bc

Diam Dalam Retakan

book_age16+
3.0K
FOLLOW
38.1K
READ
HE
drama
others
like
intro-logo
Blurb

“Rumah tangga” menapaki rumah tangga tak semudah menapaki tangga dalam rumah, butuh perjuangan para penghuni rumah tangga. Namun apa jadinya jika tangga dalam menapaki hidup tak pernah di tapaki oleh kedua penghuninya?

Bahkan pondasi bernama CINTA juga tak di bangun di dalamnya.

Akankah kebahagiaan bisa di capai? atau rumah tangga akan runtuh?

Viana Salsabila adalah seorang gadis yang di paksa menikah dengan Ragarta karena harus menggantikan posisi kakak tirinya yang pergi sebelum hari pernikahan dilaksanakan.

akankah rumah tangga mereka akan berakhir bahagia? atau justru akan berakhir dengan perpisahan?

entahlah hanya Tuhan yang tahu pada akhirnya.

Yuk ikuti kisah mereka hanya di sini.

cover by: Lana media

chap-preview
Free preview
Bab. 1
Sayup-sayup terdengar suara adzan menggema di indra pendengaran seorang gadis yang baru saja membuka matanya. Dengan segenap usaha dia mencoba membuka mata dan bangun untuk membersihkan diri, setelah selesai dengan urusan membersihkan diri ia bergegas menunaikan kewajiban sebagai umat muslim. Meskipun ia hidup dijaman saat ini, tapi ia masih memegang teguh keyakinannya. Benda pipih yang menempel di dinding menunjukkan jarum pendek berada di angka lima sementara jarum panjangnya berada di angka dua, masih ada waktu bagi gadis itu untuk bersiap-siap berangkat bekerja. Viana, gadis itu bernama Viana Salsabila, gadis berhijab yang berwajah khas orang Jawa, kulit sawo matang, ceria ramah namun menyimpan rahasia kehidupan yang tidak menyenangkan. Ia mengenakan hijab berwarna hitam dan blus berwarna putih dan celana kulot berwarna hitam, serta sepatu hitam putihnya selalu menemani dia pergi bekerja. Dia selalu berangkat pagi karena dia tidak memiliki kendaraan, jadi dia harus naik bus untuk sampai di tempat kerjanya. Sesampainya di restoran tempatnya bekerja senyumnya tak pernah luntur untuk menyapa rekan kerjanya. “Selamat pagi, Bu?” sapa nya pada seorang koki di dapur. Viana bekerja sebagai seorang pencuci piring disebuah restoran besar di Surabaya, meski hanya seorang pencuci piring Viana sangat senang karena dengan ijazah SMA dia di terima bekerja, karena dia pernah magang di sini, dan kinerjanya sangat baik hingga ketika lulus sekolah dia di terima bekerja di sini lagi. “Pagi juga, Vi. Ini masih jam enam kenapa kamu sudah sampai?” tanya wanita yang biasa di panggil Bu Ani. “iya, Bu. Kalau siang takut macet, ini mumpung tadi teman satu kost ku sedang libur kuliah, jadi saya bisa berangkat pagi,” ucap Viana. “Memangnya kalau dia masuk kuliah kamu berangkatnya siang? Perasaan ku kamu selalu datang jam segini.” “Iya juga, sih,” ucap Viana seraya tersenyum. “Ya sudah kamu siap-siap sebentar lagi buka restoran ini,” ucap Bu Ani. Viana POV. Hari ini pengunjung restoran sangat ramai, mungkin karena hari ini adalah akhir pekan. Rasanya punggung dan kakiku remuk, entahlah akhir-akhir ini aku sering merasakan sakit di bagian punggungku dan semakin hari rasanya semakin menyiksaku. Ku tengok benda bulat di pergelangan tangan sudah menunjukkan pukul lima belas empat puluh lima, itu artinya lima menit lagi waktunya pulang, mengingat kata pulang, rasanya ada yang mengganjal di hati ini. Rumah. ya, aku punya rumah aku punya keluarga tapi aku memilih untuk tinggal di kost, dengan tujuan untuk mandiri, itu yang aku katakan pada orang-orang yang bertanya tentang keputusan ku, meskipun bukan hal itu tujuanku. Ku langkahkan kaki menuju halte dan duduk di bangku yang tersedia. Ku pandangi setiap kendaraan yang lewat berharap busnya cepat datang. Tak sengaja mata ini melihat seseorang tengah bersandar di pohon dengan memakai baju rumah sakit, aku menyipitkan mata menelisik orang itu, dan akhirnya tumbang. “Astagfirullah...!” pekik ku. “Mas! Mas! bangun Mas,” aku menepuk-nepuk pipinya. Wajahnya terlihat pucat dan badannya sangat dingin. “Duh, bagaimana ini?” “Tolong! tolong!." teriakku meminta bantuan. “Ada apa toh, Mbak,” tanya beberapa orang yang menghampiri kami. “Pak De, tolong ya, ini Masnya tiba-tiba pingsan, tolong di bawa ke rumah sakit ya.” “Ya sudah, ayo bapak-bapak kita bawa Masnya ini ke rumah sakit.” Setelah sampai di rumah sakit pria itu di bawa masuk ke ruangannya, dan terlihat juga keluarga berada di sana. Aku sangat lega semoga saja tidak terjadi apa-apa padanya. Ketika aku berbalik badan hendak pulang, terdengar seseorang berteriak memanggilku, aku pun menoleh dan mendapati seorang wanita paruh baya mendekatiku. “Nak, terima kasih sudah menolong anakku, jika saja kamu tidak menemukannya, entah apa yang akan terjadi padanya,” ucap wanita itu. “Sama-sama, Bu. Itu Cuma kebetulan saja. Maaf Bu, saya harus segera pulang, karena sudah hampir magrib, assalamualaikum,” ucapku. “Waalaikumsalam.” Sesampainya di kost aku langsung bergegas membersihkan diri karena waktu magrib sudah hampir habis, setelah selesai dengan rutinitas magrib terdengar suara ketukan pintu. “Siapa, Ya?” tanyaku. “ini aku, Vi. Rani.” “Lah, kok pakai ketuk pintu memangnya kemana kunci punyamu?” tanyaku. “Motorku mogok, jadi aku bawa ke bengkel, dan aku lupa ambil kuncinya, soalnya aku taruh di dalam jok,” ucapnya. “Kebiasaan kamu, Ran. Sana mandi kamu bau asem,” ucapku. “Lagian kuliahnya libur, dari mana juga nih anak?” gerutu ku. Rani adalah teman satu kost ku, dia adalah satu-satunya teman dan sahabatku, kami bertemu tiga tahun lalu saat kami masih baru masuk sekolah menengah atas. “Vi, besok kamu libur?” tanya Rani tiba-tiba. “Iya. Kenapa? Eh kamu mandi tidak sih kok cepat banget, jangan-jangan kamu tak mandi ya?” tuduh ku. “Aku tadi sudah mandi di tempat temanku, jadi ini tinggal cuci muka saja. Besok temani aku jalan ya mumpung minggu,” ucapnya, aku hanya mengangguk. Viana POV end’ Kini Viana berada di salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Surabaya, bersama Rani sahabatnya. Mereka menikmati kebersamaan itu, karena hal itu jarang terjadi karena kesibukan masing-masing. Saat mereka sedang makan di sebuah Cafe seseorang menghampiri mereka. “Viana? Sedang apa kamu di sini?” tanya wanita itu. “Ariana? Kalian saling mengenal?” tanya Rani. “Iya bahkan kami lebih dari kenal, Ran,” ucap Ariana. “Wah, kebetulan kalau begitu. Ayo Ar, gabung sama kita,” ajak Rani. Sebelum Ariana menjawab seorang wanita paruh baya menghampiri mereka. “Sayang, Ibu cari ke mana-mana ternyata kamu ada di si-,” ucapannya terpotong saat dia melihat sosok gadis berhijab yang tengah duduk di hadapannya. “Ariana kenapa kamu menemui gadis tidak tahu diri ini? Ayo kita pulang,” ucapnya. “Aku hanya merindukan adik kesayangan ku ini, Bu.” “Sudah, buat apa kamu merindukan seseorang seperti dia,” ucap wanita itu seraya pergi meninggalkan Viana dan Rani. “Vi, sebenarnya siapa mereka, dan ada hubungan apa kamu sama Ariana?” tanya Rani. “Dia Kakakku, dan tadi Ibuku,” jawab Viana. “Kenapa kamu tidak pernah cerita ke aku jika kamu saudara Ariana?” “Dia saudaraku, tapi aku bukan saudaranya, kamu tahu kan maksudku?” Rani mengangguk tentu saja dia tahu maksud Viana, dia tidak di anggap saudara oleh Ariana, mungkin ini yang menjadi alasan Viana memilih untuk tinggal di kost. Itulah yang Rani pikirkan. Setelah kejadian itu mereka memutuskan untuk pulang, karena perubahan mimik wajah Viana sehingga membuat Rani mengajaknya pulang. Sesampainya di tempat kostan, Rani meminta sahabatnya untuk beristirahat, namun hal itu tidak di lakukan oleh Viana, entah mengapa tiba-tiba punggungnya merasa sakit luar biasa, hal itu membuat Rani khawatir hingga saat Viana pingsan Rani membawanya ke rumah sakit, setelah sampai di rumah sakit Rani di minta dokter untuk menunggu pemeriksaan sahabatnya itu. Setelah tiga puluh menit berlalu dokter keluar dari ruangan UGD, dan mempersilahkan Rani masuk untuk menengok Viana, di dalam sana Rani mendapati Viana tersenyum dengan wajah pucat nya. Saat di tanya apa yang terjadi pada dirinya, Viana hanya mengatakan jika asam lambung miliknya kambuh, terlihat sedikit kelegaan di hati Rani, setidaknya sakit yang di alami sahabatnya itu bukanlah penyakit yang parah. Dai berharap jika sahabatnya itu lekas sembuh. Setelah pagi menjelang Viana meminta pada dokter untuk pulang, meskipun dia belum diijinkan untuk pulang, namun dokter tidak bisa mencegah kemauan Viana. Sesampainya di kost Viana langsung membersihkan diri dan bersiap untuk berangkat bekerja, hal itu membuat Rani sahabatnya khawatir karena wajahnya masih terlihat pucat, namun Viana berusaha meyakinkan sahabatnya bahwa dia baik-baik saja. Mereka pun berangkat bersama, dan terpisah di halte karena Rani harus ke kampus sementara Viana menuju restoran tempatnya bekerja. Sesampainya di sana semua rekan kerjanya tampak khawatir akan dirinya yang terlihat tidak sehat, Viana pun menceritakan tentang kesehatan dirinya pada manajer restoran, dan menyuruh Viana untuk mengambil cuti, namun dia menolak karena tidak enak pada rekan kerja lainnya, tapi para rekan kerjanya justru meminta dia untuk istirahat mengambil cuti sampai dia sembuh kembali. Akhirnya Viana pun di antar pulang oleh salah satu rekan kerjanya, dia memilih istirahat saat tiba di kost miliknya, Viana merasa sakit pinggangnya semakin terasa, dia memikirkan apa yang di katakan dokter semalam. “Mbak Viana! Maaf sebelumnya sepertinya Anda mengidap tumor sumsum tulang belakang, namun ini hanya diagnosa sementara, hasil lab akan keluar tiga hari lagi, jadi tolong selama tiga hari ini Mbak Viana istirahat dulu dari berbagai aktivitas berat,” ucap dokter pada Viana. Hal itu membuat dirinya semakin sedih, dia berpikir kenapa nasib dirinya seperti ini? Ia hanya tersenyum pada dokter, dan meminta agar tidak memberi tahu siapa pun, termasuk sahabatnya yang saat itu menunggunya di luar. Sejak saat itu dia mencoba berpikir positif, dan memutuskan untuk menyimpan sendiri penyakitnya agar tidak membuat khawatir orang-orang di sekitarnya. Ia rutin mengonsumsi obat yang dokter berikan agar bisa mengurangi rasa sakit di pinggangnya. Setelah satu bulan dia mendengarkan vonis dokter tentang penyakitnya, kini Viana lebih sering melakukan olahraga dan lebih memilih makanan sehat, karena dia sangat pandai menyembunyikan sakitnya hingga tak ada satu pun orang yang tahu sakitnya, bahkan Rani sang sahabat juga tidak mengetahuinya. “Vi, kamu mau ke mana? Kok buru-buru,” tanya Rani. “Aku ada urusan sebentar di restoran, Ran,” ucap Viana. “Bukannya kamu masuk siang ya hari ini?” “Iya tapi, aku buru-buru,” ucapnya seraya pergi meninggalkan sahabatnya. “Akhir-akhir ini aku merasa jika Viana bersikap aneh ya, apa dia ada masalah dengan Arina?” monolog Rani. “Ah... sudahlah nanti aku tanya dia saja, sudah kesiangan juga aku.” Viana bergegas pergi ke rumah sakit karena dia merasa jika pinggangnya terasa sangat nyeri, dan memutuskan untuk periksa. “Viana?” “Ayah?” “apa yang kamu lakukan di sini, Nak? Apa kamu sakit, kenapa wajahmu pucat?” “Ti-tidak, Yah. Aku hanya akan periksa kesehatan biasa, tidak apa-apa karena aku sedang ada tamu bulanan, Yah,” ucap Viana.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
201.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
85.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
186.6K
bc

Siap, Mas Bos!

read
9.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.0K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
12.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook