bc

Pesona Uncle Dev

book_age18+
8.1K
FOLLOW
99.2K
READ
possessive
goodgirl
CEO
drama
comedy
sweet
serious
city
affair
like
intro-logo
Blurb

Apa yang akan kamu lakukan kalau ternyata sahabat ayahmu itu sangat mempesona?

 

Tidak ada yang akan menyangka kalau pria paruh baya itu memiliki pesona yang sangat kuat, sehingga gadis cantik seperti Vania harus terjerat dengan perasan cinta yang begitu dalam.

 

Om Dev. Begitulah Vania memanggilnya.

 

Akankah Om Dev memiliki perasaan yang sama? Lalu, rintangan seperti apa yang akan Vania hadapi untuk mendapatkan cinta darinya?

chap-preview
Free preview
Part 1 : Pesta Kelulusan
Hari ini, SMA 1 Jakarta menyelenggarakan kegiatan pelepasan siswa-siswi kelas XII. Begitu khidmadnya kegiatan ini sehingga tidak sedikit yang meneteskan air mata saat kegiatan wisuda dilaksanakan. Terlebih orangtua Vania yang sangat bangga dengan prestasi yang putrinya dapatkan, karena ia berhasil lulus dengan nilai terbaik. Burhan Atmaja, selaku ayah kandung dari seorang putri cantik yang bernama Vania Atmaja. Pria paruh baya itu menangis sambil memeluk sang putri, atas prestasi yang berhasil ia raih. Sangking bahagianya, Burhan sampai mengadakan pesta cukup meriah untuk merayakan kelulusan putri tercinta, dengan mengundang beberapa teman sekolah Vania, juga beberapa teman dekat sang ayah yang tinggal di dalam negeri, maupun di luar negeri termasuk seseorang yang berada di kota London. Dia yang memiliki nama lengkap Devan Alvaro, berusia empat puluh tahun, adalah seorang suami dari wanita yang bernama Megan Sanika, dan pernikahan mereka sudah dikaruniai seorang putri bernama Sofia Kanaya. Devan adalah pengusaha properti cukup terkenal, hubungan Devan dengan Burhan sangat erat, mereka bersahabat sejak masih belajar di bangku sekolah menengah atas. Devan menghadiri pesta itu tanpa ditemani sang istri maupun putrinya. Bukan ia tidak ingin mengajak mereka, hanya saja, kegiatan Megan yang berprofesi sebagai model, tidak memiliki banyak waktu untuk ikut bersama Devan ke Indonesia. Pesta berlangsung cukup meriah, Burhan yang saat ini sedang duduk bersama Devan, terus menatap wajah putri tercinta yang saat ini sedang bergembira bersama teman-temanya, tidak terasa air mata pun mengalir begitu saja. "Aku tidak menyangka, kalau putri kecilku, sekarang sudah dewasa, Dev," ucap Burhan terus menatap ke depan. "Dia juga sangat pintar," tutur Devan seraya menepuk bahu sahabatnya. "Hei..." "Ada apa?" "Turunkan tanganmu!" titah Burha yang tidak suka tangan Devan berada di atas bahunya. "Kenapa?" tanya Devan. "Aku ini lebih tua darimu, jadi jaga sikapmu!" selorohnya, membuat Devan tertawa. "Tuan, kita ini cuma selisih usia lima tahun, ada apa dengan Anda?" kata Devan sambil menggelengkan kepalanya. "Tetap saja, aku ini lebih tua darimu," kekeh Burhan. "Baiklah, baiklah. Terserah Anda saja, Tuan." Devan kembali menuangkan air minum ke dalam gelasnya, lalu menenggaknya sampai habis. "Ngomong-ngomong, hadiah apa yang akan kamu kasih untuk putriku?" Burhan yang sedari tadi bersama Devan, tidak melihat ia membawa apa pun sejak pertama datang. "Oh, iya. Hampir saja aku lupa." Ia bangkit dari duduknya, mengambil hadiah yang tertinggal di dalam mobil, lalu kembali ke dalam menghampiri Vania sambil membawa kado berbentuk kotak pipih, memiliki ukuran sekitar lima belas inci. "Nia," panggil Devan yang saat ini berdiri di belakangnya. Vania menoleh, langsung memeluk Devan. "Om Dev." Devan yang sudah menganggap Vania seperti keponakannya sendiri, membalas pelukan itu biasa saja. "Selamat, ya," ucap Devan sambil mengusap puncak rambut Vania. "Iya, Om." Vania pun melepaskan pelukannya. "Om bawa hadiah buat kamu." Devan menyerahkan kado itu langsung ke tangan Vania, lalu Vania pun kembali memeluk Devan sambil mengucapkan ucapan terima kasih. Vania merasa sangat bahagia mendapatkan hadiah dari Devan berupa laptop terbaru, tercanggih yang baru saja rilis dan masih limited edition. Devan sengaja memberikan laptop itu sebagai hadiah, karena dia tahu, kalau Vania akan membutuhkannya. Bukan karena sang ayah tidak sanggup membelikan, Burhan yang kekayaannya jauh di atas Devan, sangat mudah bagi dia memberikan apa pun yang dibutuhkan sang putri. Satu bulan terlewati, Devan yang sudah kembali ke London sesaat setelah pesta itu berakhir, mendapat panggilan telepon dari Burhan kalau dia bersama sang istri, juga Vania akan terbang ke London, dan meminta kepada Devan untuk mempersiapkan apartemen yang akan dihuni oleh Vania. Begitu sampai di London, Vania bersama orang tuanya langsung menuju apartemen, yang kebetulan Devan sedang ada di sana bersama sang istri sedang mempersiapkan penyambutan kedatangan Vania bersama keluarga. "Sayang, kayaknya aku nggak bisa ikut makan sama kalian deh," kata Megan sambil berbisik di telinga sang suami yang saat ini sedang berdiri menyajikan makanan di atas meja makan. Dia beranjak dari sana menuju dapur, mengambil Pizza kesukaan Vania, yang sebelumnya sudah dipesan jauh-jauh hari sebelum ia ke London. Belum juga mendapat jawaban dari sang suami, Megan terus mengikuti langkahnya, kembali ke meja makan. "Dev, jawab aku dong!" Megan mendengus kesal, karena Devan sudah mengacuhkan dirinya. "Apa?" saut Devan sambil menatap wajah sang istri yang saat ini berdiri di depannya. "Aku harus pergi, aku nggak bisa makan malam sama kalian." Megan harus mengulang pertanyaan yang sama, meminta pengertian dari sang suami. "Kalau aku larang kamu, apa kamu akan stay di sini?" tanya Devan dengan menatap kesal. Megan bergeming, mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Jawab!" "Aku akan tetap pergi, karena ini demi pekerjaan," saut Megan menatap penuh keberanian. "Kalau kamu tetap akan pergi, lalu untuk apa kamu meminta izin dariku?" Belum sempat menjawab, ibu dari Vania yang juga sahabatnya, memanggil Devan dari kejauhan. "Dev!" Dia Anastasia, yang tidak tahu kalau kalau Devan sedang bertengkar dengan sang istri, menghampiri mereka sambil menggandeng tangan Sofia yang mencari sang ayah. "Daddy..." Sofia berlari, menghampiri Devan meminta sesuatu. "Mau apa, Nak?" tanya Devan sambil menangkup pipi putrinya yang menggemaskan. "Mana handphone milik Daddy?" "Ada di dalam jas, Sayang." "Jasnya ada di mana?" tanya Sofia masih mendongakan kepalanya ke atas menatap wajah sang ayah. "Ada di atas sofa." "Tidak ada," saut Sofia. "Ayo Daddy antar." setelahnya Devan pun pergi bersama Sofia meninggalkan Ana dengan Megan di ruang makan berdua. Megan memutar bola matanya malas. "Kenapa?" tanya Ana kepada Megan. "Kesel sama Devan, dia itu nggak pernah ngerti kalau aku itu seorang model terkenal, wajar kan kalau aku sibuk?" "Tapi kan dia juga butuh kamu." "Kita kan ketemu di rumah setiap hari, apa coba masalahnya?" "Yakin setiap hari?" kata Ana mencoba meyakinkan. "Ya kadang sih, habis mau gimana lagi, aku kerja." Ana menggelengkan kepalanya. "Terserah kamu deh. Ntar giliran suamimu nyaman sama wanita lain di luar sana, baru tau rasa." "Tau ah. Aku pergi dulu ya. Semua kru aku udah pada nungguin di studio." Setelahnya, Megan pun pergi meninggalkan apartemen. Sedangkan Ana meneruskan menata meja makan yang belum sepenuhnya rapih. "Bun..." Vania memanggil sang bunda. Namun, yang datang bukanya yang dipanggil, melainkan Devan yang kebetulan ada di ruang keluarga, yang letaknya tidak jauh dari kamar Vania. "Ada apa, Vania?" tanya Devan berdiri di ambang pintu. "Bunda mana, Om?" "Kayaknya ada di dapur deh. Kenapa? mau Om panggilin?" "Nggak perlu, Om. Om bisa tolong aku nggak?" "Kenapa?" "Kopernya susah banget dibuka." Devan masuk ke dalam kamar gadis itu coba membantu Vania membuka kopernya. Akhirnya koper pun terbuka. "Kebanyakan isinya, Nia," kata Devan, Vania pun tersenyum. "Iya memang." Vania mengeluarkan satu persatu isi koper, menata rapi di dalam lemari. "Kamu nggak apa-apa tinggal di apartemen sendirian?" tanya Devan bersandar pada dinding, memperhatikan Vania yang sedang menata bajunya ke dalam lemari. "Nggak apa-apa kok, Om. Aku harus belajar mandiri," kata Vania tanpa menghentikan aktivitasnya. Sedang asik mengobrol dengan Devan, Vania melihat ada kantong kresek di dekat lemarinya, lalu ia pun keluar untuk membuang keresek itu. Padahal Devan sudah menawarkan diri untuk membuangnya keluar. Vania membuka tong sampah, tanpa ia sadari, ada dua pasang mata memperhatikan Vania dari unit lain. "Look at that, there's a new girl." Dua pria itu, tersenyum penuh arti menatap wajah Vania dari kejauhan. Bersambung...

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
201.2K
bc

Siap, Mas Bos!

read
9.4K
bc

My Secret Little Wife

read
85.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
186.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.0K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
12.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook