bc

Derita Rania

book_age16+
25.0K
FOLLOW
167.0K
READ
love after marriage
pregnant
CEO
drama
icy
city
office/work place
wife
husband
stubborn
like
intro-logo
Blurb

Rania kazella, seorang anak magang yang selama ini diam-diam menyukai bos di perusahaan tempatnya magang. Namun, karena insiden satu malam membuat rasa suka itu seketika pudar. Karena insiden itu Rania dan Fajar terpaksa menikah. Pernikahannya tidak membuat Rania bahagia. Fajar tidak mencintai dirinya, pria itu bahkan masih mengejar mantan tunangannya.

Ketika hati sudah semakin tersakiti dan sudah tidak sanggup lagi untuk bertahan, Rania akhirnya memilih untuk bercerai dari Fajar. Dirinya memutuskan untuk tinggal di Prancis bersama keluarganya.

Satu tahun kemudian Rania kembali lagi ke Indonesia untuk menghadiri acara pernikahan kakak tirinya. Dirinya juga akan menetap di Indonesia untuk mengurus restoran papanya. Siapa sangka, dirinya dan Fajar kembali dipertemukan dengan status Fajar yang sebentar lagi akan menikah dengan mantan tunangannya dulu.

Rania yang sampai saat itu masih mencintai Fajar, sanggupkah melihat pria itu menikah lagi? Akankah takdir kembali mempersatukannya dengan Fajar dalam ikatan pernikahan? Atau justru membiarkan dirinya bahagia dengan pria lain?

(Mohon maaf jika di cerita ini masih terdapat kekurangan, karena penulis bukanlah manusia yang sempurna dan tak pernah pernah lepas dari kata salah. Penulis sangat-sangat menghargai krisan dari pembaca semua supaya bisa menjadi penulis yang lebih baik lagi)

chap-preview
Free preview
BAB 1
"What! Pak Fajar mau nikah!" teriak seorang gadis, terkejut setelah mendengar perkataan sahabatnya. Pupus sudah semua harapannya untuk mendapatkan hati direktur di perusahaan tempatnya magang. "Santai aja kali. Nggak usah teriak-teriak!" bentak Indah. Gendang telinganya terasa ingin pecah mendengar teriakan Rania. Ya, nama gadis yang berteriak itu adalah Rania. Untung saja kedua gadis itu hanya berdua di ruang kerja. Kalau tidak, mungkin para karyawan di ruangan itu pasti akan marah pada Rania. Karena ini jam makan siang. Jadi, para karyawan sedang pergi ke kantin kantor. Rania menyengir. Sikapnya barusan memang terlalu berlebihan. Namun, siapa yang tidak terkejut mendengar Fajar akan menikah? Selama ini Rania berpikir kalau Fajar masih jomlo. Walaupun sedikit mustahil kalau pria itu jomlo. Secara Fajar itu tampan, dia juga manis dan sangat ramah. Perempuan mana yang tidak akan tergila-gila padanya? Rania sudah satu bulan magang di Dirganata Company. Namun, ia baru tahu sekarang kalau Fajar sudah memiliki tunangan dan akan segera menikah. "Lo pasti suka, ya, sama Pak Fajar?" tuduh Indah sambil menyipitkan matanya menatap Rania. "Enggak." Gadis dengan rambut panjang sepunggung itu berusaha untuk bersikap normal agar tidak membuat Indah curiga dengan perasaanya. "Masa, sih?" Indah menatap Rania dari bawah sampai atas yang membuat Rania menjadi gelagapan. Rania merasa seperti orang yang sedang diintograsi karena melakukan tindakan kejahatan. "Nih, pesenan kalian," sentak seorang pria, meletakkan kotak makanan di meja Rania dan Indah, membuat kedua gadis itu menoleh. "Makasih, Boy," ucap Indah dan Rania bersamaan. "Sama-sama," jawab Boy. Pria blasteran Indonesia-Belanda itu lalu duduk di kursinya. Boy juga merupakan anak magang. Ia satu kampus dengan Rania dan Indah. Ketiga orang itu sudah selesai melaksanakan sidang skripsi. Sambil menunggu waktu wisuda tiba yang tidak lain satu bulan lagi, mereka memilih magang. Selain untuk mencari pengalaman, magang juga penting untuk mengasah kemampuan sebelum masuk dunia kerja. Rania menatap Indah seraya menghembuskan napas lega. Ada untungnya Boy datang tepat waktu sehingga Rania tidak lagi merasa diintograsi oleh Indah. Rania termenung sambil memasang wajah cemberut. Gadis yang sudah tujuh tahun menjomlo itu merasa sedikit kecewa mendengar Fajar akan menikah. Padahal di hari pertama magang Rania berharap ia bisa mendapatkan hati direktur tampan itu. 'Sudahlah, Rania. Mungkin Fajar memang bukan jodoh untuk kamu,' batin Rania. "Woi, dimakan tuh makanan!" teriak Indah yang membuat Rania terperanjat. Rania menatap Indah kesal. Sahabatnya itu sering kali membuatnya geram. "Gue heran. Kok, lo mau, sih, Boy pacaran sama Indah?" "Itu karena gue cantik, baik, dan rajin menabung. Makanya banyak yang suka sama gue. Gak kayak lo yang udah tujuh tahun menjomlo karena gak bisa move on dari mantan," sentak Indah yang membuat Rania merasa sangat tersindir. "Gak usah sebut-sebut kata mantan. Gue udah move on," balas Rania dingin lalu memilih menyantap makanan di depannya. *** Jam makan siang sudah habis. Kini ruang kerja sudah kembali di penuhi oleh para karyawan. "Rania, tolong kamu antar dokumen ini ke ruangan Pak Fajar,” suruh Bu Rosa---pembimbing magang. “Baik, Bu.” Rania mengambil dokumen itu lalu pergi ke ruangan Fajar yang berada di lantai paling atas. Saat sampai di depan ruangn Fajar, tiba-tiba Rania merasa deg-degan. Jantungnya selalu berdetak kencang saat berada dekat dengan Fajar. Rania lalu mengetuk pintu ruangan Fajar. “Masuk!” Terdengar suara dari dalam. Menghembuskan napas pelan, Rania pun masuk ke dalam ruangan itu. Ia berusaha menormalkan sikapnya agar tidak terlihat gugup. “Permisi, Pak. Saya mau anatar dokumen.” Rania berdiri di depan meja Fajar, tangannya terulur menyodorkan dokumen pada direktur tampan itu. "Tarok saja di meja,” jawab Fajar yang kini fokus pada laptop di depannya. Namun, Rania masih belum berkutik. Gadis dengan tubuh tinggi itu mematung, menatap Fajar tanpa berkedip. Merasa tidak ada pergerakan, Fajar pun menoleh dan melihat Rania yang masih bengong. “Ekhem.” Fajar berdeham. Namun, Rania masih belum sadar juga. Pria itu berdeham sekali lagi dan sedikit lebih keras hingga membuat Rania tersadar. Wanita itu sedikit terperanjat. "Eh, ini, Pak, dokumennya,” ucap Rania sedikit salah tingkah. Fajar menahan tawanya agar tidak lepas karena tingkah Rania yang lucu. "Tarok saja di situ.” Fajar mengedikkan dagunya ke arah maja. Rania mengikuti perintah pria itu. “Saya perhatikan kamu kurang fokus. Kamu ada masalah?” tanya Fajar. "Nggak ada, Pak,” jawab Rania. Sebenarnya masalah terletak pada wajah Fajar yang terlalu tampan sehingga membuat fokus Rania hilang. “Oh, ya sudah,” balas Fajar sembari tersenyum manis yang membuat Rania terasa ingin meleleh. Lama-lama Rania bisa terserang diabetes melihat senyum pria itu. “Ya sudah, Pak. Kalau gitu saya kembali ke ruang kerja dulu. Permisi.” Rania menunduk hormat lalu keluar dari ruangan Fajar. Sampai di luar, gadis itu menggerutui dirinya sendiri karena tidak bisa menjaga sikap di depan Fajar. *** Jam sudah menunjukan pukul 18.00 WIB. Dengan cepat Rania bersiap-siap untuk pergi ke apartemen Indah. Dia harus pergi sebelum papanya sampai di rumah. Papanya itu sudah sampai di bandara Soekarno-Hatta dan kini sedang dalam perjalan menuju rumah. “Non, mau ke mana?” tanya Bi Aci---pembantu Rania. Walau pembantu, tetapi Rania sudah menganggap Bi Aci seperti keluarganya. "Ke apartemen Indah. Malam ini Rania nginap di sana,” balas Rania. Seperti biasa, setiap malam minggu ia dan Indah akan menghabiskan waktu bersama untuk begadang nonton drakor. "Tapi, Non. Sebentar lagi Tuan dan Nyonya sampai di rumah. Non gak mau menyambut kepulangan mereka?” tanya Bi Aci. Rania terdiam dengan tangan mengepal kuat. Melihat kedua orang itu hanya akan membuat hati Rania sakit. Gadis berambut sepunggung itu berlari keluar dari rumah. Rania segera melajukan mobilnya meninggalkan kediamannya. Gadis itu dapat mendengar jika sekarang Bi Aci tengah memanggil-manggil namanya, tapi Rania tidak peduli. *** Rania memarkirkan mobilnya di basemen apartemen. Gadis itu masih duduk di mobilnya. “Rania benci papa!” teriaknya kesal sambil memukul setir mobil. Drt ... drt ... drt .... Ponselnya berdering yang membuat perhatian Rania teralihkan. Sebuah panggilan masuk dari sahabatnya---Indah. Rania lalu mengangkat panggilan tersebut. “Hallo! Lo di mana?” tanya Indah dari seberang sana. “Gue udah di basemen. Gue ke apartemen lo sekarang.” "Oke, buruan!” Sambungan telepon lalu terputus. Rania memasukan HP-nya ke dalam tas kecilnya. Gadis itu keluar dari mobil dan berjalan memasuki lift. Baru saja Rania akan menekan tombol lift tersebut menuju ke lantai 32. Namun, tiba-tiba tangannya ditahan oleh seseorang. “Pak Fajar,” lirih Rania ketika melihat Fajar memegang tangannya. Pria itu langsung memencet tombol menuju ke lantai 21. Berdua dengan Fajar di dalam left membuat Rania merasa gugup. Detik kemudian, gadis itu menyium bau alkohol yang menyengat dari mulut Fajar. Sepertinya pria itu habis mabuk. Seketika tubuh Rania menegang ketika Fajar mendekatinya dan menatapnya tajam. Rania melangkah mundur, kini tubuhnya sudah bersandar pada dinding lift. "Bapak, mau ngapain?” tanya Rania takut. Fajar hanya diam, mata pria itu memerah. Dia terus mendekatkan tubuhnya pada Rania. “Tol---“ “Diam!” Fajar membekap mulut Rania dengan telapak tangannya. Saat pintu lift terbuka, Fajar menarik tangan Rania menuju apartemennya. Rania berusaha untuk lepas, tetapi tenaga Fajar lebih kuat darinya, membuat ia tidak bisa kabur. Sesampainya di apartemen, Fajar membawa Rania ke kamar dan menghempaskan tubuh gadis itu di tempat tidur. Pria itu mulai melepas kancing kemejanya. Rania menangis ketakutan. Apa yang akan dilakukan Fajar? "Pak, jangan sakiti Rania,” mohon Rania. Namun, tidak dipedulikan oleh Fajar karena pria itu sedang tidak sadar. Alkohol sudah menguasai diri pria itu. Malam itu menjadi malam yang tragis bagi Rania. Mahkota yang selama ini ia jaga. Berhasil direnggut oleh Fajar dengan cara yang keji, tanpa ada ikatan yang suci diantara mereka. Rania berhasil dilecehkan oleh bosnya sendiri, pria yang selama ini diam-diam ia kagumi karena berpikir orangnya baik. Bersambung ....

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.7K
bc

My Secret Little Wife

read
93.5K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.5K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook