bc

Yuanfen

book_age16+
372
FOLLOW
1.7K
READ
arranged marriage
drama
comedy
mystery
campus
city
office/work place
coming of age
first love
naive
like
intro-logo
Blurb

Bagi Ziv menjadi istri Sam di usianya yang masih sangat muda adalah kutukan dari semesta. Kejadian-kejadian di luar nalar mulai membanjiri siang dan malam gadis pengidap ombrophobia itu. Mulai dari insiden berdarah yang kerap menimpa Sam dan dirinya, skandal sampah yang menjerat Sam sampai kebenaran atas kecelakaan yang menewaskan Papa Ziv bertahun silam.

"Nggak pengin taruhan?" tawar Ziv menaik-turunkan alisnya.

Sam mengernyit tak paham. "Apa maksudmu?

"Siapa yang bakal jatuh cinta lebih dulu?"

"Tentu saja bukan saya." Sam menanggapi dengan nada sarkas dan tampang datar.

"Nggak ada yang bisa menjamin apa-apa yang bakal terjadi besok, apalagi kalau bicara soal perasaan. Jangan naif, banyak banget hal yang bersifat relatif salah satunya, pe.ra.saan." Ziv memberi jeda sebentar lalu kembali berujar, "Kalau Mas sampe jatuh cinta duluan, saya nggak tanggung jawab yah."

"1 poin pelanggaran, bicara hal yang tidak penting pada saya."

"Lah, tapi—"

"Dua poin pelanggaran, berbicara sambil menatap saya."

Ziv meremas tangannya jengkel, ingin sekali ia mencakar wajah Sam.

“Gue sumpahi lo jatuh cinta sama gue.” Ziv bergumam pelan, naasnya Samuel mendengar perkataan konyolnya. “Tidak akan.”

chap-preview
Free preview
p r o l o g
Kau, memilih aku … Sebagai rumah-tempat berteduh dari segala hingar-bingar dunia yang kejam. Pun aku, memilih kamu untuk bersandar dari segala pedihnya luka yang meradang. *** "Ini nggak gratis, lho Mas. Mas tahu, kan, aku penyanyi. Setiap aku nyanyi itu dibayar." Sam mengernyit. "Saya tidak menyuruhmu memainkan piano dan bernyanyi." "Tapi kayaknya Mas butuh dihibur." "Jangan sok tahu." Sam memijit pelipisnya yang menegang. Nampaknya ia terlalu banyak meneguk wine karena kepalanya terasa pusing sekali. "Jadi kapan Mas mau ngeluarin uneg-uneg? Mas juga masih ada hutang penjelasan sama aku soal luka tusuk waktu itu." Sam menghela napas berat. "Jangan melewati batas terlalu jauh. Hari ini kamu sudah melanggar tiga peraturan saya." "Tiga? Dua, Mas. Masuk ke sini sama nyentuh barang-barang Mas. Terus yang ketiga apa?" "Berbicara sambil menatap saya." Ziv memutar bola matanya malas. "Aneh tahu, Mas bicara matanya ke mana-mana." Hening. Sam berdiri dari duduknya, mendekati Ziv yang duduk membelakangi piano. Awalnya Ziv biasa saja sampai Sam mendekatkan wajahnya persis beberapa centi di depan mukanya, ia langsung berdebar. Aroma alcohol dari tubuh lelaki itu masih menyengat, berbaur dengan aroma musk, parfum yang dipakai Sam. Aroma itu seakan meningkatkan kadar hormone feromon Sam sehingga Ziv benar-benar kalut saat ini. Cup ... Sam mendaratkan bibirnya pada bibir Ziv, kontan saja gadis itu terkejut. Ia tidak tahu kenapa Sam menciumnya? Ia juga tidak tahu kenapa dirinya tidak berniat untuk menghindar atau bahkan mendorong Sam yang saat ini masih mengecup bibirnya. Yang jelas kepalanya sulit berpikir dan mencerna kejadian ini. "Jangan jatuh cinta," kata Sam setelah mencium Ziv kemudian tubuhnya limbung ke atas lantai, tak berselang lama lelaki itu tertidur dengan pulas. *** "Hari ini hujan." Seorang lelaki dengan kemeja bergaris putih biru dan celana model cropped berujar di depan gadis manis dengan mata bulat dan pipi bervolume. "Hmm ...." Gadis itu bergumam. "Kau-" "Ada di dekatmu, traumanya hilang, Mas," aku gadis itu jujur dari lubuk hatinya. Lelaki dengan mata sipit dan hidung mancung itu mengangkat alisnya tak percaya. "Kalau begitu teruslah di dekatku." Gadis pemilik netra cokelat madu yang tadinya tertunduk langsung mengangkat kepalanya dan menatap mata lelaki itu, mencoba untuk mencari kejujuran pada kata yang diucapkannya. "Maksudmu?" "Tetaplah bersamaku." *** "Hey ....," panggil Samuel. Tak ada jawaban dari Ziv, ia terus menutup telinga dengan wajah ketakutan. Petir, hujan, semua kejadian bertahun-tahun lalu menguasai pikiran, pendengaran dan penglihatan meski Ziv sedang duduk diam di sofa. Sam mengangkat tubuhnya perlahan dan turun dari ranjang. Ia berjalan menggeret tiang infus untuk mendekati Ziv. Dirangkumnya kedua bahu Ziv dengan sedikit mengguncangnya agar gadis itu sadar. "Kamu tidak bisa seperti ini terus," ucap Sam. Ia menurunkan kedua telapak tangan Ziv dari telinganya. Gadis itu menatap Sam dengan perasaan kalut. Sebenarnya ia juga tidak ingin terus seperti ini. Tapi, tidak ada yang mengerti apa yang ia rasakan saat hujan turun. "Mas, aku enggak tahan," keluh Ziv dengan suara parau. Sam bersimpuh di hadapan gadis itu. Sam bahkan lupa jika luka di perutnya sedang nyeri-nyerinya. Tangannya bergerak membungkus kedua telapak tangan Ziv yang terasa dingin. "Lihat mata saya," suruh Sam. Ziv menatapnya dengan air mata yang berjatuhan. "Tarik napas," suruh Sam, lagi. Ziv menuruti. "Buang." Ziv membuang napasnya pelan. "Terkadang pikiran kitalah yang mengacaukan semuanya. Kamu harus terbiasa mengendalikannya. Pikirkan yang baik-baik," jelas Sam. Napas Ziv perlahan mulai mengalun normal. Sam menarik tangan gadis itu, mengajaknya mendekat ke ranjang. Sam menepuk-nepuk area kosong di ranjangnya. Menyuruh Ziv untuk duduk di sana. Ziv menyeka air matanya. "Aku duduk di sini aja," katanya lalu duduk di kursi samping ranjang. "Naiklah," titah Sam, lagi. Mendadak suasana menjadi canggung untuk Ziv. "Malam ini saja, bersikaplah sebagai istri saya," kata Sam. Pupil Ziv kontan membesar. Istri? Lelaki itu baru saja menyuruhnya untuk bersikap sebagai istrinya? Petir mungkin sudah menyambar kepala Sam tadi *** Ketakutannya benar-benar terjadi hari ini. Tentang kehilangan yang sekali lagi mendekapnya dalam-dalam. Ini adalah definisi dari hancur yang sebenarnya. Semesta menganggap ini semua lelucon. Tak ada lucu dari kehilangan tanpa sempat mengucapkan salam perpisahan, Lagi-lagi ia dipaksa untuk mengerti dan menerima semua kehilangan ini sebagai bentuk dari takdir yang sudah digariskan Tuhan. Ia lelah, sakit, marah, benci, ingin memaki Tuhan atas jalan hidup yang disuguhkan ini. Kenapa semuanya terasa pahit dan semenyakitkan ini? Ziva mempercepat langkahnya dengan perasaan cemas dan pikiran buruk yang merangkak. Sesampainya di ambang pintu, semua bunga yang dipeluknya jatuh berderai ke atas lantai. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah Dea menangis meraung-raung sambil menekan dadanya bundanya. Menyaksikan itu membuat tubuh Ziva bergetar hebat. Tanpa diberi kamando air matanya terjun bebas. Dadanya sakit lengkap dengan rasa sesak yang menggila. Pundaknya terlihat naik turun karena terisak. Ia berjalan tertatih masuk mendekati Dea. "Kak, kenapa?" tanya Ziva. Dea tidak menoleh. Gadis itu tidak mendengarkan apa-apa selain terus menekan d**a bundanya untuk mengembalikan detak jantung yang hilang. "Enggak bisa, bunda masih bisa bertahan. Terapinya berjalan baik, tolong jangan lepas alatnya," raung Dea. "Ambil defibrilator, lakukan sekali lagi, tolong!" bentak Dea. Arka dan beberapa perawat lain terdiam memandangi Dea yang bersikeras membuat detak jantung bundanya kembali. "Tidak bisa, De. Kita sudah melakukannya berkali-kali," sahut Arka. "Jangan lepasin alatnya, aku bisa melakukannya. Bunda akan bangun, ayo bunda bangun. Bunda jangan pergi dulu, bunda janji bakal bertahan. Bunda ayo bangun, bunda." Dea terus melakukan CPR, menekan d**a bundanya dengan air mata yang berjatuhan. "Awas jangan dilepas!" sergah Ziva seraya menepis semua tangan perawat yang hendak mencopot selang-selang yang terpasang. *** "Aku tidak melakukannya." Ada getar dalam suara lelaki itu. Ada luka dalam sorot matanya. Mengetahui bahwa wanitanya lebih memercayai omong kosong itu ketimbang dirinya membuat hatinya sakit.  Wanita itu menunduk, tak berani menatap wajah lelaki itu, yang pasti akan membuatnya bimbang untuk pergi. "Aku tahu kau ragu." Lelaki itu diam. Seperti ada benda tumpul yang memukul dadanya kuat-kuat. Kepalanya sulit berpikir apa pun sekarang. Yang ada hanyalah perasaan takut. Takut jika wanita itu akan benar-benar meninggalkannya. "Kau, tidak percaya padaku," ucapnya melepaskan genggamannya. Wanita itu semakin menangis. Bingung dengan perasaannya saat ini. Jujur, ia sangat tersiksa. Seharusnya cinta tidak semenderita ini. Ia memukul dadanya berkali-kali membuat "Bisa lepaskan aku?" pintanya dengan sangat berat hati. Jika memang semesta menginginkan ini sekarang, maka ia akan mengiyakan. 

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
95.7K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.5K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook