bc

Mengejar Cinta Seorang Ustadz

book_age16+
4.6K
FOLLOW
39.1K
READ
family
HE
love after marriage
goodgirl
self-improved
first love
lies
reckless
sassy
spiritual
like
intro-logo
Blurb

Riska jatuh cinta pada pandangan pertama pada lelaki yang notabenenya adalah seorang ustadz di desa sang kakek. Ia bertekad untuk mendapatkannya dan menjadikannya sebagai calon suami. Selama hampir enam minggu, dirinya berjuang tanpa adanya rasa menyerah. Hingga perjuangannya berakhir, saat waktu yang diberikan sang Mama untuk mencari calon suami agar bisa terhindar dari perjodohan itu telah habis. Riska mengemis cinta pada Ustadz Rifki yang selama ini tak pernah sekalipun menunjukkan ketertarikan padanya.

Semua harapannya hancur saat Ustadz Rifki mengatakan tidak bisa menikahinya karena telah dijodohkan oleh orangtuanya pula. Riska tak menyangka bahwa perjuangannya selama ini hanya berakhir sia-sia. Dengan terpaksa, ia menerima perjodohan itu dan akan menikah dengan lelaki yang sama sekali tak dicintainya dan tak pernah ditemuinya.

Namun, takdir berkata lain. Riska kembali mendapatkan apa yang diperjuangkannya.

Cover by Pixabai

Font by Canva

chap-preview
Free preview
01. Perjodohan
Pukul 01.00 WIB Seorang gadis mengendap-endap masuk ke dalam rumah. Ia bernapas lega melihat kegelapan di seluruh ruangan. Menandakan bahwa orangtuanya telah terlelap. Setelah dua tahun lulus sekolah, Riska lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Pergi di pagi hari dan pulang di malam hari, sudah menjadi rutinitasnya. Mengabaikan segala ocehan kedua orangtuanya yang menyuruhnya untuk berhenti berkeliaran bebas. Namun, Riska tak banyak menanggapi. Ia hanya mengiyakan, tanpa melaksanakan. "Seperti biasanya, Mama dan Papa pasti udah tidur." gumamnya sambil menutup pintu. Tepat, saat dirinya melangkah, tiba-tiba semua lampu menyala. Setelah itu, kemunculan seorang pria dan wanita paruh baya membuat tubuhnya menegang. Riska ketahuan. Entah, apa yang akan terjadi selanjutnya. Prok prok prok Reno bertepuk tangan seraya mendekati putri semata wayangnya yang amat sulit diatur. Kemudian, diikuti oleh sang istri dibelakangnya. "Papa ngapain tepuk tangan? Papa lagi sulap?" celetuk Riska membuat kedua orangtuanya merasa kesal. Rini menghela napas. Dia sudah lelah dengan kelakuan putrinya. "Udah deh, kamu nggak usah banyak cengcong. Seharian ini, kamu pergi kemana? Shopping? Reunian? Main ke rumah temen? Jenguk temen sakit? Hadirin ulang tahun temen? Apalagi, alesan kamu?!" cerocosnya mengakibatkan telinga seorang gadis terasa sakit. Riska menampilkan deretan giginya. Ia sudah tidak bisa beralasan lagi, karena Mamanya sudah mengatakan alasan yang biasa digunakannya. "Sekarang kamu duduk. Ada hal yang harus Papa dan Mama sampaikan." titah Reno berjalan menuju sofa ruang tengah. Dengan semangat, Risa menyusul. "Apa Pa? Papa mau tambahin uang jajan Riska? Atau mau kasih Riska mobil baru? Atau motor baru? Apartemen baru?" serunya menerka. "Bukan itu semua. Papa dan Mama akan menjodohkan kamu dengan anak teman Papa." Riska tercengang. Mulutnya ternganga. Ia tak percaya dengan yang dikatakan sang Papa. Dijodohkan? Yang benar, saja. Di luar sana, ia memiliki banyak teman laki-laki yang bisa dijadikan sebagai kekasihnya. Tetapi, kedua orangtuanya malah menjodohkannya. Atau mungkin, kedua orangtuanya ingin segera melepas tanggungjawab?. "Apa-apaan sih, Pa, Ma! Pake jodoh-jodohin segala!! Maksud Papa dan Mama itu apa?!" teriak Riska tak terima. Ia menatap tajam Papa dan Mamanya. "Bercandanya nggak lucu, Ma, Pa!" lirihnya berharap jika hal itu hanya sebuah candaan, bukan keseriusan. Riska tak habis pikir dengan kedua orangtuanya itu. Ia masih mampu mencari lelaki untuk dijadikan suaminya. Tetapi, dirinya masih ingin hidup bebas. Tak terkekang dengan apapun. Pendidikannya telah usai ditempuh. Ia tak akan bekerja, karena harta orangtuanya sangat banyak hingga mampu mencukupi kebutuhan hidupnya. Bahkan, sampai anak cucunya nanti. Toh, mereka mencari uang itu untuknya. Jadi, ia tak akan akan capek-capek mencari rupiah. "Mama dan Papa nggak bercanda, Riska. Mama ingin kamu menikah dengannya. Dia itu lelaki yang bisa membimbing kamu dari pergaulan bebas kamu selama ini." tutur Rini pada putrinya. Mencoba meyakinkan, jika perjodohan itu adalah keputusan yang terbaik. "Nggak! Riska nggak mau dijodohin!! Mama dan Papa ngira Riska nggak laku gitu? Sampe jodoh-jodohin segala!! Riska itu cantik, pinter, body goals. Pasti banyak lelaki yang mau sama Riska!" celotehnya. Rini menatap suaminya. Kemudian, menyeringai ke arah putrinya yang masih menggerutu tak jelas. "Oke. Kalo kamu nggak mau dijodohin, berarti kamu harus cari calon suami sendiri. Yang pasti, harus tampan, mapan, berbudi pekerti baik, dan yang paling utama itu harus SHOLEH!" ujar Rini penuh penekanan pada kata terakhir yang diucapkannya. Riska tertegun. Bagaimana, ia bisa mendapatkan lelaki sesempurna itu?. Selama hidupnya, ia tak pernah bertemu dengan sosok lelaki seperti yang diinginkan Mamanya. "Ya udah, Ma, sekarang kita tidur. Biarin Riska memikirkan keputusan yang akan diambilnya." pungkas Reno mengajak sang istri kembali ke kamar. "Ingat Riska, Mama beri waktu enam minggu! ENAM MINGGU! Kalo kamu gagal, kamu harus menerima perjodohan ini!" ucap Rini sebelum meninggalkan putri semata wayangnya. Riska menatap lurus ke depan. Tak menyadari, jika dirinya seorang diri. Orangtuanya sudah kembali ke kamar dan ia masih memikirkan solusi untuk terhindar dari perjodohan konyol itu. Ia tak bisa membayangkan menikah tanpa dasar cinta. Apakah, dirinya akan bahagia atau menderita dengan pasangannya nanti??. Memikirkan itu semua hanya membuatnya pusing tujuh keliling. "Kemana gue harus cari lelaki yang sholeh? Semua lelaki disini pada minim akhlak. Terus gue harus gimana??" teriaknya frustasi. "Solusi, solusi, solusi!" gumamnya sambil mondar-mandir, berharap akan ada sebuah jalan keluar yang muncul di otaknya. Tring Layaknya di film-film, sebuah bohlam lampu muncul di atas kepala Riska. Setelah itu, ia bergegas menuju kamar. Menyiapkan pakaiannya untuk waktu enam minggu ke depan. Solusi sudah didapatkan, setelah ia mengingat jika sang Kakek tinggal di sebuah desa. Yang mana desa tersebut masih memegang teguh agama Islam. Sewaktu kecil, dirinya pernah tinggal di sana. Setiap waktu sholat, masyarakat desa akan berbondong-bondong pergi ke masjid atau musholla untuk sholat berjama'ah. Itulah hal yang menyakinkan dirinya jika di desa sang Kakek, pasti ada banyak lelaki sholeh. Masalah mapan dan tampan, itu urusan belakangan. "Oke, bye, Ma, Pa, Riska akan berjuang mencari calon suami yang sesuai kriteria Mama." gumamnya setelah menata rapih pakaian dan barang-barang ke dalam koper. Malam ini juga, Riska akan melakukan perjalanan menuju desa Kakeknya. Meskipun, dirinya tak ingat, ia akan menelpon Kakeknya di tengah jalan dan meminta alamat rumahnya. Ia sengaja pergi diam-diam, karena malas mendengar ocehan orangtuanya. Dengan pelan, Riska keluar kamar dan menuruni anak tangga satu persatu. Berharap, jika orangtuanya sudah tertidur. Tetapi kenyataannya, tidak. Sejak tadi, Reno dan Rini mengamati setiap gerak-gerik putri mereka lewat CCTV. "Calon suami, i'm coming!" teriaknya sebelum masuk ke dalam mobil. Reno dan Rini terkikik melihat putri mereka yang akan angkat kaki dari rumah. Mereka sudah tahu, kemana tujuan Riska pergi. Setelah dirasa cukup memuaskan diri menatap rumahnya untuk terakhir kali, Riska pun menyalakan deru mesin mobilnya. Di tengah jalan, ia segera menelepon sang Kakek. Tanpa peduli, jika hal itu akan mengusik tidur Kakeknya di sana. "Aduh, si Kakek, molornya kebo banget dah. Dari tadi gue telpon, kagak diangkat-angkat." dumel Riska yang masih setia menelepon sang Kakek. Sekejap, rasa kesalnya hilang, saat panggilannya diterima oleh sang Kakek. "Halo." Suara Kakek terdengar serak, khas seperti orang yang baru bangun tidur. "Kakek! Dari tadi Riska telpon, kenapa baru diangkat!!" teriaknya kesal. "Kamu nggak liat, sekarang jam berapa?" Riska tercengir. Memang itu bukan salah Kakeknya, namun salah dirinya. "Hehehe... Maafin Riska ya, Kek. Sekarang, Kakek kirim alamat rumah Kakek yang di desa. Riska mau cari calon suami di sana." ucapnya to the point. Tanpa memikirkan jika diseberang sana, Kakeknya tengah menyumpah serapahi dirinya. "Memangnya kamu mau menikah? Atau mau menghindari perjodohan itu?" Riska membeku. Bagaimana Kakeknya bisa tahu? Apakah, keluarga besarnya juga mengetahui hal itu?. Sudahlah, Riska tak mau ambil pusing dengan memikirkannya. Yang terpenting itu ia harus mendapatkan lelaki sholeh, mapan, tampan, dan berbudi pekerti baik. "Em... Ya... Ya siapa sih, yang nggak mau nikah? Kakek juga sebenernya mau nikah lagi 'kan? Cuma anak-anak Kakek nggak pada setuju, jadi Kakek setia menduda." Skakmat! Riska tersenyum bangga. Ia berhasil memojokkan sang Kakek. Ternyata, mendengar perghibahan di keluarga besarnya sedikit memberi keuntungan. Maka dari itu, ia akan menjadikan ghibah sebagai kebiasaan barunya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.0K
bc

My Secret Little Wife

read
91.8K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.0K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.3K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook