bc

Pinky Dearest (COMPLETED) 21++

book_age18+
30.5K
FOLLOW
285.7K
READ
billionaire
love-triangle
possessive
sex
one-night stand
love after marriage
pregnant
drama
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

WARNING!!!

21+++++

Adrian Stanley Henderson.

Terkenal dan termasyur. Banyak orang menjulukinya putera Hades dengan wajah tampan bak Dewa Yunani itu, proporsi tubuh yang membuat siapapun menatapnya dengan tatapan takjub tanpa memandang gender pria atau wanita. Berkuasa, berkharisma dan sadis. Tidak ada yang mengetahui dibalik kehidupan glamournya, selalu ada rahasia manis yang tersimpan.

Victoria Abigail Vinc.

Puteri kedua dari konglomerat Vinc. Kakaknya yang adalah saudara kembarnya, sangat jauh berbeda dengannya. Baik fisik maupun karakter. Semenjak kecil dia terlatih menjadi mandiri. Meski Kakek dan Ayahnya memanjakannya dengan kemewahan. Dia terbiasa menyembunyikan diri dari balik kacamata bacanya. Dia mencintai buku dan pengetahuan, siapa sangka ketika dia beranjak dewasa takdir membuatnya jungkir balik, bertemu dengan putera Hades yang lebih tua 6 tahun diatasnya itu mungkin adalah hal yang paling disesalinya.

chap-preview
Free preview
BAB 1
Victoria terlahir dari salah satu keluarga konglomerat di negeri ini. Sejak dari kakek-kakeknya terdahulu, keluarganya sudah menguasai hampir seluruh industri di negeri ini. Kemewahan adalah hal yang biasa untuknya. Bukan itu yang dicarinya dalam kehidupan. Kemewahan tidak membuatnya bahagia, setidaknya itu yang dia ketahui sejauh ini. Viki begitu nama panggilannya terbiasa melarikan diri ke perpustakaan di mana dia bisa menjadi dirinya sendiri. Hanya buku-buku itu yang mengerti dirinya dan terkadang ayahnya, meski tidak banyak waktu yang mereka habiskan selain tak sengaja bertemu di perpustakaan. Ruang itu juga digunakan ayahnya sebagai ruang study dan merilekskan diri. Ayahnya, Leo Vinc merupakan sosok yang dingin tiada ampun bagi lawan bisnisnya namun begitu lembut dan penuh cinta jika menyangkut keluarga terutama ibunya, Amanda Vinc. Viki tahu benar bagaimana kisah cinta kedua orangtuanya yang jungkir balik bahkan melibatkan banyak nyawa. Memiliki fisik dan kemampuan yang di atas rata-rata tidak semua orang bisa memilikinya. Viki memiliki tubuh yang tinggi dan proporsional, wajah cantik yang di perolehnya dari ayahnya, jenius dan rendah hati. Itulah dia. Viki memiliki saudara kembar yang bertolak belakang dengannya, Grace Emilia Vinc. Fisik dan wajah Grace lebih di d******i oleh gambaran ibunya, dia manis dan lembut. Semua pria mengejarnya selama bersekolah sementara Viki lebih menyukai menyembunyikan diri dan menghilang entah kemana bersama buku-bukunya. “Sayang… sarapan sudah siap.” Amanda memanggil melalui interkom. Viki yang sedang membaca sambil menggosok giginya terkejut. “Sh*t!” pekiknya dan segera melirik jam dan menutup bukunya. Kepala Grace menyembul dari balik pintu kamar mandi. “Aku duluan yah.” Katanya kemudian. “Euhm?” tanya Viki bingung. Dilihatnya Grace sudah terlihat sangat cantik dengan seragamnya Junior High Schoolnya. “Kamu sudah siap?” “Dari tadi. Mami, Papi dan Aiden sudah nungguin kita di bawah.” “Oh.” Viki segera berlari terbirit menuju shower dan mengabaikan Grace yang berdecak. Ini adalah rutinitas paginya. Selalu terburu-buru. Viki dan Grace menginjak 11 tahun meski level grade mereka yang berbeda. Kini Grace di grade 7 sedangkan Viki sudah pada grade 11. Saat Viki menuruni tangga dan menuju ruang makan, ayahnya sudah di sana membaca koran dengan wajah keras, wajah sehari-harinya. “Morning, Dad.” Viki mencium pipi ayahnya. “Ehm.” Leo menurunkan sedikit kaca matanya dan memperhatikan seragam Viki. “What?” Viki mulai merasa tak nyaman dengan tatapan menghakimi ayahnya. Di antara orangtuanya, Viki lebih dekat terhadap ayahnya. Ibunya mendekatinya dengan meletakkan sandwich di atas mejanya. “Morning, Mom.” Kecup Viki di pipi Ibunya. “Morning, Baby.” “Huft.” Viki mengambil tempat duduk di sebelah Aiden. “Hey.” Viki mengecup pipi Aiden. “Morning” Jawab Aiden singkat yang kini berusia 5 tahun. Aiden sedang menyantap salad buahnya. “You know I love you, Nak. Tapi gaya berseragammu seperti waktu nenekmu dulu sekolah.” “Pfttt.” Grace tertawa pelan. Viki menghela napas. “Aku nyaman seperti ini, Pi.” Viki menatap tajam Grace yang hanya memberinya ciuman jauh (kiss bye) dan cengiran khasnya. Sambil berkata ‘I love you too’ tanpa bersuara. “Oke… oke…” Leo berhenti ketika Amanda mengelus lengannya lembut. Grace selalu ingin membantunya dalam berdandan selayaknya anak remaja tetapi Viki tidak menyukai hal itu. Baginya, perhatian dari orang-orang membuatnya tidak nyaman. Grace memasuki mobil, Viki sudah menunggu di dalam masih sambil membaca. Mobil melaju segera saat keduanya sudah siap berangkat. “Aku ada ujian minggu depan. Bantu aku yah.” Kata Grace. “Oke.” Mereka kembali terdiam, “But… wait… kamu bisa mengerjakan soal-soal itu. Kenapa membutuhkanku?” Tanya Viki bingung. Sudah menjadi berita di mana-mana bahwa Grace adalah juara kelas. Selain dia cantik secara fisik, kepribadiannya pun menyenangkan. “You know… Masih mengingat Adrian?” “Uh hu? Who?” “Adrian… anak tante Cecile dan Om Paul.” Lama Viki berpikir, “Ah… Ya. Aku mengingatnya. Kenapa?” Viki sama sekali tidak tertarik, fokusnya kembali ke buku. “Dia yang akan mengawas ujian harianku nanti.” “Oke. Lalu masalahnya?” Viki menatap Grace bingung. “Dia biasa menjadi asisten guru, dia sangat kecam. Meski wajahnya tampan, sikapnya sangat dingin. Aku masih mengingat sejak kecil dia selalu mengabaikanku dan lebih memilih bermain bersamamu.” “Oh ya?” Viki kembali mengingat. “Aku tidak begitu mengingatnya. Jadi kamu menyukainya?” Grace tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan Viki, saudara kembarnya itu. “Me? Suka sama dia? Sorry lah yah! Never! He is not my type!” Grace masih berusaha meredakan tawanya. “Aku hanya ingin membuktikan bahwa di lesson ini aku bisa mendapat yang terbaik! Selama mengajar di kelasku dia sangat arrogant, dia sama sekali tidak tahu bahwa aku memilikimu.” Grace memeluk erat Viki. “Oke… stop stop… aku tidak bisa bernapas.” Viki berusaha meleraikan pelukannya. “Love you, Sister.” Grace mencium pipi Viki, sementara Viki hanya menggeleng-gelengkan kepala maklum. Driver mereka memberhentikan Grace terlebih dahulu dan selanjutnya mengantar Viki menuju sekolahnya. Senior High School yang di tempati Viki adalah sekolah khusus perempuan, sementara sekolah Junior High School Grace adalah sekolah campuran. @ St. Luke and Joseph Senior High School. Adrian baru saja memarkirkan mobilnya, dia baru saja diijinkan ayahnya membawa mobil beberapa bulan lalu saat usianya menginjak 17 tahun. Mood nya sedang kacau, dibantingnya pintu mobil Ferr*ri miliknya dengan keras tak peduli seluruh tatapan kagum wanita yang menatapnya lapar. Adrian sudah terbiasa dengan itu semenjak dirinya masih kecil. Apapun yang diinginkannya tinggal di tunjuknya, dan holaaa… seluruh ada dihadapannya. Termasuk dengan wanita. Diletakkannya tasnya di bahu dan menuju kelasnya dengan wajah keras. Pagi ini dia bertengkar dengan ayahnya mengenai bisnis. Ayahnya memaksanya untuk mulai memperlajari perusahaan sementara dia masih ingin menikmati masa mudanya. Langkahnya besar dan cepat. Wanita-wanita itu berbisik-bisik dan berusaha menggodanya tetapi Adrian semakin berjalan cepat. “Hey, Babe.” Julie menghentikan langkahnya. Julie adalah siswi paling cantik di sekolahnya, Adrian pernah menidurinya sekali. Semua pria di sekolahnya pernah menjadikan Julie center fantasi kotor mereka. Julie memiliki d**a yang besar dan bibir yang sensual. Impian semua wanita. Adrian menatapnya tajam. “Minggir.” Desisnya. “Kamu kenapa sih? Ini masih pagi tahu.” Julie mengelus lengannya dengan lembut dan menempelkan dadanya di lengan Adrian. “SATU!” suara Adrian meninggi. “Apaan sih.” Julie mulai merasa tak nyaman. Sementara anggota gang Julie mulai menarik lengan Julie menjauhi Adrian, mereka pun berusaha menjauhi Adrian. Di sekolahnya, Adrian adalah siswa paling berprestasi, bisa dikatakan dia jenius namun reputasi temperamennya sangat buruk. Sangat bertolak belakang. Guru-guru hingga kepala sekolahnya hanya bisa menutup mata di samping pengaruh keluarga Adrian. Sekolah ini adalah sekolah milik keluarga Henderson yang adalah keluarga Adrian. Adrian beberapa kali terlibat perkelahian dan biasanya dialah yang keluar menjadi pemenang. Dikalangan wanitanya, Adrian terkenal royal. Adrian bisa memberikan apapun yang wanita-wanita itu minta asal kebutuhan biologisnya terpenuhi. Adrian mulai kehilangan perjakanya saat diusia 12 tahun, dia meniduri salah satu teman sekelasnya yang kini sudah dicampakkannya. Adrian tidak pernah meniduri wanita lebih satu kali, dia alergi dengan segala macam keterikatan hubungan, bagaimanapun jenisnya. Jika dia selesai dengan rasa penasarannya terhadap 1 wanita, maka sisa nasip mereka hanya sebatas barang bekas. Setidaknya itu yang dipelajarinya dari ayahnya. Tidak pernah terikat dan selalu berhati-hati dalam melakukan hubungan badan. Keluarga ayahnya sangat selektif dengan wanita-wanita yang dekat dengannya hingga kini. “DUA!” Adrian masih menghitung. “OKE… OKE… Puas?!” Julie melepas tangannya dari lengan Adrian. Dengan cepat Adrian mencengkram leher Julie dengan erat. Penonton sekeliling mereka syok seketika. Mereka berangsur mundur tanpa sadar. “Sekali lagi kamu berteriak di depanku, leher ini akan aku patahkan. Aku tidak pernah main-main dengan kata-kataku. Wanita murahan.” Desis Adrian. “O… ke… ma… maa… maafkan aku.” Julie memohon, wajahnya sudah memucat kehilangan oksigen. Adrian melepaskan cengkramannya dan menghempaskan Julie ke lantai dan berlalu pergi dengan angkuh. Seluruh penonton itu diam seketika dan berpura-pura tidak melihat. Mereka tidak ingin terkena masalah. Adrian menduduki bangkunya ketika guru kelasnya, Pak Grady menghampirinya. Adrian melepaskan earphonenya. “Ini paper ujiannya. Mulainya jam 1. Kamu bersediakan?” “Oke.” Adrian mengambil amplop itu dan memasukkan ke tasnya. Sudah sejak awal memasuki senior high school, Adrian memilih mengalihkan pikirannya menjadi teacher assistant. Tekanan ayahnya bukanlah satu-satunya masalah. Adrian hanya ingin hidup tenang. Memulai kehidupan remaja yang biasa-biasa saja. Jatuh cinta dengan biasa-biasa saja tetapi latar belakang keluarganya merenggut itu semuanya hingga tak tersisa. Bukan tidak bersyukur, dia hanya ingin menjadi normal. Menjadi pewaris tunggal dari seluruh kekayaan dari pihak ayah dan bahkan pihak ibunya membuat dia sedikit begah. ‘Teman’ baginya adalah sesuatu yang mahal. Dari kecil dia sudah sendirian, teman bermainnya hanyalah anak-anak dari keluarga Vinc yang sudah lama tidak dia temui dan sisanya adalah sepupu-sepupu terdekatnya. Sangat sulit mendapatkan sahabat sejati jika keluarganya sekaya ini. Adrian menyalakan mobilnya dan menuju sekolah milik keluarganya juga St. Luke & Joseph Junior High School yang terletak jauh dari sekolah miliknya. Sekolah ini adalah sekolah termahal di kotanya untuk tingkat sekolah menengah. Sesampainya di sana, dia memasuki kelas. Saat dia memarkirkan mobilnya, seluruh murid wanita berusaha menarik perhatiannya. Tetapi satu wanita yang selama ini menjadi musuh bebuyutannya meski ayah mereka adalah sahabat baik, Grace Emilia Vinc. Adrian tersenyum sinis saat membagikan kertas itu. Grace menatapnya tajam seakan membolongi belakang Adrian. “Yakin bisa?” tanya Adrian sinis. “Tentu dong. Enggak usah kuatir deh. Urus aja dirimu sendiri.” Grace menjawab ketus. Adrian tersenyum tipis, entah mengapa dia sangat suka menganggu Grace. Adrian masih mengingat bahwa Grace memiliki saudara kembar dan sangat bertolak belakang dengannya. Namun dia menyukai gadis itu, terlihat sangat tenang dan damai. Masih jelas dipikirannya, gadis itu biasa membaca buku di perpustakaan berjam-jam saat saudarinya memilih untuk merengek bermacam-macam mainan. Mengingatnya saja membuat Adrian tersenyum kecil. “Enggak usah senyum-senyum. Kamu pikir kamu ganteng?” Grace membuyarkan lamunannya. “Ehem.” Adrian merasa tertangkap basah dan merubah air mukanya. “Aku enggak senyum.” Kilah Adrian. Grace hanya mencibir dan kembali focus pada papernya. Tak lama Adrian kembali ke arah meja Grace. “Victoria… Bagaimana kabarnya?” “Viki?” Grace yang sedang focus menatapnya aneh. “Iya. Emang ada berapa Victoria di rumahmu?” Adrian mulai jengkel. “Oh.” Grace hanya mengangguk. “Kenapa nanya-nanya? Tumben.” “Emang nanya enggak boleh?” Adrian melipat tangannya di d**a sambil menatap tajam Grace. Ini yang kadang membuatnya cepat jengkel jika berhadapan dengan Grace. Grace selalu membantahnya, ada saja jawabannya. “Enggak boleh kalau kamu yang nanya.” Cibir Grace. “Ck!” Adrian berdecak dan memilih meninggalkan Grace. “Wait.” Kata Grace menghentikan langkahnya. “Jangan macem-macem sama Viki yah, dia enggak sama dengan wanita-wanita lain yang bisa kamu mainin seenaknya.” Adrian berbalik dengan wajah bingung, “Aku tidak berniat bermain-main dengannya.” “Reputasimu sangat buruk dengan wanita.” Grace memilih fokus kepada paper-nya. Adrian sudah ingin membalasnya namun kembali mengurunkan niatnya, dia hanya kangen sosok pendiam itu setelah sekian lama mereka tidak bertemu. Adrian membutuhkan sesuatu yang bisa membuatnya tenang saat ini dan seingatnya, hanya Victoria yang bisa membuatnya merasa damai. Setelah selesai ujian, driver Grace sudah menunggu di area sekolah. Grace berjalan menuju parkiran. Terlihat driver-nya sudah menunggu di luar mobil. “Viki di mana?” “Nona sedang menuju toilet.” Jawab driver-nya singkat. Grace hanya mengangguk dan menunggu di dalam mobil. Sementara itu, Victoria baru saja keluar dari kamar mandi. Diliriknya jam tangannya dan kaget saat mendapati dia akan terlambat 10 menit untuk bertemu ayahnya sebelum ayahnya harus berangkat menuju Australia. “Oh great… aku bakal telat.” Victoria terburu-buru dan tanpa sadar menabrak seseorang. Viki nyaris jatuh menghantam lantai jika bukan karena tangan kekar yang menangkap tubuhnya. Sosok itu menariknya, membuat tubuh Viki menabrak sebuah d**a bidang. Viki bisa merasakan betapa kerasnya otot-otot dibalik kemeja itu. “Uhm. Sorry.” Viki berusaha melepaskan diri. Di dalam pikirannya adalah segera memasuki mobilnya untuk bertemu ayahnya. “Victoria?” suara baritone memanggil namanya. Baru kali ini dia mendengar namanya begitu manis di telinganya. Viki mendongak kearah pemilik suara itu dan kaget mendapati seorang remaja tampan bak dewa-dewa Yunani itu. Wajahnya sangat maskulin dengan alis tebal teratur menaungi kedua mata tajamnya, hidungnya yang mancung dan di lengkapi bibir merah serta tebal. Rahangnya kokoh, rambutnya tertata rapi, pasti sangat menyenangkan menyelipkan jemari di sela rambutnya yang lembut. Wangi tubuhnya yang menenangkan, posturnya yang tinggi menjulang. Meski Viki memiliki tinggi di atas rata-rata namun remaja ini jauh tinggi di atasnya hingga dia harus mendongak melihat wajahnya jelas. Viki mengerutkan kening, dia tidak mengingat pernah mengenal pria ini. Sebagai koreksi, Viki sangat buruk dalam mengingat wajah seseorang. “Siapa?” bisik Viki. Tubuhnya seketika bergetar. Perasaan yang pertama kali dialaminya terhadap pria. Remaja itu hanya tersenyum kecil dan membantu Viki berdiri dengan tegak lalu melepaskan tubuhnya. Ada ruang kosong yang tiba-tiba ada saat remaja itu melepaskan tubuhnya, Viki mendadak sedih akan itu. Mereka masih saling menatap satu sama lain. Rindu dan ada perasaan lain di sana. Perasaan manis yang menggetarkan hatinya. “Viki!” sebuah suara membuyarkan tatapan intens mereka. “Uh?” Viki berusaha mencari sumber suara itu dan mendapati Grace mendekati mereka. “Ck!” remaja itu berdecak jengkel. Wajahnya seketika mengeras. “Ayo… kita tidak akan sempat bertemu Papi jika kita terlambat.” Grace menarik tubuh Viki. Grace bertatapan tajam terhadap remaja itu dan semakin menarik paksa tubuh Viki. Mata remaja itu mengikuti kemana tubuh Viki pergi. Viki tidak tahu harus berkata apa dan melirik untuk terakhir kalinya, remaja itu tersenyum tipis. Senyum yang paling indah pernah dilihatnya pada lawan jenis. Setelah mereka memasuki mobil, driver melajukan mobil mereka menuju rumah. “Kenapa kamu lama sih?” tanya Grace penasaran. “Uh?” Viki terbuyarkan dari lamunannya. “Malah bertemu si br*ngsek itu lagi.” Gerutu Grace “Bre… br*ngsek?” Viki terkaget Grace bisa mengumpat. “Si putera Henderson itu.” “Yang tadi?” Viki masih mencoba menyatukan benang kejadian. “Adrian?!” Viki melotot dengan kaget. Grace hanya mengangguk tidak tertarik. “Lihatkan bagaimana mengesalkannya dia. Grrrr.” Grace melipat tangannya di d**a kesal. “Dia juga menanyakanmu tadi. Hati-hati yah, jika dia macam-macam terhadapmu.” “Menanyakanku? Kenapa?” hati Viki mulai timbul harapan. Pertemuannya setelah sekian tahun membuat suatu perasaan lain hadir. “Entahlah. Berhati-hati saja. Reputasinya sangat buruk, Sist. I am warning you, loh. Kamu polos soalnya.” Viki mengangguk, Adrian dalam pikirannya yang samar adalah teman masa kecilnya yang pendiam. Rupanya dia tumbuh sangat baik hingga Viki pun tidak mengenalnya. Viki menyentuh dadanya, jantungnya berdetak sangat kencang. Hatinya tiba-tiba bergejolak. Entah apa yang terjadi selanjutnya, yang pasti wajah remaja Adrian akan menghiasi malam-malamnya setelah ini. Cinta pada pandangan pertama?  

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

LAUT DALAM 21+

read
288.6K
bc

Aksara untuk Elea (21+)

read
835.7K
bc

Naughty December 21+

read
509.0K
bc

✅Sex with My Brothers 21+ (Indonesia)

read
919.3K
bc

Sweet Sinner 21+

read
879.7K
bc

Sexy game with the boss

read
1.1M
bc

Because Alana ( 21+)

read
360.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook