bc

My Roommate is CEO

book_age18+
6.0K
FOLLOW
56.2K
READ
confident
CEO
boss
student
drama
comedy
sweet
female lead
office lady
roommates
like
intro-logo
Blurb

Ameera Diandra atau biasa dipanggil Rara, mendapat beasiswa di universitas ibu kota. Namun sayangnya, orang tuanya tak punya biaya untuk melanjutkan kuliah anaknya itu. Rara pun rela bekerja sebagai pemandu karaoke di kota kecil tempat tinggalnya, supaya mendapat tambahan uang.

Tak disangka, dia bertemu Rey, seorang pengusaha yang sedang kabur dari tempatnya dan kini terlihat mabuk. Pria ini merasa patah hati karena dirinya hendak ditinggal nikah oleh wanita yang dicintainya. Rara yang saat itu menemani pria ini bernyanyi, malah menjadi pelampiasan nafsu pria tersebut.

Usai kejadian itu, beberapa hari kemudian, takdir ternyata mempertemukan mereka kembali. Rara mendapat kabar dari orang tuanya bahwa dia bisa tinggal di rumah teman ibunya saat berada di ibu kota. Tak disangka, rumah itu ternyata tempat tinggal Rey, pria yang tanpa sadar sempat melecehkan Rara! Mereka pun terpaksa tinggal bersama, dan kehidupan mereka menjadi berbeda dari sebelumnya.

Apakah yang akan terjadi di dalam rumah tersebut? Bagaimana hubungan mereka berdua setelah tinggal bersama? Akankah keduanya saling jatuh cinta?

chap-preview
Free preview
Bab 1
Ameera Diandra atau biasa dipanggil Rara, mendapat beasiswa di universitas ibu kota. Tepatnya di kota Jakarta. Rara sangat bahagia dan tak menyangka dirinya akan lolos di universitas negeri terbaik di kota tersebut. Rara berlari keluar kamar dan langsung heboh memberikan kabar kepada ibunya. “Bu! Lihat, Bu! Rara keterima di Jakarta! Dapat beasiswa full, Bu, di sana!” Gedebug! Gadis cantik nan riang ini berlari menghampiri ibunya yang berada di ruang tengah. Namun sayang dirinya malah terjatuh gara-gara kesandung kabel. “Kurang ajar! Kabel nggak tau diuntung! Ngapain pake nyandungin orang segala sih? Sakit tauk!" oceh Rara yang malah marah-marah sendiri pada kabel stop kontak yang membuatnya terjatuh. Mendengar ocehan putrinya yang heboh sendiri, tentu membuat ibunya Rara jadi merasa penasaran. Wanita itu pun segera datang menghampiri Rara dan menanyakan keadaan anaknya itu. “Napa to, Nduk? Kok marah-marah gitu? Ada apa tadi panggil Ibu?” tanyanya dengan wajah penasaran. Rara pun kini segera bangkit dan memperlihatkan ponsel pintarnya yang sudah jadul itu, untuk menunjukan isi pengumuman yang dikirim di emailnya. “Ini, lho, Bu! Aku diterima di Jakarta! Bisa lanjut kuliah di sana!” serunya lagi menjelaskan apa yang memang ingin ia sampaikan pada ibunya itu. Maya, ibunya Rara, menatap layar ponsel tersebut. Ia membaca perlahan kata tiap kata yang ada di dalam email tersebut. Namun ternyata, reaksi ibunya ini, berbeda dengan Rara yang terlihat begitu antusias. Ibunya Rara kini menatap putri semata wayangnya itu, dan mengelus rambut lebat berwarna hitam yang terurai panjang. Dengan tatapan sedih, ia pun berucap, “Nduk ... Apa kamu memang pengen banget kuliah di Jakarta? Kenapa gak di deket sini saja? Semarang, Jogja, Solo, kan juga banyak universitas yang bagus.” “Memangnya kenapa, Bu? Ini ‘kan beasiswa. Lagian aku pengen ke ibu kota, pengen lihat Jakarta, biar aku bisa maju! Ibu gak suka aku ke sana? Apa Ibu gak mau aku maju?” Rara menatap ibunya dengan wajah kecewa. Ia tak menyangka orang tuanya tak memberikan selamat kepadanya, malah menanyakan hal lainnya. “Bukannya begitu, Nduk. Ibu tentu senang kamu dapat beasiswa. Tapi Jakarta itu keras. Biaya hidup di sana juga mahal. Ibu mana bisa kasih kamu biaya hidup di sana? Kamu tahu sendiri Ibu ini hanya pembantu. Kamu gak kasihan apa sama Ibu?” Deg! Entah mengapa kata-kata yang diucapkan ibunya barusan membuat Rara merasa begitu sedih. Ia sedih karena dirinya sepertinya harus merelakan mimpi besar yang sudah dicita-citakan sejak dulu. Rara juga merasa kecewa, dengan orang tua satu-satunya ini yang ternyata begitu nelangsa. Tentu Rara bukan anak durhaka, ataupun kurang ajar. Ia tak ingin melawan ibunya. Namun tekadnya untuk tetap meneruskan kuliah di Jakarta itu, tak akan dia sia-siakan. Rara yang sempat menumpahkan air matanya, kini berusaha mengusap air matanya itu. Lalu dia berusaha menenangkan diri. “Ibu tenang aja. Aku bakal cari kerja buat ke sana, dan hidup di sana. Yang perlu Ibu lakukan, cuma dukung Rara aja, Bu. Doain Rara, biar Rara bisa segera bisa mengubah hidup kita!” seru gadis ini dengan tegas. Ibunya pun meneteskan air mata. Dia memeluk putrinya yang kini sudah beranjak dewasa itu. Maya sadar, dia merasa tak becus menjadi orang tua, karena dirinya kini menjadi orang miskin. “Maafkan Ibu ya, Nduk. Ibu bukannya nggak mau membiayai kamu. Hanya saja kenyataannya seperti itu. Kita nggak punya uang banyak untuk bertahan hidup … hiks ….” Suara wanita ini terdengar sesenggukan. Maya begitu merasa bersalah pada anaknya ini. Rara yang paham dengan kondisi keluarganya, kini memeluk ibunya erat-erat. Ia berusaha menenangkan dirinya sendiri dan juga orang tuanya ini. Rara tak ingin mereka berdua larut dalam kesedihan yang hanya menyakitkan hati. “Sudah, Bu. Nggak apa. Nanti Rara yang cari cara sendiri, supaya bisa mengejar cita-cita Rara selama ini. Ibu jangan sedih lagi. Bukannya Ibu bilang, kalau kita nggak boleh cepet putus asa? Rara juga nggak mau kita putus asa, Bu! Rara yakin, semua ini pasti ada jalannya!” seru Rara dengan penuh keyakinan. Akhirnya, mereka berdua pun saling menghibur satu sama lainnya. Rara tak ingin melihat ibunya terus-terusan bersedih karena memikirkan nasibnya. Gadis ini pun segera mencari cara, bagaimana mendapatkan uang dengan cepat, untuk membawanya ke kota Jakarta. Rara pun kini sengaja menghubungi teman-temannya, bahkan kakak kelasnya. Ia sengaja mencari pekerjaan yang mampu menghasilkan uang banyak, hanya dalam beberapa hari saja. Paling tidak, gajinya cukup untuk membuatnya bertahan hidup sebulan di Jakarta, sebelum dia mendapatkan pekerjaan di ibu kota itu. Sampai pada akhirnya, Rara pun menghubungi temannya, Nita Jayanti yang bisa dipanggil Nita, untuk meminta informasi pekerjaan padanya. Ia tahu betul jika teman baiknya ini memanglah dikenal punya banyak uang karena telah bekerja dengan mandiri di pusat kota daerah tempat tinggal mereka. “Nit? Kamu ada info lowongan kerja gitu nggak? Apa aja deh,” ujar Rara mengawali obrolan serius mereka. “Jadi kamu lagi cari kerja, Ra?” tanya Nita dengan rasa penasaran. “Iya, nih, Nit. Duitmu ‘kan banyak tuh, padahal juga bukan anak orang tajir. Aku boleh nggak? Kerja di tempatmu juga?” Rara sangat berharap temannya ini punya info lowongan pekerjaan, mengingat Nita juga sudah bekerja, meski dia tak tahu apa pekerjaan temannya ini sebenarnya. Nita yang sedang mengisap rokoknya, kini mematikan puntung rokok tersebut. Ia pun kembali bertanya kepada Rara. “Yakin kamu mau kerja di tempatku kerja? Nggak bakal nyesel?” “Ya, yakinlah, Nit. Aku butuh uang banget soalnya buat ke Jakarta. Eman-eman beasiswaku, kalau aku nggak jadi ke Jakarta!” ujar Rara menjelaskan singkat. Nita pun jadi menyadari, bahwa Rara memang membutuhkan uang. Ia tahu betul jika Rara sangat berambisi untuk bisa menaklukan ibu kota negara ini. Tapi Nita tak yakin, Rara mau bekerja seperti apa yang sedang ia kerjakan itu. “Jadi gimana, Nit? Boleh nggak?” tanya Rara lagi, berusaha memastikan jawaban temannya tersebut. “Hmm, Ra … sebenernya, aku tuh … kerjanya di tempat malam gitu. Kamu yakin mau?” Nita kini berusaha meyakinkan kembali pada Rara terkait pekerjaannya ini. “Maksud kamu gimana? Aku apa aja mau ko, Nit! Asal ada duitnya,” jawab Rara lagi. “Ya udah kalau gitu. Kamu langsung ke kota aja! Nanti aku jemput. Ini kamu kirim CV aja dulu, biar aku sampaikan langsung ke Bos. Kebetulan aku deket sama bosku, jadi udah pasti kamu diterima. Eh, tapi inget lho ya! Ini aku anggap kamu mau beneran! Awas aja kalau kabur habis ini! Pokoknya kalau kamu kabur, berarti harus bayar denda!” “Iya, iya. Kamu tenang aja! Aku nggak bakal kabur! Makasih lho ya, Nit! Ini aku bakal kirim CV ku langsung. Sore ini aku langsung ke kota nyamperin kamu!” Rara nampak gembira saat mengatakan hal ini. Ia tak menyangka, dirinya akan mendapatkan pekerjaan secepat ini. Saat sore hari, Rara akhirnya pergi ke kota. Ia lalu bertemu Nita, saat hari sudah mulai gelap. Rara pun dibawa langsung ke tempat kerja Nita. Namun saat Rara tiba di tempat kerja temannya itu, ia pun langsung terkejut saat mengetahui bahwa temannya ini kerja di sebuah karaoke. “Kamu bisa langsung kerja di sini, jadi pemandu karaoke kayak aku. Nih, baju seragammu.” Nita memberikan satu set baju seragam serba mini khas dari tempat karaoke ini. Rara yang terkejut dan tak menyangka dengan hal ini, kini masih terlihat bodoh dengan tatapan kosongnya. Bahkan pikirannya pun masih tak bisa digunakan. Gadis ini hanya menerima pakaian yang diberikan oleh temannya itu kepada dirinya. Namun Rara masih berdiri mematung, tanpa tahu apa yang harus dilakukan olehnya. “Pokoknya kamu kerja yang bener. Nanti kerjanya cuma nemenin orang nyanyi aja kok. Suaramu ‘kan juga bagus tuh! Manfaatin dengan baik yak!” ujar Nita menjelaskan. Rara masih terlihat melongo. Ia menatap Nita dengan tatapan kosong dan tak tahu harus menjawab apa. Rara paham, jika pemandu karaoke adalah pekerjaan yang selalu dianggap sebelah mata oleh sebagian orang. Ia pun tak menyangka, jika temannya ini ternyata bekerja di tempat seperti ini. Nita memperhatikan Rara yang masih melamun. Ia mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Rara, supaya menyadarkan wanita tersebut. Namun Rara masih saja melamun. “Woy! Ra! Buruan ganti! Ruang lokernya di sana tuh! Aku tunggu di sini, deh!” seru Nita sambil menunjuk ruangan yang dimaksud. Rara akhirnya tersadar. Ia menatap ruangan yang dimaksud oleh Nita, dan memahami kembali apa yang harus dilakukannya sekarang. Namun, sebelum Rara pergi menuju ruang loker, ia menanyakan sesuatu pada temannya ini. “Eh, Nit! Tapi … bayaranku gimana?” tanya Rara dengan suara perlahan. “Kata Pak Bos, ini uji coba dulu sehari. Kalau kamu hari ini dapet tamu tajir dan bisa menemani karaoke sampai akhir, dia bakal langsung kasih kamu sejuta langsung hari ini!” “Yang bener??” Rara merasa terkejut karena bagi dia itu cukup banyak untuk didapatkan dalam waktu sehari. “Beneran, Ra! Masa aku bohong sih? Gak mungkinlah! Udah sana! Buruan ganti, biar aku ajak muter-muter dan jelasin tugasmu dulu!” jelas Nita pada temannya itu. Rara pun setuju. Ia segera menuju ke ruang loker, yang merupakan ruang ganti dan juga tempat istirahat mereka. Entah mengapa Rara jadi merasa semangat saat mendengar uang sejuta yang akan dia terima hari ini. Rara langsung mengganti pakaiannya saat berada di ruangan itu. Namun tak disangka, seragam yang diberikan Nita padanya ini begitu sempit. Pakaiannya berbentuk crop tee ketat, dengan resleting di depan dadanya. Bahkan roknya pun begitu mini, di atas lutut. Wanita ini benar-benar tak nyaman dengan hal ini. Rara memandang ke cermin yang menampilkan seluruh penampilannya. Ia membetulkan bajunya dan juga sengaja menurunkan roknya supaya tak terlalu mengekspose paha mulusnya. Dengan tetap memandang ke arah cermin tersebut, Rara pun bergumam, “Apa iya, aku harus mau melakukan hal ini? Pakai baju serba mini ini, sambil nemenin tamu karaoke di dalam room itu?” Rara masih berusaha meyakinkan diri, ia merasa ragu dengan apa yang harus dilakukannya saat ini. Namun karena Nita sudah menunggunya di luar, Rara merasa tak enak. dan ia pun kini memutuskan untuk tetap mencoba pekerjaan itu dan segera menghampiri temannya itu lagi. Saat mereka bertemu kembali, Nita pun memuji penampilan Rara yang mengenakan pakaian serba mini itu. “Gila sih, Ra! Kamu seksi abis! Kalau gini, bisa sih dapet mangsa paus!” “Ha? Maksudnya?” ujar Rara tak paham dengan istilah yang diucapkan Nita. Temannya ini pun tak mau menggubrisnya pertanyaan Rara barusan. Nita pun kini sengaja langsung mengajak Rara untuk memperkenalkan tempat kerjanya itu. “Udah, ah! Yuk! Aku ajak keliling. Abis itu kamu temenin orang karaoke di salah satu room di sini ya!” jelas Nita singkat. Mereka akhirnya berkeliling. Nita menjelaskan satu per satu apa yang harus dilakukan mereka untuk melayani para tamu. Wanita ini telihat begitu baik pada Rara karena mau menjelaskan dengan rinci setiap mereka tiba di beberapa area yang ada dalam gedung tersebut. Nita pun tak lupa untuk menjelaskan tentang aturan main yang harus dilakukan Rara sebagai antisipasi diri. “Jadi kalau misal ada tamu yang bersikap kurang ajar, kamu nolaknya alus aja, atau kamu alihin. Intinya lebih baik memberikan pelayanan dengan baik sih. Di sini fokus kita nemenin nyanyi aja. Cuma emang kadang ada aja yang rese'," ujar wanita ini menjelaskan maksudnya. Sejujurnya, Rara takut. Namun dia tak bisa mundur lagi. Dia perlu uang, dan dirinya juga tak punya uang untuk bayar denda. Rara pun menganggukan kepala paham apa yang dimaksud oleh Nita. Hingga akhirnya, Rara kini menemani karaoke tamu pertamanya. Ia memasuki ruangan yang sudah ada pria tampan yang terlihat begitu menawan. Rara yang baru melihatnya pertama kali pun sudah merasa deg-degan setengah mati. 'Ganteng banget ni orang,' gumamnya tanpa sadar memandang ke arah pria yang terlihat begitu sendu wajahnya. Tak disangka ternyata pria itu sudah mabuk parah. Ia bernyanyi dengan kesadaran lemah dan suara yang begitu sedih. Rara pun akhirnya berusaha menemaninya untuk bernyanyi. Namun saat wanita ini baru saja duduk di sebelah pria tersebut, sang pria yang menoleh ke arahnya dan memandang wajah Rara kini malah menganggap wanita di sampingnya itu sebagai wanita yang dicintainya. Pria ini pun mendekati Rara dan tentu hal itu membuat Rara jadi ketakutan. Terlebih ketika pria itu menangkup kedua tangan Rara yang terasa dingin dan mencengkeramnya sangat erat. Pria tersebut langsung mendekatkan wajahnya dengan wajah Rara, hingga Rara merasa mual karena mencium aroma bau alkohol dari pria yang sedang mabuk ini. "Hentikan! Menjauh dariku!" teriak Rara yang berusaha meloloskan diri, dan berusaha memberontak. Bersambung...

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.1K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.3K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.1K
bc

My Secret Little Wife

read
92.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook