bc

Obat Tidur Untuk Istriku

book_age12+
13.2K
FOLLOW
99.4K
READ
family
scandal
drama
brilliant
ambitious
female lead
regency
wife
husband
like
intro-logo
Blurb

Perkenalan Andrian dengan Raya seorang Sales Promotion Girl membawa petaka bagi rumah tangganya. Pedosa Raya mampu menariknya ke dalam sebuah hubungan terlarang. Kesetiaan sang istri Hana dikhianati dengan menikahi Raya.

Ambisi Raya untuk menjadi satu-satunya mengantarkannya ke rumah Andrian. Demi melancarkan hubungan mereka Andrian menyetujui usulan Raya untuk memberikan obat tidur pada Hana.

chap-preview
Free preview
Menikahi Perempuan Simpanan
"Mas, aku tak mau dipermainkan seperti ini, aku ingin segera dinikahi," rajuk Raya, setelah kami melepas hasrat di kamar kostnya. Entah untuk keberapa kalinya, saking seringnya aku sampai tak ingat. Kami biasa melakukannya walau belum ada ikatan perkawinan diantara kami. Raya, seorang janda muda yang bekerja di sebuah toko handphone. Aku mengenalnya beberapa bulan yang lalu, bukan tidak sengaja. Aku sedang mencari beberapa handphone sebagai hadiah untuk para pelanggan dealer di mana aku bekerja. Saat itu, Raya yang kebetulan melayaniku. Kami bertukar nomor WA, dan akhirnya berhubungan sampai sekarang. Dulu dia tinggal di kost biasa, sekarang aku memberinya sejumlah uang untuk mendapatkan kost bebas dengan fasilitas yang lebih bagus. Penampakannya tidak terlalu tinggi, tapi, dia memiliki bentuk tubuh yang seksi dengan rambut panjang sepinggang yang diwarnai coklat dan bagian tubuh lainnya, yang membuat pria mana saja pasti tergoda. Begitu juga denganku, aku sebenarnya bukanlah petualang, hanya saja sejak pertama melihatnya, ada getaran yang berbeda. Aku jatuh cinta padanya. Dengan posisiku sebagai seorang kepala toko sebuah dealer dan wajah tampan yang aku miliki, sangat mudah sekali bagiku mendapatkan perhatian bahkan menidurinya. Apakah aku single? Tidak aku seorang pria beristri dengan seorang anak laki-laki yang tampan sepertiku, dan seorang gadis kecil yang cantik seperti Hana. Yah, nama istriku Hana, perempuan cantik dengan hidung mancung dan kulit putih. Tidak ada yang kurang dari sosoknya, hanya saja istriku terlalu kaku, dan tak bisa memanjakanku. Dia terlalu sibuk dengan anak-anak dan pekerjaannya. Pelayanannya juga tak seperti dulu awal kami menikah, tak ada gregetnya. Sangat berbeda dengan pelayanan yang Raya berikan. "Mas … kok malah ngalamun sih?" "Oh, nggak kok." Lamunanku buyar seketika, saat tangan nakal itu bermain di d**a bidangku. "Terus, gimana. Mas udah janji dari berapa bulan yang lalu, cuma janji aja." Wanitaku itu merajuk, bibir sensualnya terlihat manyun membuatku gemas. Aku angkat wajah itu dan membekap bibirnya dengan cepat. "Iya, secepatnya mas akan nikahi kamu, kamu sayang kan sama mas?" Rayuku setelah melepas tautanku. "Percaya, tapi janji dulu," ucapnya sambil memberikan jari kelingkingnya. Aku menurut saja menaut jari itu dengan kelingking kananku, asal dia senang sajalah. "Mas, anakku belum bayar spp, aku belum gajian. Uang yang mas kasih juga udah habis," cerita Raya, kami masih berpelukan dibawah selimut yang sama. "Iya, nanti mas transfer lagi," jawabku sambil memejamkan mata. Rasa kantuk dan lelah mulai mendera setelah melepas dahaga lebih dari sekali tadi dengannya. Raya cerita memiliki anak berusia tujuh tahun, ikut neneknya di kampung. Dia menikah karena hamil lebih dulu di usia lima belas tahun. Suaminya pergi tak tau kemana, jadilah dia tulang punggung di keluarganya. Raya bukan pelac***, dia tak menjajakan dirinya, itu pengakuannya. Setelah bersamaku aku juga tak pernah melihatnya dengan orang lain. Walau aku tau banyak pria yang menginginkannya. ••• "Mas, tumben pulang cepet," sambut Hana, sambil mengambil tas kerja dari tanganku. "Mas sakit?" Wanitaku itu memegang keningku, setelah meletakkan tas kerjaku di meja. "Memang harus sakit dulu, baru boleh pulang cepat?" tanyaku balik. "Ga gitu, em … Hana siapin teh hangat dulu," ucapnya kemudian. Segera dia beranjak ke dapur tanpa berkata apa-apa lagi. Selepas dari Raya tadi, aku memang malas kembali ke kantor, Raya masuk sore ke malam, jadilah aku memilih pulang ke rumah. Aku segera masuk ke kamar, dan ke kamar mandi, penat sekali rasanya. Selepas mandi, aku mencari handuk yang biasa Hanan sediakan di gantungan. Dan sekarang tak kenapa dia lupa menyiapkannya. "Hana …." Panggilku, berulang kali memanggil baru dia terdengar mengetuk pintu kamar mandi. "Iya mas," jawabnya dari luar. "Mana handuk?!" Suara sengaja aku kencangkan. "Sebentar mas, aku ambil dulu." Balasnya dari luar. Sesaat tak ada suara lagi, sampai dia mengetuk kembali. Aku membuka pintu, membiarkan tubuh polosku di lihatnya, tak ada ekspresi apapun yang tergambar di wajah itu. Dia menyerahkankan dengan wajah biasa. Sangat berbeda sekali dengan Raya yang pasti langsung … Ah. Sepertinya Hana sudah tak berhasrat lagi padaku, bukan salahku juga mencari pelampiasan yang lain. ¤▪¤ "Mas … Mas kan udah janji, aku nggak mau tau. Bagaimanapun caranya aku mau serumah sama, Mas. Aku juga istrimu, Mas." Rajukan Raya membuat kepalaku berdenyut, selama ini aku sudah memfasilitasi istri simpananku itu dengan tempat tinggal yang nyaman. Sebuah kost dengan fasilitas lengkap, dan mewah. Aku juga memberinya sebuah mobil, meski bukan mobil baru. Semua kebutuhan Raya sudah aku penuhi, uang untuk perawatan ke salon, uang belanja, sekolah dan makan anaknya di kampung dan kebutuhan lainnya. Begitu juga saat dia menuntut aku untuk menikahinya, aku juga penuhi. Kami sudah menikah meski secara siri. Sekarang tuntutannya bertambah, ingin tinggal serumah denganku. "Iya, Sayang."Nanti kita akan cari cara, supaya Hana tidak curiga," jawabku. Aku sedang ada meeting diluar kota, dan sengaja mengajak Raya. Kebetulan dia sedang libur juga. Dengan begini aku bisa menghabiskan dua malamku sepuasnya. Raya, selalu bisa memberikan pelayanan terhebatnya. Imajinasiku tentang se* juga bisa aku wujudkan bersamanya. Boleh dibilang, ini hanya urusan pelampiasan saja. Sebelumnya aku juga pernah selingkuh dengan beberapa wanita. Tak sampai jauh, baru dengan Raya - lah aku memiliki hubungan sejauh ini. •▪• "Papa …." Luna gadis kecilku, berlari menyambut kedatanganku. Aku berlutut menyambut tubuh mungil itu. Merengkuhnya dalam pelukanku dan menggendongnya. Aroma wangi shampo bayi menguar dari rambut kriwilnya. "Abang Al, mana?" tanyaku pada gadis kecilku yang kini berumur hampir tiga tahun itu. "Abang, mandi sama Bunda." Luna menjawab sambil menunjuk ke arah kamar Abangnya. "Papa, pulang ya, Sayang." Suara Hana terdengar dari arah kamar Al, anak sulungku yang kini berusia hampir lima tahun. "Iya …." Luna menjawab dengan berteriak. "Mas …." Hana keluar dari kamar Al, anakku. Dia berjalan ke arahku, lalu mencium punggung tangan yang aku ulurkan. "Luna, Papa capek, baru datang," ucap Hana lalu merentangkan tangannya, mengambil Luna dariku."Main sama, Abang di kamar sana." Hana meminta Luna untuk bermain dengan Abangnya. "Mas, sudah makan?" tanya Hana padaku. Aku hanya mengangguk. "Baju kotorku, ambil di bagasi mobil," perintahku padanya. Tanpa menunggu lama, Hana bergegas melangkah pergi ke garasi. Aku langsung masuk ke dalam kamar, menghempas tubuh lelahku di atas ranjang. ▪•▪ "Mas, bangun. Sholat maghrib." Setengah sadar, aku mendengar suara Hana. Lenganku juga terasa di goyangnya. Sesaat kemudian aku membuka mata, mendapati Hana di samping ranjang. "Maghrib," ucapnya singkat, lalu beranjak. Sekilas aku menangkap mata sembab Hana. Atau aku yang salah lihat. Malas aku bangun dan kemudian turun dari ranjang. Semenajak mengenal Raya, aku sholat hanya di rumah saja. Itu juga agar Hana tak menaruh curiga padaku. Tak seperti biasanya, Hana tak mengajakku sholat berjamaah. Dia memilih pergi ke kamar anak - anak. Ya sudah, aku hanya duduk dikamar sambil memeriksa pesan di ponselku. Sebuah pesan dari Raya, dia ingin bicara hal penting. Entah hal penting apa lagi. Dua hari ini kami sudah puas bersama. Karena aku merasa lelah, aku hanya meneleponnya. Raya menyusun rencana agar bisa tinggal bersamaku. Ini sangat berisiko, tapi karakter Raya yang nekat membuatku tak bisa membantahnya. Dan lagi, aku juga membutuhkannya. Tinggal membicarakan dengan Hana saja, dan aku yakin Hana tak akan berani membantahku. ▪•▪ "Hana, mas mau bicara," ucapku padanya. Hana yang sudah merebahkan tubuhnya bangun dari tidurnya. "Tentang apa?" tanyanya kemudian. Dia tak menatapku seperti biasanya, nada suara juga tak seperti biasanya. Dan, benar mata Hana sembab. "Adik perempuan sahabatku, sedang mencari kerja. Dia menitipkan sementara padaku. Aku tak bisa menolaknya." Aku memulai rencanaku. "Perempuan?" Hana melirikku. "I … iya, ada masalah?" tanyaku. "Kalau, Hana menolak?" Hana menatapku tajam. "Ayolah, Mas hanya ingin membalas budi padanya. Mas berhutang jasa padanya." "Tak, harus tinggal dirumah kita kan? Bisa Mas carikan tempat kost, atau hotel kalau perlu," jawab Hana. Aku tak mengira dia akan menjawab dengan kalimat ini. Biasanya dia mengiyakan semua kata - kataku. "Mas, nggak enak. Dikiranya nggak mau bantu. Hanya sebentar, mengertilah." Aku sudah mulai memaksakan kemauanku. "Sudahlah, Mas hanya balas budi. Jadi, tak perlu persetujuan jugakan? Mas kepala keluarga disini." "Lalu, untuk apa membicarakan hal ini, denganku?" Hana menatapku nanar. Segera dia mengalihkan pandangan dariku, membalikkan badan dan mulai merebahkan kembali tubuhnya. Bersambung.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Perceraian Membawa Berkah

read
16.8K
bc

TETANGGA SOK KAYA

read
51.5K
bc

Tentang Cinta Kita

read
186.6K
bc

Anak Rahasia Suamiku

read
3.3K
bc

KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU

read
59.9K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
201.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook