bc

His Lips (INDONESIA, end)

book_age16+
2.0K
FOLLOW
15.3K
READ
billionaire
family
CEO
drama
comedy
twisted
sweet
humorous
enimies to lovers
first love
like
intro-logo
Blurb

[SUDAH TAMAT + EXTRA BAB]

Kenapa kau selalu membuat kisah yang berakhir bahagia?

Kau buta, munafik, atau seorang wanita yang tinggal dalam istana dengan pagar tinggi hingga tidak bisa melihat pend*ritaann di sekelilingmu?

Tidakkah kau berpikir bahwa kau telah membesar-besarkan arti kata ‘cinta’?

~ Xavierous Abraham ~

---------------

Kau tahu apa masalahmu?

Kau tidak memiliki kesabaran.

Bersabarlah! Biarkan cinta datang menghampirimu dan memberimu kebahagiaan.

~ Avalee ~

Bagian dari Full of Flowers Series

1. His Lips

2. In His Arm

3. His Smile

4. His Love

5. His Eyes

-----------------

Dipublikasikan pertama kali : 13 November 2017 (di w*ttpad @AyaEmily2)

Selesai : 13 Desember 2017

Copyright © Juni 2020 by Aya Emily

chap-preview
Free preview
Satu
Minggu (10.33), 07 Juni 2020 Salam kenal semua pembaca ^_^ Aku baru di sini. Jadi banyak fitur yang masih asing. Tolong komentnya kalau updateku salah atau tata tulisannya kacau balau. BTW, kalian bisa baca karya2ku yang lain di w*ttpad @AyaEmily2 Happy reading dan semoga suka ♥♥♥ -------------------  Kenapa kau selalu membuat kisah yang berakhir bahagia? Kau buta, munafik, atau seorang wanita yang tinggal dalam istana dengan pagar tinggi hingga tidak bisa melihat penderitaan di sekelilingmu? Tidakkah kau berpikir bahwa kau telah membesar-besarkan arti kata ‘cinta’?   ~ Xavierous Abraham ~   ---------------   Kau tahu apa masalahmu? Kau tidak memiliki kesabaran. Bersabarlah! Biarkan cinta datang menghampirimu dan memberimu kebahagiaan.   ~ Avalee ~   ---------------     Xavier masih terus menatap sepucuk surat balasan dari Avalee. Entah sudah berapa ratus kali dia membaca surat itu. Dan tiap selesai membaca dia pasti akan tersenyum mengejek. Cinta dan Kebahagiaan? Yang benar saja. Menurut Xavier, Avalee adalah penulis konyol yang selalu membesar-besarkan arti kata cinta. Itu terbukti dari semua novel yang ditulis Avalee, tidak ada satupun yang berakhir sedih. Semuanya bahagia. Pastilah Avalee seorang wanita yang hidup di dunia khayal. Karena di dunia nyata, tidak semua orang memiliki akhir yang bahagia. Yah, termasuk Xavier sendiri. Namun sebesar apapun Xavier senang menghina Avalee, dia tidak memungkiri bahwa dia tidak pernah membaca novel roman selain karya Avalee. Sungguh, Xavier membenci roman picisan. Dia memang senang membaca. Namun tidak pernah sedetikpun dia meluangkan waktu untuk membaca novel roman. Dia sendiri tidak mengerti takdir apa yang menantinya hingga harus mengenal novel Avalee tanpa sengaja lalu menyukai tiap jalinan kata-kata yang Avalee tulis. Ya, Xavier mengenal novel Avalee tanpa sengaja. Saat itu dia sedang berbelanja buku. Ada banyak buku yang Xavier beli. Namun entah bagaimana, novel Avalee terdampar di tumpukan bukunya. Ketika memeriksa struk pembayaran, novel itu juga masuk dalam data buku yang Xavier beli. Mungkin buku itu tidak sengaja jatuh ke keranjang belanjanya. Entahlah, Xavier tidak mau terlalu memikirkan hal itu. Yang jelas, sampul dan deskripsi ceritanya membuat sifat sinis Xavier muncul. Dia membaca buku itu dengan niat untuk mengejek, namun malah terhipnotis. Akhirnya Xavier mengakui, walau Avalee penulis kisah penuh bualan, namun kemampuan merangkai katanya tidak perlu diragukan. Seperti kebiasaan Xavier, ketika dia menyukai seorang penulis, dia akan mencari tahu tentang penulis itu. Anehnya, tidak ada informasi apapun yang Xavier dapatkan mengenai seorang penulis yang bernama Avalee, selain bahwa dia adalah penulis wanita yang sedang naik daun. Bahkan para penggemarnya juga tidak ada yang mengetahui tentang wanita itu. Dia sangat misterius. Tapi ada satu hal yang unik tentang Avalee. Dia memberi kesempatan kepada para penggemarnya untuk mengirim surat tiap setengah tahun sekali. Dan semua surat itu, pasti akan mendapat balasan langsung dari Avalee sendiri. Saat itulah, Xavier mengirim sebuah surat kepada Avalee yang mendapat balasan tiga hari kemudian. Surat yang masih terus Xavier simpan walau sudah lima bulan berlalu. Xavier bukanlah orang yang sentimentil. Dia menyimpan surat dari Avalee hanya karena penasaran. Penasaran apakah benar dengan bersabar, dirinya akan mendapat cinta dan kebahagiaan seperti yang Avalee tulis. Kenyataannya semua sesuai dugaan Xavier. Yang Avalee tulis hanya bualan tanpa arti. Sebuah dongeng pengantar tidur. Kesal, Xavier meremas surat di tangannya. Mungkin jauh di lubuk hati, Xavier berharap kata-kata Avalee bisa menjadi kenyataan. Bagaimanapun Xavier juga manusia yang punya perasaan. Dia bosan hidup dalam kubangan derita. Namun rupanya, cinta dan kebahagiaan tidak sudi berada di dekatnya. Percuma Xavier percaya pada Avalee. Sudah lima bulan berlalu sejak ia menerima surat itu, hidup Xavier tidak berubah. Neraka yang ia tinggali, semakin hari semakin membakar tubuh dan jiwanya. “Xavier, wanita itu sudah datang.” Xavier melepaskan lumatan kertas dalam genggaman dan membiarkan kertas itu tergeletak di meja kerjanya. Kemudian dia mendongak menatap Vero, sahabat sekaligus asisten pribadinya. Vero juga merupakan satu-satunya orang yang Xavier percaya.    “Apa dia seperti dugaan kita?” tanya Xavier dingin. “Iya. Nyonya Kelis bermaksud menjodohkanmu dengan wanita itu demi memperlancar rencananya untuk merebut harta warisan yang jatuh ke tanganmu.” “Apa wanita tua itu berpikir aku akan jatuh cinta pada wanita pilihannya lalu bersedia menandatangani surat pengalihan harta?” “Mungkin saja. Kusarankan sebaiknya kau menolak perjodohan ini.” Vero memberi nasihat. Pandangan Xavier jatuh ke gumpalan kertas di atas meja kerja. “Tidak, Vero. Aku tidak akan menolak. Bukan gayaku untuk melarikan diri dari pertempuran yang disediakan untukku.” Xavier mengambil surat dari Avalee yang sudah lecek lalu merapikannya. Perlahan dia kembali menyimpan kertas itu dalam laci. “Antarkan aku menemui mereka.” Vero mengangguk. Tanpa kata dia berjalan ke belakang kursi roda Xavier lalu mendorongnya keluar kamar luas yang menjadi satu dengan ruang kerja Xavier. *** Wanita itu sangat cantik. Xavier tidak akan menyangkalnya. Sayangnya Xavier sudah terlanjur menganggap wanita itu sebagai musuh. Alasannya sederhana. Karena wanita itu mengenal Kelis, mama tiri Xavier. “Sintha, kenalkan ini putraku, Xavierous Abraham.” Kelis berkata dengan senyum memuakkannya. Kemudian wanita itu beralih ke arah Xavier. “Xavier, dia ini wanita yang Mama beritahukan padamu tempo hari. Dea Sintha Patreshea.” Xavier tidak mau repot-repot melirik wanita yang mengaku dirinya sebagai mama Xavier. Tatapan tajamnya tertuju pada Sintha yang juga balas menatapnya dengan senyum malu-malu. Seketika Xavier menyadari, Sintha juga sama seperti Kelis. Wanita munafik yang suka memakai topeng di depan orang lain. “Hai, Xavier.” Sintha menyapa malu-malu. Xavier tidak membalas sapaan Sintha. Pandangannya tidak beralih dari wajah wanita itu. “Sepertinya Kak Xavier terpesona padamu, Sintha.” Ruby, adik tiri Xavier yang paling tua menyahut. Wanita itu sama saja seperti mamanya. Sama-sama ular penjilat. Sesekali Sintha melirik Xavier yang tidak berhenti memandangnya dengan malu. Dia sadar betul tatapan Xavier bukanlah tatapan seorang pria yang terpesona pada wanita. Melainkan tatapan permusuhan yang ditunjukkan secara terang-terangan. Namun Sintha pura-pura tidak tahu. Dia masih terus menampilkan senyum malunya. Melihat Xavier yang terus diam membisu, Kelis mengambil alih pembicaraan. “Xavier, Sintha ini teman kuliah Ruby di luar negeri. Menurut Ruby, Sintha sangat cocok untukmu dan Mama pikir juga begitu.” “Berhenti berbasa-basi dan langsung saja. Apa yang kau inginkan?” akhirnya Xavier membuka suara. Namun yang keluar dari bibirnya adalah pertanyaan pedas dengan nada dingin sementara matanya tidak lepas dari wajah Sintha. Sempat hening selama beberapa saat. Kelis, Sintha dan Ruby yang berada di hadapan Xavier serta Vero yang setia di belakangnya memilih bungkam. Akhirnya Kelis berdehem lalu kembali menampilkan senyum palsunya. “Kalau kau merasa cocok dengannya, kami berencana akan menikahkan kalian.” “Kau sendiri, apa kau tidak keberatan dengan suami c*cat sepertiku?” tanya Xavier langsung kepada Sintha, masih dengan nada dinginnya. “Aku tidak menilai orang dari—” “Sesuai dugaanku. Sesama ular memang pantasnya bekerja sama.” Untuk pertama kalinya sejak memasuki ruang tamu, Xavier menoleh ke arah Kelis. “Tentukan saja tanggal pernikahannya dan atur sendiri semua persiapannya. Aku akan menikah sesuai keinginanmu. Tapi jangan menangis darah kalau kau tetap tidak bisa mendapatkan apa yang kau inginkan setelah pernikahan ini.” Setelah berkata demikian, Xavier memberi isyarat ke arah Vero bahwa dia ingin meninggalkan ruang tamu. Dengan patuh Vero mendorong kursi roda Xavier meninggalkan tiga orang yang masih tertegun. *** “B*jingan itu!” Kelis menghempaskan dengan keras guci cantik di dekatnya. Karya seni yang cukup mahal itu langsung pecah begitu menyapa lantai. Seperti inilah Kelis. Ketika apa yang dia inginkan tidak bisa tercapai, dia akan melampiaskannya dengan menghancurkan barang-barang. Itu sebabnya dia sengaja memasang alat peredam suara di kamarnya agar seluruh aktivitasnya tidak terdengar. “Sudahlah, Ma. Yang penting rencana awal kita berhasil.” Ruby menasihati. “Tapi bagaimana kalau aku gagal seperti yang dia katakan? Apalagi melihat sikapnya, kurasa sangat sulit mendekatinya.” Sintha turut berucap. Kelis menatap Sintha lekat. “Tidak peduli kau bisa dekat atau tidak dengannya, yang kubutuhkan hanya tanda tangannya.” “Lalu jika aku gagal?” “Maka kau akan tidur di jalanan bersama keluargamu.” Ruby berkata kejam. “Berusahalah dengan keras. Jika kau berhasil, kami bisa membantu keluargamu keluar dari lilitan hutang.” Sintha mendesah. “Kenapa kalian tidak langsung membunuhnya saja jika ingin mendapatkan seluruh harta ini? Jika alasannya tidak berani, racun dan pembunuh bayaran adalah pilihan yang bagus.” Kelis mendengus. “Seandainya bisa, aku sanggup membunuhnya dengan tanganku sendiri.” “Apanya yang tidak bisa?” Sintha penasaran. “Almarhum suamiku sangat mengerti bahwa aku menginginkan hartanya dan sanggup menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. Karena itu dia membuat surat wasiat yang membuatku tidak bisa menghabisi putra kesayangannya.” Jemari Kelis mengepal dengan marah. “Apa isi surat wasiatnya?” Sintha makin penasaran. “Pertama, seluruh warisan jatuh ke tangan Xavierous Abraham. Kedua, semua harta ini akan disumbangkan jika Xavier meninggal. Ketiga, Xavier tidak boleh mengusir kami dari rumah ini maupun dari perusahaan.” Ruby menjelaskan. “Bagian terakhir sangat menguntungkan kalian.” Sintha berkomentar. “Menguntungkan apanya?” sergah Kelis. “Yang ada kami dijadikan pesuruh oleh bocah sialan itu. Dan kau lihat sendiri bagaimana kami harus berpura-pura manis di depannya. Tetap tersenyum walau dia terang-terangan menghina kami.” Sintha mengangguk paham. “Itu sebabnya kau tidak boleh gagal,” Ruby berkata serius. “Terserah bagaimana caramu melakukannya, buat dia mau menandatangani surat pengalihan seluruh harta ini.” Sinta menatap Ruby dan Kelis dengan sama seriusnya. “Kalian harapanku satu-satunya untuk menyelamatkan perusahaan papaku dari kebangkrutan. Aku akan berusaha keras agar tidak gagal.” Kelis dan Ruby tersenyum senang mendengar tekad Sintha. *** “Xavier, jangan main-main dengan cinta. Bagaimana kalau kau benar-benar jatuh hati pada wanita itu?” Vero memberi nasihat sambil berusaha membantu Xavier pindah ke ranjangnya. Xavier kesakitan. Namun dia menyembunyikan itu dari pandangan Vero dengan tetap menampilkan wajah datar. Dia tidak mau sahabatnya itu menjadi khawatir. Vero mengartikan sikap diam Xavier sebagai isyarat bahwa pria itu tidak mau melanjutkan pembahasan. Tentunya dia tidak bisa melihat keringat dingin di punggung Xavier yang terus mengalir karena Xavier mati-matian menahan sakit. Kian hari, kaki Xavier yang lumpuh semakin terasa sakit. Obat dari dokter yang rutin ia konsumsi sama sekali tidak membantu. Xavier bukan lumpuh sejak kecil. Dia pernah mengalami kecelakaan tiga tahun yang lalu. Kejadian itu membuatnya harus merelakan lutut hingga telapak kakinya tidak bisa berfungsi lagi hingga ia harus terikat dengan kursi roda. Xavier yakin kecelakaan itu bukan tanpa sengaja. Pasti ada salah satu anggota keluarganya yang merencanakan itu. Namun polisi tidak menemukan bukti adanya kesengajaan. Entah polisi yang terlalu bodoh menyelidikinya atau para polisi itu juga sudah bekerja sama dengan keluarganya. Kini Xavier sudah menerima bahwa dirinya tidak bisa berjalan lagi. Dia masih terus mengkonsumsi obat karena dokter bilang itu bisa meminimalisir rasa sakit di kakinya yang akan timbul di kemudian hari dan mencegah efek buruk lanjutan dari kelumpuhannya. Ternyata rasa sakit itu benar-benar muncul seperti kata dokter. Kini tiap kali Xavier harus berganti posisi atau berpindah tempat, sakitnya sangat terasa seolah kakinya akan lepas. Kalau seperti ini terus, mungkin Xavier harus merelakan kakinya diamputasi. “Baiklah, Xavier. Aku permisi ke kamarku,” pamit Vero. Sejak papanya meninggal, Xavier memang meminta Vero untuk tinggal di rumahnya. Dia butuh orang yang benar-benar bisa dipercaya karena semua orang dalam rumah itu merupakan musuh yang ingin menghancurkannya. “Ver sebelum keluar, tolong ambilkan bukuku,” pinta Xavier tetap dengan wajah datar. Sejak papanya meninggal, bahkan Vero pun tidak pernah lagi melihat senyum Xavier. Dia selalu memasang wajah datar dan bersikap dingin. “Tentu. Kau ingin membaca buku apa?” jawab Vero seraya berjalan ke rak buku di salah satu sudut kamar Xavier. “Karya Avalee. Terserah yang mana saja.”    ------------------ ♥ Aya Emily ♥

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Aksara untuk Elea (21+)

read
836.2K
bc

A Piece of Pain || Indonesia

read
87.4K
bc

Bad Prince

read
508.8K
bc

ARETA (Squel HBD 21 Years of Age and Overs)

read
58.2K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.1K
bc

Romantic Ghost

read
162.3K
bc

CUTE PUMPKIN & THE BADBOY ( INDONESIA )

read
112.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook