bc

SYAFARA The Queen Of Mr.CEO

book_age16+
6.3K
FOLLOW
47.7K
READ
billionaire
love after marriage
arranged marriage
dare to love and hate
CEO
boss
drama
bxg
office/work place
first love
like
intro-logo
Blurb

Genre : Romantis Manis Religi

Hidup Althaf Xander Cassano berubah sejak ayahnya meninggal.  Pria muda itu harus mencari gadis yang mau menikah dengannya karena itu adalah salah satu syarat agar Althaf Xander Cassano bisa mendapatkan kembali perusahaan milik keluarganya yang kini jatuh di tangan pamannya.

Dalam kondisi rumitnya pria muda itu tanpa sengaja menabrak pria yang tak dikenal. Sebelum meninggal Pria itu meminta Althaf Xander Cassano menikahi putrinya.

Pertemuannya dengan gadis berhijab dan bercadar bernama Syafara Carabella Mecca yang tak disangka membuat pria muda itu bingung antara memilih Syafara atau memilih Monica kekasihnya yang sudah tiga tahun ini menjalin hubungan dengannya.

Siapa yang akan dipilih Althaf Xander Cassano sebagai pendamping hidupnya?

Akankah Althaf Xander Cassano bisa kembali mendapatkan perusahaan milik keluarganya?

chap-preview
Free preview
Part 01. SYAFARA The Queen Of Mr.CEO
Langit terlihat sangat gelap. Tak ada cahaya rembulan yang menyinari hanya ada bintang-bintang kecil yang berkelip di atas sana. Angin malam mulai berhembus sangat kencang membawa hawa dingin menyelimuti bumi. Membuat orang-orang semakin terlelap dibuai mimpi. Di dalam mobil seorang pria muda kini sedang berkendara dengan kecepatan tinggi meninggalkan sebuah gedung. Matanya menerawang menatap jalanan yang gelap, sunyi dan sepi. Pikirannya melayang mengingat pertengkarannya dengan pamannya di pengadilan tadi siang. Tepat seminggu yang lalu pria muda itu kehilangan ayahnya karena kecelakaan pesawat ketika pulang ke Indonesia dari perjalanan bisnisnya. Dan sekarang pria muda itu juga kehilangan perusahaan milik keluarganya yang jatuh ke tangan pamannya. "Saya mau perusahaan milik Papa jatuh ke tangan saya, karena saya adalah anak tertua." protes Althaf Xander Cassano pada hakim yang memutuskan jalannya sidang ini. Mata Althaf menatap hakim itu dengan tatapan penuh amarah. Pria muda itu tak habis pikir kalau perusahaan milik keluarganya bisa jatuh ke dalam tangan pamannya. "Keputusan sudah bulat. Hakim juga sudah mengetuk palu tiga kali. Silahkan anda mengajukan banding kalau memang keberatan. Atau anda mencari seorang gadis untuk anda nikahi sebagai syarat menerima warisan dan juga perusahaan." Mendengar ucapan itu membuat Althaf mengepal kedua tangannya dengan kuat hingga kuku tangannya berwarna putih pucat. Di ujung sana tuan Hanry sedang duduk sambil tersenyum puas karena sudah memenangkan sidang ini. Althaf melirik pamannya sekilas kemudian berjalan mendekati tuan Hanry adik kandung ayahnya itu. "Paman. Kenapa paman tega sama kami?!" umpat Althaf ketika berada di depan tuan Hanry. Pria dewasa itu tersenyum santai. Kemudian bangkit dari duduknya berdiri di depan Althaf. Keponakannya. "Kamu masih muda Althaf. Kamu masih harus banyak belajar tentang bisnis. Perusahaan itu akan aman di tanganku. Lagi pula kamu masih menjabat sebagai CEO di perusahaan itu. Kurang apa lagi?" jawab tuan Hanry dengan santai. Sedangkan Althaf yang mendengar itu semakin marah. "Seharusnya saya yang menggantikan posisi papa. Bukan paman." "Oh, ya?" lagi- lagi tuan Hanry tersenyum. Kemudian tangannya menepuk pundak Althaf pelan. "Kamu masih kurang banyak memenuhi syarat yang di berikan papamu, ingatlah itu Althaf. Lagi pula hakim memutuskan dengan tepat kalau perusahaan itu dipercayakan padaku." "Saya akan menikah secepatnya." ucap Althaf yakin. Karena pria muda itu sudah mempunyai kekasih yang tiga tahun terakhir ini menjalin hubungan dengannya. "Buktikan saja anak muda." tuan Hanry menepuk pundak Althaf pelan kemudian berlalu meninggalkan Althaf sendiri dengan pikirannya. Ingatan demi ingatan itu berputar di kepalanya. Althaf yang masih berada di dalam mobil kini memejamkan matanya. Ingatannya kembali pada kejadian satu jam yang lalu saat ia menemui kekasihnya. "Sayang. Maaf aku tidak bisa menikah denganmu. Aku baru saja menyetujui dan menandatangani kontrak sebagai model. Dan itu adalah impian terbesar aku. Kamu tahu itu kan sayang?" Monica kekasih Althaf menolak mentah-mentah lamarannya. Membuat Althaf semakin merasa bingung. Pria muda itu tak tahu harus bagaimana lagi untuk memperjuangkan perusahaan milik keluarganya yang kini sudah jatuh di tangan pamannya sejak hakim mengetuk palu tiga kali tadi siang di pengadilan. Althaf semakin frustrasi sekarang. "Argh..." pria muda itu mengacak rambutnya. "Aku harus bagaimana lagi Tuhan. Kenapa semuanya jadi seperti ini...!!!" seru Althaf. Dengan cepat membelokkan mobilnya saat melihat anak kucing yang sedang menyeberang jalan. Masih dengan kecepatan tinggi saat Althaf membelokkan mobil itu. Hingga Althaf sendiri sedikit kesulitan mengendalikannya. Brak!!! Althaf terkejut ketika merasakan kalau mobilnya menabrak sesuatu. Dengan cepat Althaf menginjak rem. Ciiit...!!! Bahkan suara itu terdengar sangat nyaring di telinga. Althaf bergegas turun dari mobilnya. Alangkah terkejut ketika matanya melihat seseorang terbaring lemah sekitar tiga meter darinya. Dengan cepat Althaf berlari mendekat. Berharap seseorang itu masih hidup. Althaf berjongkok dan membantu pria dewasa yang terbaring lemah dan juga berlumuran darah. Dengan cepat Althaf mengangkat dan membawa orang itu masuk ke dalam mobilnya. Kini Althaf kembali melajukan mobilnya menuju rumah sakit terdekat. Sesekali Althaf menengok kebelakang untuk melihat orang yang baru saja ia tabrak. 'Semoga orang itu selamat ya Tuhan.' batin Althaf dalam hati. Ia semakin bertambah resah sekarang. Entah sedang sial atau apa, kejadian yang terjadi seharian ini sangat diluar kuasa Althaf. Pria muda itu tak tahu lagi harus bagaimana sekarang. Althaf tak menyangka kalau sejak ayahnya meninggal, ia dan keluarganya kini semakin menderita. Mobil Althaf kini berjalan memasuki halaman rumah sakit terdekat yang ada di kota ini. Dengan cepat Althaf berjalan masuk dan memanggil perawat untuk membantunya. Tiga perawat laki-laki datang dengan membawa brankar menuju ke mobil Althaf untuk membantu pasien yang ada di dalam mobil itu. Dengan sedikit berlari Althaf mengikuti ketiga perawat laki-laki yang kini membawa pria yang baru saja ditabraknya tadi masuk ke dalam ruang UGD. Althaf ingin sekali ikut masuk ke dalam ruangan itu namun tidak di izinkan oleh dokter. Pria muda itu kini berdiri di depan pintu. Matanya terus saja melihat pintu itu dengan tatapan kosong. Pikirannya tak tahu lagi ada di mana sekarang. Kejadian demi kejadian yang akhir- akhir ini terjadi membuat Althaf kecewa dengan kehidupannya namun ia harus tetap kuat demi ibu dan adiknya. Tiga puluh menit berlalu Althaf masih berjalan mondar mandir di depan pintu dengan tangan dan kaki gemetaran, ia takut kalau ibunya mengetahui kejadian ini. Bisa - bisa penyakit ibunya kambuh lagi. Althaf tidak mau itu terjadi, dengan kehilangan ayahnya saja hidupnya sudah rumit seperti ini. Jadi ia tak mau kehilangan ibunya juga. "Bang Althaf." Rico asisten pribadinya kini datang menghampiri. Althaf menoleh ke belakang. "Bagaimana bang?" tanya Rico ingin tahu apa yang sebenarnya telah terjadi hingga bos sekaligus sahabatnya itu menyuruh menemuinya di rumah sakit. Althaf diam belum mau menjawab. Hingga suara pintu terbuka. Kedua pria muda itu seketika menatap pintu itu. Kini keluar satu perawat perempuan berjalan menghampiri mereka berdua. "Selamat malam pak. Siapa yang bertanggung jawab atas pasien yang ada di UGD?" tanya perawat perempuan itu pada Althaf dan Rico. "Saya." jawab Althaf tiba-tiba. Membuat Rico menatap bos-nya itu dengan penuh tanda tanya saat Althaf berjalan mengikuti perawat itu masuk ke dalam ruang UGD. Di dalam sana Althaf melihat sosok pria dewasa itu masih terbaring lemah dalam perawatan dokter dan beberapa suster. Althaf berjalan mendekat. Di lihatnya wajah pria dewasa itu. Tiba-tiba mata pria dewasa itu terbuka dan menatap dirinya. Tangannya bergerak meraih tangan Althaf dengan susah payah. Althaf yang menyadari itu kemudian menggenggam tangan pria dewasa itu. Mata Althaf melihat bibir pria dewasa itu bergerak-gerak. Kemudian Althaf mendekatkan wajahnya. "K-kamu ha-harus tanggung jawab, kamu harus menikah de-dengan putriku." suara pria dewasa itu terdengar pelan bibirnya bergetar. Namun Althaf masih bisa mendengarnya. Althaf tidak tahu harus menjawab apa, kenal dengan orang tua ini saja tidak. Bagaimana bisa ia akan menikahi anaknya. Pikiran Althaf semakin kacau sekarang ini. Serasa ingin sekali Althaf melemparkan dirinya dari gedung yang tinggi kemudian terjun ke bawahnya. "Be-berjanjilah..." suara pria dewasa itu terdengar parau. "Ka-kau akan me-menikahi pu-putriku..." "Iya," Althaf menatapnya sekilas kemudian pria dewasa itu menutup matanya. Tubuh Althaf tiba-tiba menegang saat meyakini pria yang ada di depannya itu sudah tak berdaya. Dokter menyuruh Althaf agar menyingkir dari pasien. Kemudian dokter itu memeriksanya dan dibantu beberapa suster dan perawat lainnya. Althaf terdiam ia berdiri ditempatnya. Pikirannya kini malah semakin kacau ketika mendengar permintaan terakhir orang yang tidak dikenalnya malah menyuruh dirinya agar menikah dengan anaknya. "Inalillahi wa innailaihi rojiun..." ucap dokter dan perawat secara bersamaan. Mendengar itu tiba-tiba saja Althaf tersadar dari lamunannya. Mata Althaf kini menatap para dokter dan perawat. Kemudian berjalan mendekat. "Maafkan kami pak. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk pasien. Tapi ... Pasien meninggal dunia." ucap dokter pria itu dengan penuh penyesalan. Althaf mengembuskan napas kasar. Ia benar-benar merasa sangat bersalah sekarang. 'Oh Tuhan. Apa yang harus aku lakukan sekarang?' pikir Althaf dalam hati. Tangannya memegang keningnya yang seketika menjadi pusing. Kekacauan demi kekacauan yang terjadi dalam hidupnya kini sudah membuat kepala Althaf ingin meledak. Althaf keluar dari ruangan itu dan menyuruh Rico asisten pribadinya mengurus semua keperluan rumah sakit dan juga keperluan pemakaman di rumah orang yang Althaf tabrak hingga meninggal itu. Pria muda itu pulang ke rumahnya pagi buta pukul empat pagi. Althaf bergegas masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Di dalam sana ia ingin mendinginkan kepalanya di bawah guyuran air shower. Hampir satu jam Althaf membasahi tubuhnya dengan air. Berharap agar semuanya bisa membaik setelah kepalanya kembali dingin. Selesai mandi dan berganti pakaian dengan baju santai. Kini Althaf membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Kepalanya berbantal kedua lengan tangannya, matanya menatap langit-langit kamar dengan perasaan yang sulit untuk diartikan. Matanya mulai terpejam. Ingatannya kini kembali ke kejadian beberapa jam lalu ketika dirinya berada di rumah sakit. "Ka-kamu harus menikah dengan putriku." ucapan itu kini selalu terngiang di telinga Althaf. "K-kamu harus tanggung jawab." Tiba-tiba mata Althaf terbuka. Telinganya kini mendengar suara dering ponsel miliknya yang berada di atas nakas. Ponsel miliknya itu berdering beberapa kali hingga membangunkan Althaf yang sudah tertidur. Ya tadi Althaf tertidur hampir satu jam. Dengan susah payah Althaf bangun dari tidurnya, badannya terasa sangat berat karena lelah dengan kenyataan yang terjadi di dalam hidupnya akhir-akhir ini. "Halo." suara Althaf terdengar parau. [Halo bos. Pemakaman akan dilaksanakan jam sepuluh.] terdengar suara Rico dari seberang sana memberi tahu Althaf. "Iya." kemudian mematikan sambungan teleponnya. Lalu melempar ponsel itu ke sembarang arah. Althaf kembali menjatuhkan tubuhnya. "Ternyata bukan mimpi. Ini bukan mimpi. Tapi ini nyata. Ya Tuhan ... Apa yang harus aku lakukan sekarang..." ucapnya seraya menutup wajahnya dengan kedua tangan. Tok Tok Tok. Terdengar suara seseorang mengetuk pintu kamar Althaf. Tak lama terdengar suara langkah kaki mendekat. "Nak?" suara itu terdengar lembut. "Ibu." Althaf bangun dari tidurnya dan kini duduk di pinggir tempat tidur. Dan diikuti wanita dewasa itu. "Kamu pulang pagi lagi?" ucapnya seraya mengusap-usap kepala anaknya dengan penuh kasih sayang. "Ayok sarapan. Ibu buatkan makanan kesukaan kamu." kemudian bangkit dari duduknya meninggalkan kamar Althaf. Pria muda itu menatap punggung ibunya yang kini semakin menjauh. "Maafkan aku ibu. Aku tidak bisa mengatakan semua ini padamu," gumam Althaf lirih. Kemudian bergegas keluar dari kamarnya menuju ke ruang makan. Althaf tidak selera makan, tapi ia takut kalau nanti ibunya curiga padanya. Althaf tidak mau ibunya bersedih. Kehilangan suaminya tujuh hari lalu itu sudah membuat wanita dewasa itu sakit. Apalagi kalau Althaf mengatakan semua kejadian yang menimpanya. *****

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
85.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
9.4K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
186.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
201.2K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.0K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
12.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook