bc

Kosong

book_age18+
4.7K
FOLLOW
25.6K
READ
arrogant
dominant
goodgirl
drama
comedy
sweet
bxg
nerd
another world
first love
like
intro-logo
Blurb

Suaminya kabur di malam pertama pernikahan mereka. Lima tahun Luna hidup sendiri tanpa kepastian. Saat dia berencana untuk menggugat cerai, suaminya malah pulang dalam keadaan sekarat. Apa yang harus Luna lakukan?

chap-preview
Free preview
(Satu)
Luna memijit kepalanya yang terasa sakit. Berjam-jam mengadakan rapat tanpa jeda sukses membuatnya kehilangan energi. Mau bagaimana lagi, perusahaan kecil miliknya butuh perhatian lebih. Ditengah kebijakan pemerintah yang tak berpihak pada rakyat, Luna harus berjuang agar tak ikut gulung tikar. Luna mencari kontak lampu yang berada di dinding. Seperti biasa, dia akan mendapati rumah dalam keadaan gelap dan kosong. Jangan berharap ada manusia lain yang ikut tinggal di sini. Luna masih gadis? Oh tidak. Wanita tiga puluh tiga tahun sepertinya bahkan sudah menikah lima tahun yang lalu. Dia masih berstatus sebagai istri sampai sekarang, istri yang hanya terikat di atas kertas dan buku nikah. Selama lima tahun itu juga, dia menghabiskan waktunya sendiri layaknya seorang gadis. Bahkan terkadang Luna sampai lupa jika dia adalah wanita yang sudah menikah karena dia tak lagi bertemu dengan pria itu, tepat sehari setelah pernikahan mereka, iya ... laki-laki itu bernama Jim. Jim, bahkan Luna tak bisa mengingat wajahnya dengan jelas. Foto pernikahan mereka pun belum di cetak. Hanya sepasang baju penganten yang ditinggal pria itu di lemari apartemennya. Jim, pria tertutup yang menikah dengannya. Pria yang berprofesi sebagai editor sebuah perusahaan ternama. Pria misterius yang bahkan lebih memilih mengurung dirinya di apartemen kecil dari pada tinggal serumah dengan Luna. Luna menghela nafas, keputusannya sudah bulat. Mereka harus bercerai. Dia harus menemui pria itu sendiri dan mengutarakan keinginannya. ***** Luna mencoba mencocokkan alamat dengan apartemen tua di depannya. Apartemen yang sebenarnya sudah layak direnovasi karena banyak kerusakan di sana-sini. Luna tak habis fikir, Jim bukannya orang miskin, dia adalah anak orang kaya yang memiliki perusahaan media cetak ternama di Indonesia. Tapi laki-laki itu bagaikan siput yang lebih memilih bersembunyi dengan dunianya sendiri dan menutup diri dari dunia luar. Tanpa ragu, Luna mengetuk pintu kayu yang dipenuhi tempelan pesan menggunakan kertas yang sudah di tulis. Artinya, siapa yang berkepentingan dengan pria itu, dia lebih memilih berbicara lewat tulisan dari pada menunggu Jim keluar dari sarangnya. Beberapa detik kemudian pintu terbuka, seorang pria tinggi menjulang dengan rambut berantakan dan kacamata minus sedikit kaget memandangnya. Tentu saja, bahkan laki-laki itu tak layak disebut suami. "Boleh aku masuk?" Luna tak menunggu persetujuan Jim. Pria itu pun tak punya daya untuk melarang saat wanita yang berstatus istrinya langsung masuk tanpa menunggu jawabannya. Hal pertama yang didapati Luna adalah ruangan berantakan dengan kertas berserakan. Sisa kaleng makanan instan serta tumpahan cat yang sudah menetes ke lantai. Luna sampai tak mampu berkata-kata, pemandangan ini membuat suasana hatinya semakin kacau. "Duduklah di sini." Jim memberikan sebuah kursi kerja yang warnanya sudah memudar. Luna duduk setelah menepuk-nepuk kursi itu menghalau debu yang melekat. Laki-laki itu, terlihat matang dan dewasa dengan bulu yang memenuhi pipi dan dagunya. Dia masih Jim yang dulu. Misterius. "Bagaimana kabarmu?" Luna memulai pembicaraan. "Seperti yang kau lihat." "Aku tak ingin kita berbasa-basi, aku mohon! Mari kita akhiri pernikahan kita yang tak sehat ini. Aku sudah menyiapkan dokumennya, kau tinggal tanda tangan." Luna menyerahkan map itu beserta sebuah pena. Mata di balik kacamata minus itu menatapnya dingin. "Apa ini?" "Surat gugatan cerai." Srakk...! Bunyi robekan terdengar jelas berasal dari dokumen yang baru saja di berikan Luna. "Apa yang kau lakukan?" Luna menggertakkan giginya emosi. "Tak ada perceraian." Jim membuka kaca matanya dan memandang Luna dingin. "Hentikan tingkah gilamu! Aku sudah cukup sabar selama lima tahun ini. Jangan menambah bebanku, banyak hal yang aku pikirkan sampai aku serasa mau gila." "Sekali lagi, tidak akan pernah ada perceraian, apa kau mengerti?" Luna memijit keningnya lelah. Laki-laki itu, masih saja seenaknya. "Aku masih bisa mencetak surat itu, walaupun seribu kali kau merobeknya." "Luna!" Jim membentak. "Lepaskan aku! Aku lelah dengan semua ini. Kau dan aku adalah orang asing. Dan kau bahkan tak pernah memperlakukan aku layaknya sebagai seorang istri. Apa ada di dunia ini orang sepertimu? Menikah dan tak pernah pulang untuk sekedar berpamitan." Luna mengeluarkan semua kemarahannya. "Kau tak mengerti. Dan takkan mengerti." "Aku tak ingin lagi mengerti saat ini. Kita bercerai, titik." Luna meraih tasnya, namun langkahnya terhalang saat laki-laki itu merentangkan tangan di depan pintu. "Aku sudah bilang, takkan ada perceraian. Sekarang, tunggu aku lima menit, aku akan ikut pulang ke apartemen bersamamu." "Apa?" Luna memucat. "Aku ke sini bukan menjemputmu, tapi meminta cerai." "Lima menit. Aku akan mandi secara kilat." Luna hanya menganga dengan pria aneh di depannya. ***** Siapa yang tak sebal dianggap bagaikan sebuah lelucon oleh suami yang bahkan tak layak disebut suami. Dia tak menyangka idenya akan berakhir begini. Dalam hayalannya, Jim akan menandatangani surat perceraian itu dengan senang hati dan berterimakasih kepadanya karena telah berinisiatif membatalkan status pernikahan mereka. Melihat sikap laki-laki itu, Luna tau persis Jim tak menyukainya. Luna pun tak berharap akan disukai oleh Jim, buktinya walaupun dia ditinggalkan laki-laki itu, dia tak merasa apa-apa, dia malah bersyukur kerena dia juga tak menginginkan pernikahan ini. Dia hidup dengan baik selama lima tahun ini, tak ada yang berubah, masih sama seperti sebelum menikah. Tapi bagaimana bisa Jim malah menolak untuk bercerai? Bahkan laki- laki itu membawa kopernya dan laptop kesayangannya ke apartemen Luna. Dia bertingkah masa bodoh dan tak peduli. "Dimana kamarku?" Jim meletakkan kopernya di ruang tamu, sambil melirik dua pintu yang merupakan kamar di apartemen ini. "Aku belum menyetujuimu untuk tinggal bersamaku di apartemen ini." Luna bersidekap memandang Jim kesal. Jim tak peduli, dia membuka gagang pintu di depannya dan langsung melihat kamar Luna. Kamar yang di d******i oleh warna putih yang menggambarkan orangnya yang suka menyendiri. "Ini kamarmu?" Jim memandang Luna datar. "Jim!" Luna setengah membentak memberi peringatan. "Kalau begitu, ini kamarku." Jim membuka pintu kamar yang satunya lagi. Masuk ke dalam tanpa mempedulikan Luna yang menahan marah. "Jim, kenapa kau selalu seenaknya padaku? Aku ingin kita bercerai, Jim. Bukannya rujuk." Luna berusaha mengontrol emosinya. "Barang-barangmu akan ku atur sendiri, supaya tidak terlalu sempit." Dia mengoceh tak peduli. "Hentikan! Aku sudah lelah dengan ke pura-puraanmu, kita bercerai saja." "Takkan ada perceraian." Berikutnya, Luna hanya bisa menganga saat pintu kamar yang berfungsi sebagai ruang kerjanya itu tertutup di depan mukanya. Apa yang harus Luna lakukan pada pria itu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
94.0K
bc

Single Man vs Single Mom

read
101.5K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.8K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.9K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook