bc

Jalan Pulang

book_age18+
5.0K
FOLLOW
47.9K
READ
love after marriage
second chance
playboy
badboy
sensitive
powerful
boss
drama
twisted
bxg
like
intro-logo
Blurb

(sudah tamat)

Kisah Lira, si gadis suicidal, hopeless, kecanduan self harm yang dipertemukan dengan Elang, si badboy yang sering kali mengisi hidupnya dengan have fun tak jelas. Bagaimana takdir mempertemukan mereka? Apakah cinta bisa membuat mereka menemukan jalan pulang?

chap-preview
Free preview
1. Gadis Aneh
Lira's POV Kadang aku bertanya, adakah orang yang hidupnya jauh lebih menyedihkan dariku? Ibuku sakit-sakitan dan aku memiliki seorang ayah yang tak pantas untuk disebut ayah. Aku tak boleh kuliah saat lulus SMA tahun lalu. Aku harus bekerja dan gaji dari pekerjaanku harus digunakah untuk membantunya membayar hutang-hutangnya. Jika aku masih bernapas hingga detik ini, ini bukan karena begitu kuatnya aku hidup dalam tekanan. Ayah kerap menyiksaku dengan pukulan-pukulannya, bullying secara verbal, serangkaian intimidasi dan bahkan beberapa kali ayah mencoba menjualku ke rumah bordil atau pada temannya untuk membayar lunas hutangnya. Tapi Allah selalu menolongku. Hingga detik ini kesucianku masih terjaga. Mungkin kau berpikir, kenapa aku tak kabur saja? Aku sudah mencobanya berulang kali. Setiap kali aku mencoba pergi darinya, setiap kali itu pula ayah selalu menangis, memohon-mohon, memintaku untuk tak pergi dan berjanji akan berubah menjadi ayah yang lebih baik. Bahkan ia sering jatuh sakit saat aku berupaya untuk kabur. Akhirnya kubatalkan niatku. Pernah hampir berhasil, tapi ayah dan teman-temannya berhasil menemukanku. Dan satu hal yang sering menahanku untuk tak pergi adalah aku tak tega meninggalkan ibu. Jika aku tak ada, siapa yang akan merawatnya? Aku tak tahu apa memang cinta ibu kepada ayah sedemikian besar hingga tiap aku mengajaknya pergi, dia selalu menolak. Selalu ada kata maaf dari ibuku untuk ayah meski ayah sering mabuk-mabukan, berjudi, main perempuan dan memukuli kami, sebuah paket yang komplit sempurna. Orangtuaku tak pernah tahu sejak lima tahun yang lalu aku mengalami masalah psikis yang begitu berat. Aku kadang merasa cemas berlebihan dan dalam keadaan kalut tak menentu, aku sering melukai diriku sendiri. Sering kusayat punggung pergelangan tanganku, jariku, kaki, paha, lengan semua bagian tubuh untuk membebaskanku sejenak dari depresi yang selalu membayangi hidupku. Kau tahu, selalu ada sensasi menenangkan setiap melihat aliran darah yang menetes. Bau anyirnya seperti terapi yang membuatku sedikit terbebas dari beban berat yang menghimpit, menyesakkan d**a. Aku tahu ini hanyalah sementara, karena di waktu mendatang, aku bisa saja lebih tertekan dari ini. Namun aku tak bisa berhenti. Self harm ini sudah menjadi candu untukku. Aku seringkali menuliskan kata-kata hopeless di diaryku dengan darah dari luka yang aku buat sendiri. Hanya diary sahabatku yang selalu menjadi sandaranku untuk menumpahkan segala yang menyergap dan meluluhlantakkan perasaanku. Aku seorang yang suicidal. Dan obsesi untuk melakukan bunuh diri terkadang melebihi batas akal sehatku. Sudah lima kali aku mencoba bunuh diri tetapi selalu gagal. Dan kali ini akan menjadi percobaan yang keenam. Lebih baik aku mati daripada dinikahkan dengan seseorang yang usianya sepantaran ayah dan aku dijadikan istri kedua. Sama saja ayah menjualku. Ayah terpikat akan janji manis laki-laki kaya itu untuk membayar lunas semua hutangnya. Kuhela napas. Kutatap sekeliling. Senyap... Hanya desiran angin yang bertiup semilir menyibak dedaunan. Malam ini begitu dingin dan mencekam. Aku tak peduli. Sudah kuputuskan untuk loncat dari jembatan ini dan membiarkan tubuhku hanyut terseret arus sungai yang deras. “Hei tunggu, apa yang lo lakuin di sini?” Suara lantang itu mengagetkanku. *** Elang's POV Rasanya jengah setiap kali mendengar ceramah papa mama yang selalu mendorongku untuk cepat menikah. Mereka berkata harus ada seseorang yang menjagaku dan menarikku dari kehidupanku yang gelap. Ya clubbing, minum, have fun nggak jelas, nggak pernah berhasil untuk urusan asmara, berkali-kali ditinggalin pacar, sering membuatku stres dan akhirnya mencari pelarian, melampiaskan kekesalanku lewat serangkaian aktivitas di dunia malam. Orangtuaku ketar-ketir, khawatir aku tak bisa lepas dari dunia ini. Kalau kata mereka dunia penuh maksiat. Persetan, apa yang aku lakukan tidak merugikan orang lain kan? Aku punya bisnis, kontrakan dan restoran. Aku bersenang-senang menggunakan uangku sendiri. Lagipula aku masih muda, 23 tahun. Untuk apa cepat-cepat menikah? Pandanganku dikejutkan oleh sosok perempuan berambut panjang yang berdiri di tepi jembatan. Rasa-rasanya ada yang aneh. Dia terus menatap ke arah bawah, seolah dia ingin melompat. Atau dia memang ingin bunuh diri melompat dari jembatan? Kenapa aku jadi sepeduli ini. Sepanjang hidupku mungkin aku sudah banyak bergelimang dosa. Tapi jika aku menggagalkan upayanya untuk bunuh diri, barangkali ini akan menjadi catatan amal baik yang mungkin akan menyelamatkanku di akhirat nanti. Kalau sedang waras, aku masih ingat akan akhirat. Aku turun dari mobil dan kulangkahkan kakiku mendekat pada gadis itu. “Hei tunggu, apa yang lo lakuin di sini?” Gadis itu menolehku. Tak terlihat jelas bagaimana raut wajahnya. Beberapa helai rambut menutupi sebagian wajahnya. “Siapa kamu? Kamu orang suruhannya ayah ya? Atau suruhan tuan tanah itu?” Gadis itu tampak panik dan sedikit melangkah mundur. “Gue nggak sengaja lewat sini dan gue lihat lo mau bunuh diri, loncat dari jembatan. Sebaiknya lo urungkan niat lo,” ujarku sedikit keras. Gadis yang mengenakan t-shirt warna putih dan cardigan hitam serta celana jeans itu terpekur dan menatapku dari ujung kepala sampai kaki. “Kamu orang baik kan?” Pertanyaannya membuatku menyeringai, “Mama papa bilang hidup gue udah rusak dan penuh maksiat. Pikirin aja sendiri gimana penilaian orang lain ke gue.” “Tapi kamu nggak pernah memperkosa orang kan?” dia memicingkan matanya. “Hah?” pertanyaannya membuatku terhenyak. “Gue bukan penjahat, apalagi tukang perkosa. Lo pikir gue cowok apaan? Kalau gue butuh bobo bareng cewek, gue tinggal minta salah satu dari sekian banyak cewek yang ngejar gue buat nemeni gue. Ngapain gue merkosa cewek? Ada-ada aja lo.” Emosi juga aku dibuatnya. Sembarangan saja dia menuduhku macam-macam. “Kalau gitu, bawa aku pergi dari sini.” Ucapnya tanpa beban dan bisa sedemikian tenang. “Apa? Ngapain gue bawa lari anak orang? Nanti gue dituduh nyulik gimana?” Aku menganga sekian detik. “Please, besok pagi aku mau dinikahin. Aku nggak mau. Satu-satunya jalan itu mati. Dan kamu baru saja menggagalkan usahaku buat bunuh diri. Itu artinya kamu harus bertanggungjawab.” Gadis itu menaikkan intonasi suaranya. “Tapi...” “Please aku mohon. Yang penting bawa aku jauh dari sini. Setelah itu aku akan cari jalan sendiri.” Suaranya melemah dan mimik wajahnya sudah terlihat seperti ingin menangis. Akhirnya aku tak tega juga untuk menolak permintaannya. Kupersilakan dia untuk naik ke mobilku, duduk di sebelahku. Sepanjang jalan dia terdiam. Tatapannya lurus ke depan. Kuperhatikan wajahnya. Ya nggak jelek, cukup manis, tapi tetep ya, mantan-mantanku jauh lebih cantik dari ini. “Kenapa tadi lo nanya ke gue pernah memperkosa perempuan apa nggak? Seumur-umur baru kali gue ditanya dengan pertanyaan paling konyol dan nggak masuk akal.” Dia melirikku sebentar, lalu menunduk, “Aku takut kamu macem-macem. Kalau kamu nggak punya riwayat kejahatan itu, aku jadi merasa aman kalau ikut kamu pergi.” Aku tersenyum masam, “lo takut gue macem-macem? Gue punya harga diri ya, nggak sembarang macem-macem ama orang. Dari ujung kepala sampai ujung kaki lo itu bukan tipikal gue. Jauh. Jadi gue nggak tertarik ama lo sedikitpun.” Dia tak bereaksi. Tangannya bersedekap dan tatapannya begitu dingin. Perempuan ini sungguh misterius. Sepertinya dia memang tengah depresi dan banyak masalah. “Lo mau diturunin di mana?” Dia menolehku. “Aku nggak punya tujuan. Aku juga nggak bawa uang.” Aku tepikan mobilku ke pinggir jalan lalu berhenti. Kutatap dia dengan tatapan tertajamku. Dia sedikit salah tingkah. “Terus lo pikir gue mau bawa lo ke mana pun gue pergi? Gue nggak mau ya lo ngintilin gue. Gue mau pulang ke apartemen gue, jadi sebaiknya lo turun di sini.” Dia terlihat cemas. Wajahnya memucat. “Anterin aku ke jembatan tadi. Aku mau mati saja.” Kukernyitkan dahiku. “Hah? Lo gila apa? Kenapa lo pengin banget mati? Lo nggak pengin insyaf dulu?” “Aku selalu terobsesi untuk bunuh diri. Aku pernah lima kali percobaan bunuh diri, enam kali sama yang tadi dan semua gagal. Nggak masalah buat nyoba satu kali lagi.” Lagi-lagi kukernyitkan dahiku. Aku tak habis pikir dengan satu orang di sebelahku ini. Pikirannya sudah tak waras. Aku keluar dari mobil. Lalu kudekati pintu di sebelah tempatnya duduk. Aku buka pintunya. “Silakan keluar. Lo sendiri kan yang bilang, setelah mobil ini melaju cukup jauh dari jembatan tadi, lo mau cari jalan sendiri.” Gadis itu terdiam sejenak. Tapi akhirnya dia beranjak juga. Setelah dia keluar dari mobil, kututup kembali pintunya. Aku masuk lagi ke dalam mobil. Gadis itu masih mematung di trotoar. Kulajukan mobilku. Tiba-tiba pantulan bayangan dua orang pemuda di spion tampak mendekat ke arah gadis itu. Naluri menggelitikku untuk kembali menghentikan mobilku dan menolongnya dari dua pemuda yang mengganggunya. ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
75.9K
bc

Long Road

read
118.3K
bc

DIA UNTUK KAMU

read
35.1K
bc

Sweetest Diandra

read
70.5K
bc

His Secret : LTP S3

read
650.1K
bc

Noda Masa Lalu

read
183.6K
bc

Nur Cahaya Cinta

read
358.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook