bc

My Husband My Teacher

book_age16+
20.3K
FOLLOW
184.2K
READ
possessive
teacherxstudent
goodgirl
student
drama
campus
school
teacher
lecturer
wife
like
intro-logo
Blurb

"Ma, tapi pak Arga itu dosen Rara di Kampus. Apa coba kata anak-anak nanti kalau tau Dosen favorit mereka suami Rara?"

"Ngapai denger kata orang sih Ra"

"Udahlah Ma, Rara capek kalo ngelawan Mama, nggak bakal menang juga" pasrah gadis berusia 21 tahun itu.

Mamanya tersenyum bangga sambil mengusap kepala putrinya "Mama juga takut kamu capek ngelawan Mama. kan kalo nurut gini, Mama juga jadi enak"

Rachel Dirgantara hanya bisa pasrah saat Mamanya yang keras kepala tak mampu ia lawan dengan pendapatnya untuk menolak perjodohan dengan Dosen ganteng yang sialnya cuek abis.

Arga Teo Matias, pemilik wajah tampan yang sayangnya tidak memiliki keramahan dari raut wajahnya. Bibirnya yang terlihat manis untuk dikecup, ternyata tak cukup manis saat berbicara.

Bahkan ia tak begitu menanggapi Rachel saat gadis itu memohon, sekalipun ia tahu bahwa Rachel adalah gadis yang dijodohkan dengannya. Kepribadiannya yang sulit didekati itu membuat Rachel cukup khawatir jika mereka benar-benar menikah.

chap-preview
Free preview
01
Gadis itu menguap sambil melakukan beberapa gerakan peregangan begitu bangun dan duduk di atas tempat tidurnya. Ia berulang kali menguap sambil mengerjapkan matanya yang masih sulit untuk diajak bekerja sama. Tangannya mengusap wajah sembari melihat ke arah jam yang menempel di dinding kamarnya. Ia mengangguk-anggukan kepala, memaklumi alarm alami yang sejak tadi berbunyi dari luar Kamar. Siapa lagi kalau bukan sosok Mama? Hanya itu alarm terbaik dalam hal membangunkan. Gadis itu membuka pintu kamar yang terhubung ke Balkon dan keluar dari Kamarnya untuk menikmati udara pagi yang masih segar dan belum begitu terpengaruh dengan polusi udara. Matanya menatap ke bawah dan memperhatikan orang-orang yang sudah mulai sibuk dengan kegiatan terburu-buru mereka. Hanya ia sendiri yang tampaknya santai sekali untuk melakukan aktivitas sehingga memilih bangun agak siangan. Kapan lagi ia bisa bersantai seperti ini, jika bukan di hari libur kuliahnya. Mamanya juga jarang sekali memberikan waktu baginya untuk bangun sangat siang. Ia juga jarang melakukan kebiasaan buruk itu karena malas mendengar ocehan Mamanya mengenai betapa kerasnya kehidupan di luar sana jika kita bermalas-malasan. Bahkan orang rajin dan pekerja keras saja masih kesulitan untuk mendapat kesuksesan, apalagi kita yang bermalas-malasan, begitu setidaknya petuah yang sering kali Mamanya ingatkan. Tapi, walau bagaimanapun, keterlambatannya bangun pagi ini karena ucapan orang tuanya semalam yang membuatnya seolah menelan batu besar dan sampai saat ini masih mengganjal di tenggorokannya. Ia bahkan masih sangat ingat pembahasan mereka semalam yang sangat mengejutkannya dan membuatnya masih tak menyangka bahwa semalam itu bukan mimpi, tetapi kenyataan. --- “Ra, Papa mau ngomong” ujar Mamanya hingga Papanya—Jacob Dirgantara—menoleh dengan memasang raut tak setuju dan gadis itu menangkap semua itu dengan bingung. Ia menatap Mama dan Papanya bergantian. “Papa nggak mau ngomong sama sekali kok” Jacob menggelengkan kepala sembari menatap putrinya. “Pa, ngomong dong sama Rara. Mau kapan lagi kalau bukan sekarang?” protes Mama Rara—Gaby Indira—sambil menatap tajam suaminya. “Mau ngomong apa sih Pa, Ma, sampai takut gitu. Rara juga nggak bakal berani menghukum kalian kalau pun kalian ngelakuin kesalahan” desis Rara heran karena kedua orang itu saling mengalihkan. Gaby berdeham dan menarik nafas panjang sebelum menghembuskannya kasar dan berucap dengan cepat “Papa mau jodohin kamu” Jacob membulatkan matanya “Kok Papa? Kita Ma. Kita yang mau jodohin Rara” jelasnya menegaskan. Gadis yang disebut-sebut Rara itu menganga tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dari orang tuanya “Apa? Jodoh? Maksudnya apa sih? Aku nggak ngerti sumpah. Kok kita bahas-bahas jodoh?” tanyanya. “Mama mau jodohin kamu” ulang Papanya dan kali ini Mamanya yang menatap tajam sebaliknya. Gadis itu tertawa renyah “Yang bene raja deh Pa, Ma, kalau bercanda yang lucuan dikit. Ya kali aku mau dijodohin” “Ini beneran Ra” jelas Gaby menegaskan. “Ma, aku masih 21 tahun dan itu pun baru dua bulan yang lalu” protesnya. Gadis itu adalah Rachel Dirgantara, biasanya dipanggil Rara oleh orang terdekatnya dan merupakan anak pertama dari satu orang yang artinya ia adalah anak tunggal. Usia gadis itu baru menginjak 21 tahun dua bulan yang lalu, tepat seperti yang ia tegaskan pada kedua orang tuanya. Belum pantes nikah kan untuk usia matang? Iya kan? Wajar kan kalau Rachel protes karena mendengar hal tersebut? Ya walaupun sebenarnya masih ia anggap gurauan dari Papa dan Mamanya. Mungkin saja mereka menyesal karena tidak memberikan kejutan untuk bertambahnya usia Rachel dua bulan lalu dan baru merencanakan kejutan itu sekarang. Dan jujur saja, menurut Rachel itu sukses mengejutkannya. Gaby menghela nafas dan menatap Rachel dengan yakin “Apa salahnya dengan usia 21 tahun? Ini juga Mama sama Papa udah bersabar banget nunggu usia kamu segitu baru kita ngebahasnya malam ini” Rachel membulatkan matanya “Berarti perjodohan ini udah lama di rencanakan?” tanyanya untuk meyakinkan bahwa ia tak salah mengerti. “Sejak kamu masih jadi zigot udah direncanain sama Mama kamu” ujar Papanya. “Papa jangan ngajak ribut ya” ancam Mamanya dengan pelototan tajam “Ini juga rencana Papa, jangan nyalahin Mama” “Ya kan Papa baru ngerencanainnya beberapa waktu lalu karena rayuan Mama” “Apapun ceritanya, nggak ada yang benar di mata Rara. Rara nggak mau dijodohin. Belum pantas” tolak gadis itu mentah-mentah. Seketika, perdebatan antara Papa dan Mamanya terhenti "Siapa yang menentukan kalau kamu udah pantas atau belum?” tanya Gaby. “Mama nggak denger kalau Rara sendiri yang bilang Rara nggak pantas? Jadi ya udah jelas kalau Rara yang menentukan apakah Rara pantas atau tidak” balas Rachel. “Rara, di luar sana bahkan ada yang udah menikah di usia 16, 17, 18. Kamu masih lumayan 21 tahun, nggak terlalu muda" Gaby menjelaskan dengan mengambil contoh kebanyakan orang yang ia lihat. Ia tak ingin kalah akan tanggapan putrinya. "Ma, itu di luaran sana. Rara nggak mau kayak mereka, Rara beda" jelas Rachel mulai putus asa. Ia tahu kalau masalah ini akan sulit mereka bicarakan, melihat bagaimana ngototnya Mamanya akan keputusannya. Mamanya selalu saja seperti itu, membuatnya tak bisa berkutik sekalipun ia memiliki alasan yang jelas. "Apanya yang beda, sebutin sama mama?" titah Gaby. "Ya Rara masih mau kuliah" belanya mencari alasan. Ia tak tahu harus menggunakan alasan apa selain kuliah, karena alibi Mamanya selalu lebih kuat dan bisa mematahkan persepsinya. Gaby tersenyum remeh "Kamu pikir setelah menikah kamu nggak bisa kuliah gitu?" "Ma, tapi--" Ya, kini Rachel mulai kehilangan kata-kata untuk membantah ucapan Mamanya. “Ya paling enggak kamu kenal dulu sama cowoknya, siapa tahu aja nanti malah kamu yang ngebet pengen nikahin dia” potong Mamanya dengan kesal “Masa sih kamu langsung nolak gitu aja disaat Mama bilang mau jodohin kamu. Nggak ada niatan gitu untuk tahu muka cowoknya, nama kek atau apa kek? Penasaran dikit lah Ra” Rachel mengehembuskan nafas kasar dan mencondongkan tubuhnya ke depan, seolah ia penasaran dengan pria yang akan dijodohkan dengannya. Bukannya Rachel tertarik dengan nama, wajah ataupun siapa orang yang akan dijodohkan dengannya, ia hanya belum siap untuk melepas status lajangnya. Apalagi diusia yang menurutnya masih cukup muda. Masih banyak hal yang belum ia lakukan dengan kebebasannya saat ini, dan ia cukup tahu kalau setelah menikah, hal itu akan berubah. Status pernikahan akan mengikat kaki, mata, tangan dan seluruh tubuhnya untuk bergerak bebas. Ia tak siap dengan hal itu. Saat ini, ia hanya mencoba pasrah untuk mengenal pria itu terlebih dahulu supaya bisa berkonsultasi dan bekerja sama untuk membatalkan perjodohan. Ia meyakinkan bahwa dirinya mampu menggagalkan niat orang tuanya. “Ya udah, siapa orang yang akan dijodohin sama Rara?” “Kamu pasti kenal kok sama orangnya, soalnya dia ngajar di Kampus kamu dan dosen Matematika di sana. Kamu kan jurusan Matematika” “Dosen kalkulus kali” koreksi Rachel. Dalam dunia kampus, Matematika lebih sering disebut dengan Kalkulus dan itupun ada banyak penjabaran secara judul materi yang sudah pasti membuat Rachel pusing sendiri mengingatnya. “Iya, pokoknya itu. Namanya Arga Teo Matias. Kenal kan?” “Apa? Siapa?” tanya Rachel lebih mencondongkan tubuhnya. Ia mengusap telinganya yang seperti salah dengar. “Arga Teo Matias” ulang Gaby dengan lebih jelas dan menaikkan intonasi suaranya. Rachel mengacak rambutnya “Ma, yang bener aja deh” protesnya. Ia menganggap dirinya gila dan seketika ingin gila beneran. Ia bahkan tak pernah membayangkan nama itu yang akan tertulis di buka nikah yang sama dengannya. Ia bergidik saat membayangkan hal itu. “Iya beneran, kenal kan?” “Bukan masalah kenal atau enggaknya Ma. Mama salah nama kali” harap Rachel. Gaby menepuk kepala Rachel dengan bantal sofa “Ya kali Mama nggak tahu nama calon menantu sendiri. Iya kan Pa?” tanyanya meminta kebenaran dari suaminya. Rachel menggigit bibir, berharap kalau Mamanya benar-benar salah menyebutkan nama, namun ia tubuhnya langsung melorot ke sofa saat Papanya mengangguk dan berkata “Iya, itu nama calon suami kamu” “Kalau gitu, Rara makin nggak mau” putusnya cepat dan tak ingin mendengar penjelasan Mamanya lebih jauh karena ia lebih mengenal pria itu. “Nggak mau kenapa lagi? Udah kenal juga pastinya kan, walaupun belum secara pribadi. Seenggaknya kamu udah tahu gimana wajah dan perilaku Arga, walaupun masih sedikit” “Sedikit, tapi itu udah lebih dari cukup untuk Rara menilai” yakin Rachel sambil bergidik ngeri membayangkan ia harus menganal Arga lebih jauh. “Pokoknya keputusan Mama sama Papa udah bulat dan nggak bisa diganggu gugat” tegas Gaby. Rachel menatap Mamanya tak terima “Ma, tapi---” "Tapi apa lagi? Arga itu ganteng, kamu juga udah tahu seberapa ganteng dia. Usia dia yang lagi jalan 28 tahun dan udah jadi dosen membuktikan bahwa dia layak dan udah matang buat jadi suami kamu. Udah mantep juga tuh kalau buat cucu" jelas Gaby bak pengiklan yang sedang mempromosikan sosok calon suami untuk Rachel. Bukan tanpa alasan Gaby meninggikan kualitas Arga, tapi ia sudah mengenal jelas anak sahabatnya ini dan yakin bahwa Arga memang layak untuk Rachel. Meski sebenarnya, ia ada perasaan berat untuk menjodohkan putrinya karena sebenarnya ia cukup yakin kalau Rachel bisa mencari calon suami sendiri, tanpa bantuannya. Tapi mengingat janjinya dulu dengan sang sahabat, membuat sahabatnya itu menagih dan mengatakan bahwa mereka memang harus menjadikan janji itu kenyataan mengingat bahwa Arga—anak sahabatnya—masih belum memiliki kekasih sama sekali seumur hidupnya. Mau tak mau, Gaby akhirnya mengangguki saran itu dengan yakin. Rachel jelas membulatkan matanya mendengar ucapan Mamanya yang menurutnya sembarangan. Apaan coba sampe bahas cucu segala? Di kira hamil enak? Bayangin aja udah ngeri. Batinnya. "Masalahnya ya Ma, Pak Arga itu dosen Rara di Kampus. Gimana kalo Rara dibully karena dosen favorit Kampus jadi suami Rara. Rara masih mau hidup aman sejahtera” "Mereka bully itu karena iri" tanggap Mamanya dengan cepat dan yakin “Mama udah lihat loh seberapa ganteng Arga. Kalau Mama masih muda, Mama nggak bakal mikir lagi buat ngelamar dia” Jacob langsung menatap tajam Gaby “Dasar nggak tahu malu” cibirnya dengan gelengan kepala heran. "Iya, Rara juga tau itu. Tapi kalo kejadian bully-membully menimpa Rara, gimana?" tanya Rara kesal. Ia juga kalau tak tahu malu seperti Mamanya, pasti akan melamar idol Korea Selatan untuk menjadi suaminya, atau setidaknya, ia pasti memiliki pacar saat ini. "Kan ada Arga yang akan jaga kamu. Udah deh Rara, jangan kebanyakan mikir ini itu kalau setuju aja belum" desis Gaby tajam. "Rara harus pertimbangin dong Ma. Nggak bisa langsung setuju aja, ini demi masa depan Rara" "Kamu harus mau sayang, karena Mama sama Om San udah terlanjur berjanji dulu untuk menikahkan putra-putri kami" "Om San yang sering mampir nelponin Papa sama Mama kan? “Iya” angguk Gaby. Rachel jelas tahu sosok Om San yang dimaksud Mamanya, meski belum pernah tahu secara langsung. Mama dan Papanya lebih sering bertemu di luar, atau kalaupun keluarga Om San berkunjung, pasti ia tak ada di rumah. “Nggak ada gitu anak Om San yang lain?" "Ada. Udah nikah. Kamu mau sama yang udah nikah?" tawar Mamanya. Rachel menggeleng ngeri. Siapa yang mau jadi istri kedua? Belum lagi nanti harus siap-siap berantem sama istri pertama. Harus siap di bagi lagi. Aduh najis. Kok pikiran Rachel sampe sana ya. Gantengnya juga belum terjamin, kalo pak Arga kan udah terjamin gantengnya. Tapi orangnya dingin banget. Batin Rachel. Rachel bergidik membayangkan nanti ketika ia dan Arga sudah menikah. Saat ia ngomong Arga malah diam saja. Rachel kan paling nggak suka dicuekin. Minta perbaikan nilai sama dia aja tuh susah banget, apalagi minta uang bulanan. Tapi yang paling Rachel takutin dari menikah sama Arga adalah fansnya. Karena ganteng dan sifatnya yang dingin membuat banyak cewek-cewek kampus yang penasaran buat nahlukin dia. Bisa duduk dekat pak Arga aja udah bisa jadi tranding topik kampus. Lebay banget. Nggak sampai kampus juga, paling cuma di gedung Matematika doang. Hanya saja, menurut Rachel itu pengandaian besarnya. Sebenernya ada yang ganteng juga selain pak Arga di kampus, yaitu sahabatnya-Alvino Rayendra. Pak Vino ini dosen paling kece dan humoris, senyumnya itu bikin meleleh. Tapi karena dia udah biasa pamer senyum, jadi tetep pak Arga yang lebih ganteng. Karena senyumnya yang mahal membuat dia begitu manis ketika sedikit saja sudut bibirnya terangkat. Rachel tak jarang mendengar anak jurusan lain merasa iri dengan dosen-dosen mereka yang katanya ganteng maksimal, apalagi anak Kimia yang cuma merasakan dua semester dengan dosen Kalkulus, itupun kalau beruntung akan diampu oleh pak Arga maupun pak Vino. Padahal, sama mereka itu susah banget dapat nilai A. Kelas yang udah pernah diampu oleh kedua dosen itu, pasti akan bilang kalau ‘syukur-syukur bisa dapat B’. --- Rachel tersadar dari lamunannya begitu mendengar teriakan kuat yang menyerukan namanya “RARA, KELUAR SEBELUM MAMA SIRAM KAMU”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Turun Ranjang

read
578.5K
bc

Dosen Killer itu Suamiku

read
309.9K
bc

Hate You But Miss You

read
1.5M
bc

My Husband My Step Brother

read
54.7K
bc

CEO Dingin Itu Suamiku

read
151.3K
bc

Skylove (Indonesia)

read
108.8K
bc

Mas DokterKu

read
238.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook