Rewind Our Time

read
161.2K
bc

Love Me or Not | INDONESIA

read
533.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook