bc

The Billionaire's Bride

book_age16+
1.8K
FOLLOW
18.2K
READ
family
friends to lovers
CEO
drama
bxg
campus
city
weak to strong
friends with benefits
passionate
like
intro-logo
Blurb

Dalam keadaan tidak memiliki tujuan, Allynna bertemu dengan Austin Curtis, pria baik hati pemilik Curtis Hotel yang sudah jatuh hati kepadanya sejak pertama kali berjumpa. Allynna sempat curiga kalau Austin akan menipunya. Sayangnya, Allynna masih saja tidak peka dengan kebaikan pria berparas malaikat yang selalu menyapanya penuh tawa.

Sang billionaire itu kadang bingung dengan sikap Allynna yang sering menggantung perasaannya. Padahal kesetiaan yang Austin berikan kepada Allynna mutlak berlaku sampai dirinya menua. Tidak peduli Allynna yang tidak menanggapi perasaannya, cepat atau lambat Allynna akan menjadi miliknya. Itu janji Austin kepada dunia. Hal itulah yang memotivasi Austin untuk terus berada di dekat Allynna Quinn.

Lantas apa yang melatarbelakangi Allynna kehilangan tujuannya? Akankah Allynna menemukan arah hidupnya atau malah terjebak dalam ketulusan Austin yang selalu menatapnya penuh cinta?

Temukan jawabannya dalam The Billionaire's Bride.

#Cover novel by Canva

EsterinaAllen (IG)

chap-preview
Free preview
TBB 1-Aku Masih Ingin Hidup
Pablo melihat sesuatu yang mencurigakan di belakang mobil yang dikendarai oleh Austin. Sebagai penumpang yang sedang berada di samping Austin ia pun sedikit merasa cemas dengan dua mobil yang sedang mengikuti mereka. Untuk memastikan, Pablo menoleh ke kaca belakang. Apa yang ia lihat lewat spion benar nyata, dan semakin menjadi realita ketika melihatnya sendiri saat dua mobil itu jelas-jelas mengincar mereka. “Cemas?” Austin terlihat santai sekali mengemudikan mobil sportnya. Ada senyum mengejek yang tersungging di bibir Austin. Pablo memandang ke arah Austin sambil memegang sabuk pengaman, karena tanpa ia sadari Austin sudah menambah kecepatan mobilnya dengan begitu lihai. “Aku masih ingin hidup, asal kau tahu.” Pablo membuang napas berat. “Hahaha … kau tenang saja, mereka hanya dua kutu yang sedang ingin bermain kejar-kejaran dengan kita.” Austin lagi-lagi menanggapi masalah serius itu dengan begitu santainya. Ia tidak berpikir kalau hati Pablo sedikit takut. Brak. “Psikopat gila!” Pablo menjerit. Brak. Mobil Austin berhasil ditabrak dari belakang, ketiga mobil itu mengarah ke arah luar kota yang minim keramaian. Pablo tidak tahu mengapa Austin malah mengarahkan mobilnya ke tempat yang sepi bukannya pergi ke kantor polisi. “Austin, aku masih ingin hidup.” Pablo memegang erat-erat sabuk pengamannya dengan kedua tangannga, pikirannya sudah sangat kotor. “Aku belum menikah.” “Aku juga.” Austin melesat mendahului kedua mobil dan menciptakan jarak yang lumayan, tapi kedua mobil di belakang Austin sepertinya tidak ingin menyerah, karena mereka segera menepis jarak yang sempat ada. “Mereka sudah dekat.” Pablo panik. “Aku tahu.” Austin menjeda kalimatnya, ia melirik Pablo yang berhati lembut itu lalu kemudian menghela napas. “Wanita seperti apa yang ingin kau nikahi?” Austin mengalihkan pembicaraan. Ia yakin kalau malam ini mereka bisa menghindari kejaran dua mobil yang terus menambah kecepatan. “Aku belum menemukan wanita yang ingin kunikahi, doakan aku, ya.” “Dalam keadaan seperti ini mengapa kau begitu sialan?” Pablo marah. “Hahaha … tampang ketakutanmu membuatku ingin tertawa. Kau hanya perlu tenang.” Brak. Lagi, mobil Austin ditabrak. “Austin!” Pablo berteriak. Austin langsung memutar kemudi menuju ke jalan kecil yang entah akan menuju ke mana. Jalanan tanah itu Austin pilih karena ia pernah melewatinya beberapa bulan yang lalu. Di depan sana sangat gelap dan di sisi yang lain terdapat jurang. Jika tidak terbiasa, Austin yakin salah satu diantara mereka akan terperosok. “Kita mau ke mana?” Pablo melebarkan mata, tidak percaya dengan pilihan Austin yang malah masuk ke dalam area hutan. “Di depan ada jurang.” Kata Austin singkat. Keringat dingin Pablo membanjiri keningnya, ia pasrah saja. Semakin dia banyak bertanya maka dirinya hanya akan mendapatkan rasa takut yang semakin bertambah. Austin tetap mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi sambil memperkirakan sesuatu yang ada di depannya. Mendekati jalan yang semakin kecil, Austin merendahkan laju mobilnya. Di kanannya terbentang jurang yang sangat dalam, tanpa ada pembatas jalan yang dipasang di tepi jalan. “Kalau tidak hati-hati mereka mungkin akan masuk ke dalam jurang. Maaf, kalau melewati tempat ini kita harus menempuh jarak yang semakin jauh dari tujuan kita. Kau tidak apa-apa, kan?” Austin menjelaskan. “Aku hanya ingin selamat.” Kata Pablo cepat. “Oke.” Jawab Austin seperti manusia tanpa dosa. “Aku berharap tanah yang basah membuat mobil mereka bermasalah. Jenis mobil mereka tidak cocok untuk medan yang seperti ini.” Brak. Brak. Brak. Dentuman keras terdengar di belakang mereka. Pablo yang penasaran melihat ke kaca belakang. Karena terlalu gelap ia tidak melihat apa-apa, selain sorot lampu mobil yang berhenti. “Apa mereka tidak mengejar lagi?” Pablo bertanya. “Tidak tahu, bisa jadi mereka lebih peduli dengan temannya yang jatuh sehingga tidak mengejar kita lagi.” Pablo kembali ke posisi semula. Menghela napas lega. Jantungnya yang berdetak lebih cepat kini berangsur-angsur normal. Ini terlalu gila. “Kau mengenalnya?” “Tidak. Bisa jadi orang yang sengaja dikirim untuk menghabisiku.” Tidak ada perubahan raut di wajah Austin. Pria itu seperti sudah biasa mengalami hal-hal seperti itu dalam hidupnya. “Menjadi orang kaya memang mengerikan.” “Seperti itulah. Seninya disitu.” Tidak ada beban ketika Austin mengatakannya. “Kau harus lebih berhati-hati lagi, dan aku tidak mau berpergian bersamamu lagi.” Pablo menatap Austin ngeri yang dibalas dengan senyuman secerah mentari oleh Austin yang sedang mengendarai mobil keluar dari jalan tanah yang agak basah. Austin mengerti jika kehidupannya tidak senyaman seperti yang dikatakan oleh kebanyakan orang. Ada segelintir orang yang menginginkan kematiannya. *** Austin sampai di hotelnya pukul tiga dini hari. Ia melempar jaketnya asal setelah mengantarkan Pablo ke kamarnya. Seminggu ini Pablo berkunjung, dan ia tinggal bersamanya di hotel miliknya. Sudah lama Pablo tidak berjumpa dengan teman baiknya itu. Tubuh Austin mendarat di ranjang besar yang selama ini menemani hari-harinya. Dua bulan ini Austin tidak kembali ke rumahnya atau ke rumah orang tuanya. Ia hanya berkunjung di akhir pekan tanpa menginap ke rumah orang tuanya. Pekerjaanya lumayan menyita waktunya akhir-akhir ini. Ini semua karena ada unit bisnis baru yang sedang dijalankan oleh Austin, di luar bisnis hotelnya. Austin menatap langit-langit dengan lampu gantung yang begitu mewah. Pandangannya kosong, karena memikirkan sesuatu. Lama-lama matanya terpejam dan dunia mimpi segera menyapanya sesaat kemudian. Austin sudah terlalu lelah. Keesokan harinya, Austin bangun dalam keadaan lelah luar biasa. Ia masih butuh tidur lagi, tapi ada beberapa meeting yang harus ia lakukan. Masih pukul tujuh pagi dan Austin segera memanggil pelayannya untuk meyiapkan segala keperluannya lewat sambungan di samping tempat tidurnya. Ando masuk ke kamar Austin dengan membawa beberapa berkas yang kemarin diminta. Ando melihat atasannya sedang sarapan. Tidak mau menganggu, ia hanya berdiri tanpa berbicara. “Pagi, apa yang kau bawa?” Austin menyapa asisten pribadinya yang selalu bersikap profesional. “Selamat pagi, Tuan. Saya membawa beberapa berkas yang harus ditandatangani sebelum Anda pergi bertemu klien.” “Taruh di meja. Mau sarapan bersama?” Austin menawari asistennya untuk makan bersamanya. “Tidak, Tuan. Terima kasih.” Ando segera meletakkan berkas itu sesuai dengan keinginan Austin. Austin menyelesaikan sarapannya lima menit kemudian lalu segera menandatangani berkas-berkas yang dibawa oleh Ando. “Ando, semalam aku diikuti oleh sekelompok orang. Kau selidiki siapa yang ada di belakangnya.” “Baik.” “Aku naik mobil yang biasa, cek saja rekamannya. Aku yakin kalau mobil-mobil itu tanpa identitas yang jelas, tapi bukan berarti tidak bisa dilacak, kan?” “Iya, Tuan.” Ando menyanggupi pekerjaan baru yang diberikan kepada Austin. “Apa Pablo sudah bangun?” “Belum, Tuan. Tuan Pablo semalam terlihat sangat syok, itu informasi dari pelayan yang melayaninya semalam.” “Aku mengerti. Ini sangat berat bagi anak baik itu. Aku rasa ketika dia bangun ia akan minta pulang.” Austin menyeringai. Austin melambaikan tangannya agar Ando pergi. Setelah Ando pergi, Austin bersiap-siap untuk menemui klien pentingnya. Autin memakai jam tangannya yang bertabur berlian dengan sangat cepat. Ia menyambar ponselnya dan segera keluar dari kamarnya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Pengantin Pengganti

read
1.4M
bc

Mrs. Rivera

read
45.2K
bc

(Bukan) Istri Pengganti

read
48.8K
bc

My One And Only

read
2.2M
bc

Penjara Hati Sang CEO

read
7.1M
bc

Married With My Childhood Friend

read
43.5K
bc

LEO'S EX-SECRETARY

read
121.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook