bc

At Least Once

book_age18+
372
FOLLOW
2.1K
READ
dark
second chance
tragedy
humorous
mystery
genius
ambitious
male lead
realistic earth
supernatural
like
intro-logo
Blurb

Kecelakaan pesawat yang dialaminya membuat Clevonino terdampar di sebuah pulau yang hanya dihuni oleh keluarga Yunta. Selama tujuh hari, Nino menjadi bagian dari keluarga itu. Di sana lah Nino benar-benar merasakan kehangatan keluarga. Meski dikelilingi orang-orang baik, Nino tetap ingin pulang ke rumahnya. Ia yakin Papanya yang merupakan seorang Presiden pasti sedang melakukan pencarian besar-besaran untuk menemukannya.

Namun, segala hal terasa aneh di sana. Bagaimana bisa seluruh perabotan rumah tampak kuno, jam dinding mati pada jarum menunjuk angka 12, dan satu-satunya kalender di rumah itu adalah kalender tahun 2002 bulan Juni, sedangkan sekarang tahun 2021.

Hingga Nino menyadari bahwa keluarga Yunta hanya bisa dilihatnya seorang, serta memenukan jawaban mengapa kalender dan jam berhenti di waktu tersebut. Dan semua itu berhubungan dengan siapa jati diri Nino yang sebenarnya 19 tahun lalu saat ia masih menyandang nama Alden Yunta.

chap-preview
Free preview
Prolog
"Papa kenapa?" tanya Alin, bingung melihat papanya pulang-pulang seperti habis dikejar hantu sampai wajah papanya tampak pucat dan banjir keringat. "Alin, tutup semua pintu belakang dan semua jendela." "Kenapa?" "JANGAN BANYAK TANYA! LAKUKAN SAJA!" Bentakan Damar sontak membuat Eliza yang tengah menidurkan Alden dan Anisya keluar untuk melihat apa yang terjadi. Selagi Alin berlari panik melakukan perintah papanya, Damar melewati begitu saja tubuh Eliza. Dia masuk ke ruang kerjanya dan mencari sesuatu di laci. "Apa yang terjadi?" Eliza mengejar Damar, memberondongnya dengan banyak pertanyaan yang tak satupun suaminya itu jawab. "Ada apa? Kamu kenapa? Ada yang neror kamu lagi?" Merasa terus diacuhkan, akhirnya Eliza menarik bahu Damar, memaksa suaminya itu menghadapnya. "Ada apa sebenarnya?!" Seolah mendapatkan lagi kesadarannya, Damar menghela napas panjang dan terdiam beberapa saat, berusaha mendinginkan pikiran. "Dengar," ujarnya berusaha tenang. "Aku harus pergi, ada yang lagi berusaha ngejar aku. Kalau nanti terjadi apa-apa sama aku—" "Arg!!!... " Seketika Damar dan Eliza berlari keluar begitu mendengar jeritan Alin, sampai-sampai Damar tersandung kaki meja saking buru-burunya. Eliza refleks menjerit saat melihat kepala putri sulungnya ditodong senjata api oleh sekelompok laki-laki berpakaian serba hitam. Eliza hendak berlari menyelamatkannya, namun ditahan oleh Damar. Damar menggeleng pelan, lalu berbisik menyuruhnya masuk ke kamar. "Tapi ...." "Tidak apa-apa, aku akan mengurusnya." Sekali lagi Eliza melirik ke arah Alin yang kakinya gemetaran. Selama ini Alin sangat pemberani untuk ukuran anak remaja seusianya, saat ini anaknya itu pasti sangat ketakutan. Memikirkan anaknya yang lain, Eliza berlari masuk ke kamar. Ia langsung memindahkan Anisya ke kolong tempat tidur, sembari memanggil-manggil nama Adrian, berusaha membangunkannya. Eliza menggendong Alden dengan gendongan kain, sembari terus berusaha menggugah tidur pulas Adrian yang kekenyangan. "Adrian, bangun!" Eliza memukul paha Adrian lumayan keras. Pukulannya berhasil membuat Adrian menggeliat sembari berusaha membuka mata. "Bangun cepat, sembunyi di bawah tempat tidur sama Anisya." "Sembunyi?" Kebinggungan Adrian belum sempat terjawab, ketika pintu kamar tiba-tiba terjeblak terbuka ditendang dari luar. Adrian melompat bangun dan bersembunyi di balik tubuh Eliza. "Kalian mau apa? Jangan sentuh anak-anakku." "Kami tidak akan menyentuh kalian, karena kami akan langsung mencekik kalian." "Ap—" Teriakan Eliza dan Adrian langsung teredam, keduanya dicekik di waktu yang sama oleh dua orang. Eliza mencakar-cakar daun pintu hingga meninggalkan jejak keratan memanjang. Di tengah deraan rasa sakit yang menyiksa serta pandangan yang mulai mengabur, Eliza melirik anaknya satu persatu. Alden menjerit-jerit di dadanya, Adrian sudah lemas tidak berdaya, dan Anisya membungkam bibirnya sendiri melihat Ibu dan Kakaknya perlahan mati kehabisan napas. Eliza tidak kuat lagi, cakarannya di pintu melemah bersaman dengan tubuhnya ambruk. Satu sisi wajahnya menghantam lantai sangat keras. Melalui tatapan matanya, Eliza berharap Anisya tetap sembunyi di sana. "Anak pintar," bisiknya untuk Anisya dalam hati. Eliza tahu dirinya tidak akan bisa bertahan, ia tidak bisa apa-apa ketika sepasang sepatu kulit mengkilat terpampang tepat di depan wajahnya, lalu mengangkat Alden dari pelukan Eliza. Tidak ... Eliza memohon lirih. "Bereskan semuanya." Perintah orang itu diiringi suara tangisan Alden, lalu detik berikutnya Eliza tidak kuat lagi membuka mata. "Ma—" Anisya mengatupkan bibir lagi saat sadar ia baru saja bersuara, ia ingin menolong mamanya dan mengambil adiknya dari orang itu, tapi papanya pernah berpesan jika ada orang jahat, maka dia harus sembunyi karena Anisya belum sebesar dan sekuat Alin. Anisya menangis ketakutan sambil terus menutup mulut dengan kedua tangan. "Halo, di sini kamu ternyata." "Arh!" Anisya menjerit sejadi-jadinya saat kakinya diseret keluar dari kolong tempat tidur dan lehernya dicekik oleh orang sama yang mencekik mamanya. "Stt... Stt..., anak ganteng jangan nangis." Pria itu menepuk-nepuk punggung bayi Alden perlahan-lahan dan teratur hingga tangis Alden berhenti. Dipandangi wajah bayi itu sangat lama, membuat dua anak buahnya saling lirik keheranan. Jika pada akhirnya akan dibunuh juga, kenapa harus repot-repot menenangkannya. "Mulai sekarang, kamu adalah anakku. Nama kamu Clevonino Armawan."

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
8.8K
bc

Time Travel Wedding

read
5.3K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.2K
bc

Romantic Ghost

read
162.3K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.2K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
3.1K
bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook