bc

A Proposal From Mr Stranger

book_age18+
1.1K
FOLLOW
7.4K
READ
contract marriage
family
love after marriage
fated
drama
comedy
sweet
Multi-professional Billionaire Writing Contest
humorous
enimies to lovers
like
intro-logo
Blurb

Renee hampir dipermalukan karena orang yang ia bayar menjadi kekasihnya tak bisa datang. Namun, lamaran dadakan dari pria asing itu menyelamatkannya. Berita buruknya, Renee dan pria asing itu harus menikah.

Davin tak ingin malu di depan wanita yang akan dilamarnya. Jadi, ketika sahabatnya melamar wanita pujaan hatinya itu, Davin tak mau kalah dan melamar wanita asing yang baru ditemuinya di pintu masuk restoran. Masalahnya, wanita asing itu bukan wanita biasa.

Lamaran tak terencana itu membawa Renee dan Davin pada hubungan yang serius, gila, sekaligus memabukkan. Ketidaksengajaan, kebetulan, ataukah takdir yang berbicara?

chap-preview
Free preview
Bab 1 The Proposal
Davin mengecek penampilan sekali lagi dari kaca jendela mobilnya. Jasnya rapi, rambutnya pun jauh berbeda dari biasanya. Rambut hitam ikal yang biasa berantakan itu tampak jauh lebih rapi setelah ditata sedemikian rupa. Tak lupa, ia menepuk saku jasnya, tempat kotak istimewa itu berada. Davin tersenyum puas sebelum meninggalkan pelataran parkir dan pergi ke arah restoran. Namun, di pintu restoran, Davin urung masuk ketika seorang wanita berpakaian sangat seksi, dengan gaun merah menyala yang hanya menutupi dari bagian d**a hingga pahanya, berjalan mondar-mandir di depan pintu restoran. Rambut cokelat bergelombangnya ditarik ke sisi kiri bahunya, menampakkan dengan jelas punggung putihnya. Apa wanita itu bahkan tidak kedinginan? “Kamu mau mati?” ancam wanita itu sungguh-sungguh di telepon, entah siapa lawan bicaranya. Davin mengangkat alis. “Dengar, kalau sampai kamu nggak datang dan bikin aku malu di depan teman-temanku, aku akan membunuhmu! Aku nggak peduli meski kamu sekarat sekalipun, kamu harus datang!” Davin memutar mata. Kasihan sekali kekasih wanita ini. Namun, Davin harus meralat pikirannya ketika mendengar kalimat wanita itu selanjutnya, “b******k! Aku udah bayar kamu lebih dari cukup dan kamu bilang sekarang mau berhenti?! Kamu pikir, siapa yang udah bantu kamu waktu perusahaanmu mau bangkrut?! Kalau kamu nggak datang …” Kalimat wanita itu terhenti, seiring keterkejutan tercetak di wajahnya yang mulus berpoles make up tegas dan tajam. Lalu, bibir ber-lipstick merah menyala itu mengumpat marah, “Sial! Sial! Sial!” Wanita itu menghentakkan heels tajam sekitar sembilan atau sepuluh senti yang ia kenakan dengan penuh amarah. Lalu, wanita itu memutar tubuh ke arah Davin dan langsung mematung. Davin berdehem. “Permisi. Saya mau masuk,” Davin berkata sopan. Balasan wanita itu adalah tatapan tajam penuh permusuhan. “Penguping licik!” desisnya sebelum memutar tubuh dan masuk lebih dulu ke restoran. Davin mendengus tak percaya. Apa katanya? Dasar wanita tidak sopan! Melihat dari penampilannya pun, Davin bisa menilai wanita seperti apa ia. Tak ingin merusak suasana hatinya, Davin berjalan masuk ke restoran setelah menenangkan diri sesaat. Seorang pria muda, staf restoran itu, menghampirinya dan menanyakan apa ia sudah melakukan reservasi. Davin menyebutkan namanya, lalu pria muda itu mengantarkan Davin ke meja paling sudut. Dari meja itu, Davin bisa melihat pemandangan lampu berwarna-warni dari taman samping restoran lewat dinding kacanya. Davin mengangguk puas menatap tamannya, lalu duduk. Ketika seorang pelayan restoran datang untuk menawarkan menu, Davin menggeleng. “Nanti aja. Teman saya masih dalam perjalanan.” Pelayan itu mengangguk, lalu membungkuk kecil sebelum pergi. Davin menatap pintu depan dengan tak sabar. Namun, perhatiannya pada pintu teralih oleh suara tawa keras dari meja di sisi lain restoran. Di sisi seberang tempat Davin duduk, ia melihat wanita bergaun merah tadi tertawa bersama teman-temannya. Ternyata, bukan hanya wanita itu yang berdandan berlebihan. Di meja panjang tempat wanita itu duduk, ada setidaknya sepuluh wanita yang juga berpakaian kurang lebih sama dengannya. Gaun ketat dan pendek yang terlalu seksi, dengan warna mentereng. Davin sempat berpikir ada pertunjukan pelangi di malam hari di restoran ini. “Lihatin apa, sih? Gitu amat?” Suara itu membuat Davin mendongak. Ia terkejut, tapi tak ayal senyum refleks terbit di bibirnya melihat wajah wanita itu. Namun, senyum Davin berganti keterkejutan lagi ketika mendengar suara lain yang sudah sangat dikenalnya, “Jangan bilang, cewek yang kamu taksir ada di sana?” Davin berusaha untuk mengendalikan keterkejutannya melihat sahabatnya, Langga, juga ada di situ. Davin tak ingat, ia pernah mengundang Langga kemari. Lalu … “Aku sama Langga juga ada yang mau diomongin,” Siena menjelaskan. Davin menatap wanita itu dan mengangguk-angguk. Ia agak terganggu ketika Siena dan Langga duduk bersebelahan, tapi Davin tak sanggup protes. “Emangnya, kalian mau ngomongin apa? Kok bisa datang barengan gini?” tanya Davin. Langga dan Siena saling bertukar tatap, lalu tersenyum. Mendadak, perasaan Davin tidak enak. Ada yang salah di sini. Davin harus segera menyampaikan apa yang harus ia sampaikan. Namun, sebelum Davin sempat mengucapkan satu kata pun, pelayan datang membawa buku menu. Terpaksa, Davin menahan diri dan ikut memilih menu ketika Langga dan Siena mulai memilih menu. Setelah mereka menyebutkan pesanan dan mengembalikan buku menu ke pelayan, Davin sudah membuka mulut, tapi Langga lebih dulu berkata sembari menatap Siena, “Siena, kamu mau kan, nikah sama aku?”  Davin mematung. Sementara, mendapat pertanyaan seperti itu, Siena justru tersipu. Ia memukul lengan Langga pelan, mengangguk. Langga tersenyum puas dan menatap Davin untuk mengumumkan, “Aku sama Siena bulan depan tunangan. Karena kamu nggak ada pas aku ngelamar Siena minggu lalu, jadi tadi aku ulangin lagi biar kamu bisa lihat dan ada di momen bahagia kami ini.” Davin selalu menertawakan istilah ‘seolah dunia runtuh di depan mata’ yang ia dengar dari teman kuliahnya, ketika mereka ditolak atau ditinggalkan wanita yang mereka suka. Kali ini, Davin kembali tertawa teringat istilah itu. Istilah yang cocok menggambarkan situasinya saat ini. Davin menatap Langga dan Siena yang keheranan menatapnya. “Selamat,” Davin berkata di akhir tawanya. “Kalian serasi. Aku turut bahagia buat kalian.” Langga dan Siena tersenyum, bahagia. Sialan! Davin langsung berdiri, membuat pasangan itu menatapnya bingung. “Sebenarnya aku juga mau bilang hal yang sama pentingnya,” Davin berkata. Ia menatap Langga. “Tadi, kamu bilang kan, kalau cewek yang aku taksir ada di sana? Kamu benar, Ngga.” Davin lalu melangkah keluar dari mejanya dan berjalan mantap ke arah meja tempat wanita bergaun merah itu berada. Davin melihat wanita itu diam-diam mengecek ponselnya, tampak resah, tapi ia segera tersenyum ketika salah seorang temannya berbicara padanya. Davin berjalan melewati meja panjang itu, hingga ke meja paling sudut, tempat wanita bergaun merah itu berada. Wanita itu melihatnya dan menatapnya lekat. Di samping tempat duduk wanita itu, Davin berlutut dengan satu kaki sembari menarik keluar kotak cincin dari saku dalam jasnya. Davin membuka kotak itu, menampilkan cincin berlian di dalamnya. “Will you marry me?” Davin bertanya sembari menatap wajah wanita bergaun merah itu. Davin melihat sekilas kebingungan di mata wanita itu, berganti keraguan. Namun, itu hanya bertahan selama beberapa detik, sebelum wanita itu tersenyum pada Davin. Harus Davin akui, ia punya senyum yang memukau. Lalu, bibir merah itu memberikan jawaban. *** Siapa pria itu? Apa ia mendengarkan seluruh pembicaraan Renee di telepon? Sial! Semoga saja ia bukan orang yang mengenal Renee atau teman-temannya. Renee segera menyingkirkan pikiran akan pria asing itu ketika kembali ke mejanya, bergabung bersama teman-teman SMA-nya. Memuakkan sekali sebenarnya, mendengarkan mereka pamer cincin dan pasangan. Selain Renee, semua yang ada di meja itu sudah menikah atau bertunangan. Karena itulah, di acara reuni malam ini, mereka meminta Renee datang membawa kekasih yang disebut Renee sebagai pria yang akan bertunangan dengannya. Sialnya, ketika Renee meneleponnya tadi, pria itu malah beralasan ia sakit dan tidak bisa datang. Bahkan, ia berani berkata jika ia ingin berhenti menjadi kekasih bayaran Renee. Setelah perusahaannya lolos dari kebangkrutan minggu lalu, ia sudah berani berulah? Lihat saja, apa yang akan Renee lakukan jika ia tidak datang. Maka, sepanjang acara itu, Renee mengobrol dengan teman-temannya sembari terus mengirimkan pesan ancaman pada Gino, kekasih bayarannya. Meski begitu, tak satu pun pesan dari Renee dibalasnya. Setelah kesekian pesan yang tak terbalas, Renee menatap ponselnya resah. “Renee, kapan kekasihmu akan datang?” tanya Michelle, putri bungsu dari Victor Group, salah satu saingan W Group. Juga, saingan Renee. Renee tersenyum dan menjawab, “Sebentar lagi.” Renee sempat melihat senyum mengejek Michelle sebelum wanita itu berbicara kepada yang lainnya. Renee mengepalkan tangan di bawah meja, berusaha untuk tidak meneriakkan amarahnya saat itu juga. Hingga Renee melihat sosok pria asing di depan restoran tadi berjalan ke arahnya. Renee berusaha untuk tetap memasang ekspresi datar ketika tiba-tiba pria itu berhenti di sebelah kursinya, lalu berlutut dan mengeluarkan kotak cincin. Di dalam kotak yang dibuka pria itu, tampaklah sebuah cincin berlian yang cantik.  Namun, itu belum selesai. Pria asing itu tiba-tiba bertanya, “Will you marry me?” Pria itu menatap Renee, jelas menujukan pertanyaan itu pada Renee, entah apa alasannya. Renee tidak mengenalnya, yang pasti. Ia hanya orang asing bagi Renee. Lalu, apa ini? Namun, semua tanya itu terhempas kenyataan akan keberadaan teman-teman Renee di sana, menyaksikan semua itu. Renee mengambil keputusan cepat dan tersenyum pada pria asing yang entah siapa pun namanya itu. “Yes,” Renee menjawab, sebelum ia berubah pikiran. Renee berdiri bersamaan pria itu berdiri. Renee bisa mendengar sorakan dan tepuk tangan, diiringi ucapan selamat para wanita di mejanya ketika pria asing itu memasangkan cincin berlian di tangan Renee. Ketika tatapan mereka bertemu, seolah telah mencapai kesepakatan, baik pria itu maupun Renee bergerak semakin dekat dan berciuman di sana. Renee tak tahu siapa pria ini, tapi ia hebat dalam berciuman. Playboy? Renee tak ragu akan itu. Ciuman itu berakhir ketika mereka berdua sama-sama membutuhkan oksigen. Tatapan mereka kembali bertemu. Renee tertegun melihat bayangannya di mata cokelat pria itu. Ya, matanya berwarna cokelat, sewarna mata Renee. Namun, kontak mereka diputuskan oleh suara pria yang tak dikenal Renee, “Jadi … ini yang mau kamu omongin?” Renee menoleh ke sumber suara. Dilihatnya seorang pria tinggi berpotongan rambut pendek dan rapi, tampak terkejut. Renee melihat pria asing yang menciumnya tadi dengan tatapan curiga. Jangan-jangan pria itu … adalah kekasih pria asing ini? Renee sudah akan melangkah mundur ketika pria asing di depannya menahan punggung Renee. “Ya,” jawab pria asing itu. Ia lalu memutar bahu Renee hingga Renee bisa melihat, tidak hanya si pria tinggi yang ada di sana, tapi juga seorang wanita yang lebih pendek dari pria itu, bahkan lebih pendek dari Renee. “Selamat ya, Dav. Aku juga turut bahagia buat kamu sama kekasihmu.” Renee menoleh untuk menatap pria asing yang dipanggil Dav tadi. David? Dava? Davuq, maybe? Renee tidak bodoh. Melihat ekspresi pria itu, Renee langsung tahu. Dav siapa pun itu, menyukai si wanita pendek dan … Renee kembali menatap wanita itu, mengakui sedikit enggan, ia cantik. Kecantikan yang berbeda jauh dari Renee. Kecantikan yang polos. Huh. Para pria bodoh selalu saja jatuh pada hal seperti itu. Tak hanya si pria dan wanita yang dibawa Si Dav yang menjadi penonton. Namun, teman-teman Renee juga. Mereka pun mulai berebut mengucapkan selamat, mengambil foto dan berebut menjadi orang pertama yang mengumumkan kekasih dan calon suami ‘gadis kecil’ W Group. Renee baru saja membuang akal sehatnya dan benar-benar menjadi gila. Sungguh. Ia pasti sudah gila. ***   

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Skylove (Indonesia)

read
109.1K
bc

MANTAN TERINDAH

read
6.9K
bc

The Prince Meet The Princess

read
181.7K
bc

PLAYDATE

read
118.7K
bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
75.9K
bc

Sacred Lotus [Indonesia]

read
50.0K
bc

Loving The Pain

read
2.9M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook